Surat Gembala Prapaskah 2025, Uskup Manokwari-Sorong, Mgr. Hilarion Datus Lega

81
Mgr. Hilarion Datus Lega
Mgr. Hilarion Datus Lega (Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong)

PENGHARAPAN TIDAK MENGECEWAKAN

(Roma 5:5)

Surat Gembala Pra Paskah 2025

Kita umat Katolik se-Dunia patut berterima kasih kepada Bapak Suci Paus Fransiskus yang memprakarsai terselenggaranya Sinode Gereja Katolik se-Dunia sejak Oktober 2021 sampai dengan Oktober 2024, selama 3 (tiga) tahun, gereja kita mengadakan Sinode dengan tema yang sungguh tepat sasar. Dalam bahasa Inggris tema itu disebut For a Synodal Church: Communion; Participation; Mission. Terjemahan yang mestinya lebih berdaya-guna operasional ialah: Demi Sebuah Gereja Sinodal; Bersahabat; Terlibat; Menjadi Berkat.

Paus Fransiskus mengingatkan kita semua tentang ‘berjalan bersama’ (sinode), sebuah wujud dan hakikat yang amat penting sejak permulaan gereja sebagaimana direkam oleh Kisah Para Rasul (Kis 2:41-47; Kis 4:32-37). Inilah gereja yang sungguh mencerminkan kesaksian hidup sebagai para pengikut Yesus Kristus (bdk. Kis 1:8), berjalan bersama karena bersama-sama harus mengambil keputusan-keputusan yang mendukung tanggungjawab akan tugas bersama. Inilah gereja yang sungguh mencerminkan ‘imanuel’: Tuhan menyertai kita, sehingga kita saling menyertakan-diri bagi/dengan sesama. Inilah gereja yang hanya menyebarkan pesona positif, tidak membenci, tidak mendendam, malah setia memaafkan, berperilaku jujur dengan hati terbuka menjalani hidup bersih yang anti korupsi, anti pembusukan! Inilah gereja hidup dengan para anggotanya yang saling membantu-saling memperkaya.

Gereja dengan nilai dan keutamaan yang memperlihatkan keunggulan martabat manusia seungguhnya sebuah gereja hidup yang sungguh ‘Bersahabat – Terlibat – Menjadi Berkat’. Menurut Pastor Franz Magnis Suseno, SJ, dalam refleksi 100 tahun Konferensi Waligereja Indonesia, inilah gereja yang memperlihatkan bahwa orang Katolik dapat dipercayai karena terus membela orang miskin; karena senantiasa berupaya membangun hubungan positif dengan semua kalangan agama dan kepercayaan; karena berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan; dan terlebih lagi karena berjuang tidak ikut korupsi!

Pengharapan Tidak Mengecewakan

Selepas 3 (tiga) tahun menggumuli tema Gereja Sinodal, Paus Fransiskus membawa – sekali lagi – kesegaran baru dalam Gereja Katolik dengan mengumumkan Tahun Suci 2025 yang mengangkat tema Peziarahan Pengharapan. Surat penetapan atau bulla Tahun Suci ini disebut dalam bahasa Latin: Spes Non Confundit yang diambil dari kutipan Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma 5:5: Pengharapan Tidak Mengecewakan. Mengapa harapan tidak pernah mengecewakan? Karena dalam pandangan kristiani, harapan menegaskan kepastian akan kasih Tuhan. Itulah sebabnya dengan harapan, kita akan menjadi teman perjalanan dengan sesama untuk berjumpa dengan kasih Tuhan dalam perjuangan hidup sehari-hari.

Paus Fransiskus berpesan, agar kita dengan cermat menyelidiki tanda-tanda zaman dengan menanggapi persoalan yang ada sebagai tanda-tanda harapan yang harus diperjuangkan. Oleh karena itu, Paus mengajak kita untuk mewujudkan harapan sesama kita yang membutuhkan pertolongan. Dalam kata-kata peneguhan Kardinal Ignatius Suharyo, “pengharapan itu sudah ada dalam diri kita, sedang kita hayati, dan masih kita usahakan kepenuhannya”. Demikianlah pengharapan dalam penghayatan kristiani tidak akan pernah mubazir. Ia meneguhkan, sebagaimana disebut dalam penggalan Hymne Tahun Suci 2025:

Bangkitlah dan bergeraklah

Sebab Tuhan kita telah datang

Putera Allah menjadi manusia

Membuka jalan keselamatan

Ya, pengharapan membuka jalan, menembus penghalang, menuju cahaya, dan tentu saja memperbaharui hidup kita.

Maskot Peziarahan Pengharapan

Maskot resmi Tahun Suci 2025 adalah Luce, bahasa Italia yang berarti ‘Cahaya’. Maskot biasanya dimengerti sebagai figure berbentuk manusia, atau binatang, atau juga obyek lainnya, yang dipandang dapat membawa keberuntungan dan lazim digunakan untuk menyemarakkan suasana sebuah kegiatan istimewa tertentu. Maskot kita ini diberi nama Luce, yang dapat Anda temukan aneka-ria makna dan keterangannya, antara lain, dengan googling pada handphone atau telepon genggam. Menurut keterangan resmi, Luce mewakili seorang peziarah Katolik. Ia memiliki rambut berwarna biru, dan mengenakan jaket hujan berwarna kuning yang melambangkan bendera Vatikan.

Luce mempunyai teman-teman yang bernama Fe; Xin; dan Sky yang juga memakai jas hujan berwarna merah, biru, dan kuning. Luce bersama teman-temannya melambangkan manusia peziarah dari 4 (empat) penjuru mata angin. Mereka ini simbol dari perjalanan peziarah melalui badai kehidupan. Mereka dibekali tongkat yang melambangkan ziarah yang panjang, bahkan abadi. Memakai sepatu bot yang berlumuran lumpur untuk melambangkan perjalanan berliku dan sulit. Namun bola mata Luce dan teman-temannya dilukiskan bersinar melambangkan harapan hati. Apalagi mereka juga dilengkapi dengan rosario suci, kekuatan yang berasal dari Sang Maha Tuhan melalui Bunda Maria.

Luce dan kawan-kawannya melambangkan manusia peziarah dari 4 (empat) penjuru bumi. Semoga mereka mengingatkan kita akan perlambangan: kesetiakawanan, persaudaraan, dan ketahanan uji! Semoga mereka mengalami perjalanan panjang bersama Tuhan yang diyakini tidak bakal meninggalkan mereka berjalan sendiri. Semoga maskot ini mengingatkan kita semua akan intisari dari pesan Tahun Suci 2025: Pengharapan Tidak Mengecewakan! Pengharapan di tengah tantangan arus tantangan kehidupan justru memberikan cita rasa keimanan kita. Dan dengan cita rasa unggul itu kita senantiasa hidup!

Aksi Nyata

Apa yang dapat kita lakukan untuk meraih sebanyak mungkin manfaat Tahun Suci 2025 adalah membuktikan diri bahwasannya kita menjadi bagian yang sungguh dapat dipercaya dalam membangun peradaban masyarakat warga dan bangsa. Berperilaku positif karena terbuka dan tahu diri bahwasannya tidak ada tempat bagi egoisme dalam hidup kita. Dalam bahasa refleksi Pastor Magnis Suseno tadi, mestinya kita tidak memberi ruang bagi iri dan kebencian, dengan cara antara lain menolak semua bentuk dan tindak kekerasan.

Orang Katolik harus berpihak pada orang miskin, karena landasan keberpihakan itu menurut injil Matius pasal 25 adalah menyediakan rumah hati kita sebagai tempat kalangan miskin dan tersingkir merasa nyaman at home, merasa kita memperhatikan mereka dengan sepenuh hati. Keberpihakan kepada orang miskin selalu dilandasi oleh keyakinan bahwa dalam wajah kemiskinan itu kita dapat menemukan wajah Tuhan Yesus sendiri (bdk. Mt. 25:31-46)

Bilamana kita mampu menemukan wajah Tuhan dalam situasi dan kondisi sesama-saudara yang miskin dan tersingkirkan niscaya kita pun sebenarnya mampu membangun hubungan harmonis dengan sesama yang beragama dan berkepercayaan lain. Paus Fransiskus dalam surat apostolik berjudul Frateli Tutti (Kamu Semua Bersaudara) dengan gamblang menegaskan: semua orang harus dapat merasakan kehadiran orang-orang Katolik sebagai sahabat. Dalam ungkapan Gereja Sinodal, kita harus bisa menjadi berkat bagi sesama, siapapun dan di manapun.

Kita semua dipanggil untuk menjadi saksi-saksi Kristus, bukan hanya terhadap sesama manusia semata, melainkan juga terhadap keutuhan alam ciptaan Tuhan. Dalam ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus meminta kita menjadi pelaku-pelaku yang mampu menyelamatkan keutuhan alam lingkungan ciptaan Tuhan, dengan cara yang bersahaja sekalipun: membuang sampah pada tempatnya. Khususnya dalam masa Pra Paskah ini kita dapat mengurangi konsumsi daging, atau mengurangi pemborosan pemakaian listrik. Singkatnya, mari menyadari bahwasanya kita sudah mulai merasakan malapetaka rusaknya tatanan alam hidup, lantaran ulah dan perilaku kita juga: rakus dan boros! Mari kita hentikan tindak dan prilaku yang justru menyengsarakan kita dan anak-cucu nanti.

Orang Katolik dipanggil untuk menjadi saksi-saksi pengharapan sejati ketika cahaya menerangi hidup yang seharusnya mencerdaskan. Kita tidak pernah terpangggil untuk jalan kegelapan yang mengantar kita pada pembusukan hidup. Salah satu yang membusukan hidup adalah korupsi. Kosa kata korupsi berasal dari bahasa Latin, corruptio yang secara harafiah berarti: hal yang membuat busuk; pembusukan; kebusukan. Pada hemat saya, orang-orang beriman seperti kita sudah pasti tidak rela dan tidak sudi menjadi busuk, termasuk terlibat dalam hal-hal busuk.

Saya menutup Surat Gembala ini dengan mengutip penggalan terakhir Doa Tahun Suci 2025:

Semoga rahmat Tahun Suci 2025 ini

Menghidupkan kembali dalam diri kami

Para peziarah pengharapan

Kerinduan akan harta surgawi, dan

Curahkanlah bagi seluruh dunia

Sukacita dan damai sejahtera

Dari Sang Penebus kami. 

Bagi-Mu ya Allah Mahakuasa

Pujian dan kemuliaan sepanjang segala masa.

Amin,

 

Sorong, Rabu Abu, 5 Maret 2025

+ H. Datus Lega;

Uskup Manokwari-Sorong