Renungan Harian, Minggu 30 Maret 2025
Minggu Prapaskah IV
“Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.” (Luk 15:21)
Minggu Prapaskah IV dikenal sebagai Minggu Letare, yang berarti “bersukacitalah.” Di tengah perjalanan Prapaskah yang penuh perenungan dan pertobatan, kita diingatkan akan kasih Allah yang memulihkan dan menghidupkan kembali mereka yang hilang. Bacaan hari ini, perumpamaan tentang anak yang hilang, mengajarkan tentang kasih Bapa yang luar biasa bagi setiap anak-Nya.
Kasih Allah mengalir tiada henti dalam hidup kita. Apapun yang kita mohonkan, Dia senantiasa mengabulkannya. Tidak ada sesuatu pun yang kita minta di tolak oleh Allah. Allah kita memang Allah yang begitu baik. Bapa yang penuh belas kasih dan kerahiman.
Terkadang, hidup kita seperti si anak bungsu sebagaimana diceritakan oleh Yesus dalam perumpaman hari ini. Seorang anak yang menuntut agar diberikan seluruh harta warisan yang menjadi haknya. “Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.” (Luk 15:12). Terhadap tuntutan itu, Bapa memberikan semua harta yang menjadi haknya. Mungkin pada saat itu terbersit dalam hati bahwa Bapa begitu baik. Bapa selalu memperhatikan kebutuhan anak-anaknya.
Namun, walaupun demikian, kita lebih memilih pergi menjauh dan melepaskan diri dari kesatuan dengan Bapa. Sebagaimana si anak bungsu, setelah mendapat harta warisan, langsung pergi ke kota yang jauh dari bapanya. “Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.” (Luk 15:13). Dia pun menghambur-hamburkan harta dengan pesta pora.
Demikian pun situasi batin hidup kita! Pada saat memiliki berlimpah “harta” kita semakin menjauh dari Tuhan. Kita hanya sibuk dgn diri kita sendiri dan lupa akan Bapa. Kita berfoya-foya, menyenangkan semua kebutuhan daging kita.
Semakin menjauh dari Tuhan, pada dasarnya semakin terbuka kemungkinan yang sangat luas untuk jatuh ke dalam dosa. Kita merasa menjadi manusia bebas yang seakan tidak terikat dengan Bapa. Ikatan batin dengan Bapa semakin memudar. Hidup kita hanya berorientasi pada diri sendiri. Dan saat inilah, pada saat kita semakin bergelimpangan dengan dosa, maka kita pasti mengalami derita.
Pada saat derita yang disebabkan oleh dosa melanda dan persoalan demi persoalan menghiasi hidup, maka kita pun mulai teringat akan kasih Bapa. Kesadaran akan kebaikan Bapa kembali disentil dalam lubuk hati kita. Sebuah kesadaran untuk kembali ke rumah, mengakui kesalahan, dan memohon belas kasih Bapa. Pertobatan harus sungguh-sungguh lahir dari kedalaman hati seperti si anak bunsu. “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa” (Luk 15:18). Sebuah kesadaran untuk kembali!
Bertobat adalah berjalan pulang. Kembali ke rumah Bapa dan bersatu denganNya!
Marilah kita belajar dari sikap batin si anak bungsu ini. Menyadari kedosaan dan berani kembali kepada bapanya dengan rendah hati. Kita menanggalkan kesombongan dan keegoisan kita. Kita belajar merendahkan diri dengan tulus untuk bertobat. Percayalah, Bapa kita penuh belas kasih. Dia membuka tangan lebar-lebar, mengenaikan pakaian terbaik untuk anaknya yang “telah mati dan kini hidup kembali”. Tuhan menyambut dengan penuh sukacita pertobatan kita. Buah dari tobat adalah hidup baru bersama Kristus.
Selamat hari Minggu, Tuhan memberkati n Ave Maria!