Pentingnya Pastoral Pendidikan Calon Imam

377
Pentingnya Pastoral Pendidikan Calon Imam
Foto Sejumlah Pembina Calon Imam OSA, Bersama Sejumlah Frater OSA

Sdr. Ino Moa Lusi, OSA
(Mahasiswa Pasca Sarjana semester II, di STFT Fajar Timur-Abepura)

Pendahuluan

Formasi dalam pembinaan calon imam mempunyai peran yang begitu urgent bagi persiapan tugas perutusan calon imam kelak sebagai petugas pastoral. Tujuan utama dari proses pembinaan ialah untuk mengarahkan para calon imam untuk bisa menjadi gembala bagi jiwa-jiwa yang sejati seturut teladan Yesus Kristus sebagai Guru, Imam, dan Gembala (OT 4). Bidang yang sebaiknya menjadi perhatian penting ialah pastoral.

Dalam bidang ini, para calon imam harus sudah menentukan sasaran dari pembinaan. Sasarannya ialah agar mereka memiliki keterampilan pastoral yang memadai, yang harus juga ditunjang dengan pembinaan kepribadian, kerohanian, dan intelektual (Purwatmo, 1992: 84).

Tulisan ini hendak menguraikan sedikit pandangan tentang pendidikan pastoral yang berguna dalam kehidupan berkomunitas baik itu di seminari maupun di biara-biara yang merupakan tempat pembinaan para calon imam. Selain itu pula agar kita saling menyadari dan menegur dalam kasih sebagai saudara dalam Bapa yang satu (bdk. Fil. 1:3). Tulisan ini memang singkat, namun tetap menekankan betapa pentingnya pendidikan pastoral dalam pembinaan calon imam.

Pastoral Pendidikan Calon Imam

Hal yang harus diperhatikan dan dilakukan agar para calon imam menyadari pentingnya berpastoral dengan baik dan benar ialah dengan mengadakan program pastoral dalam masa pembinaan di komunitas masing-masing, yang di dalamnya terkait juga dengan pendidikan yang tidak di temukan dalam kampus (pendidikan non formal). Pastoral dalam pendidikan calon imam, alangkah baiknya dilakukan oleh formator yang memang benar-benar berkompeten dalam bidangnya. Formator merupakan juru kunci, yang menjadi penentu semangat dan efektifitas dari pembinaan yang terlaksana.

Formator yang benar-benar berkompeten merupakan element yang menjadi perlu, agar output-nya benar-benar dapat menjadi gembala yang berbobot bagi Gereja dan umat yang akan digembalakan. Sebab jikalau formatornya, hanya menjalankan tugas berdasarkan jadwal dan formalitas semata tanpa inisiatif, maka para calon imam akan mengalami kesulitan nantinya ketika berada di medan pastoral. Sebab, menjadi imam bukanlah perkara mudah, layaknya jenjang waktu pelaksanaan kontrak pekerjaan. Menjadi imam merupakan pelayanan, panggilan dan pekerjaan seumur hidup, hingga meregang nyawa.

Hal mendasar yang perlu dibangun dalam pastoran pendidikan calon imam ialah pentingnya kesadaran akan relasi dengan Tuhan yang merupakan kerinduan mendasar yang sudah ada dalam hati manusia (Kan. 244, bdk. KGK 27). Paus Fransiskus pernah berpesan kepada para imam dan para calon imam, bahwa membangun relasi dengan Tuhan merupakan hal yang sangat penting. Relasi dengan Tuhan terwujud dalam keikutsertaan aktiv dalam Perayaan Ekaristi tiap hari. Para imam dan para calon imam hendaknya sadar diri dan membangun relasi dengan Tuhan. Melalui doa dan Ekaristi yang merupakan hal paling esensial bagi imam dan calon imam. Ekaristis merupakan harga mati bagi imam dan calon imam.

Cara agar para calon imam mengetahui bagaimana menjalin relasi dengan Tuhan dapat terjadi seperti apa dan bagaimana, ada baiknya formator harus terlebih dahulu memberikan kesaksian tentang bagaimana caranya menjalin relasi yang intim dengan Tuhan (Kan. 261). Formator terlebih dahulu hendaknya memberikan kesaksian dalam perbuatan kemudian memperkenalkannya (perkataan) kepada para calon imam. Relasi intim para calon imam dengan Tuhan merupakan sumber utama panggilan dan kekuatan utama agar bisa menjalankan berbagai proses pembinaan dalam komunitas.

Hal ini dapat diwujudkan oleh para calon imam melalui berbagai kegiatan kerohanian yang telah diprogramkan dan telah dijalankan. Pembinaan rohani menjadi penting sebab dapat mengantar para calon imam pada penyempurnaan dan persekutuan yang mesra dengan Bapa, melalui Putra-Nya Yesus Kristus, dalam Roh Kudus (OT 8). Semua aspek pembinaan ini diarahkan melalui pembinaan pastoral di dalam komunitas seminari maupun di biara-biara. Pembinaan pastoral akan mengarahkan para calon imam kepada persekutuan yang semakin mendalam dengan cinta kasih pastoral Yesus (PDV 10).

Pastoral yang tepat menurutku dalam masa pendidikan calon imam ialah pewartaan Injil dalam seluruh praktik kehidupan. Ketika para calon imam berhasil mempraktekan nilai Injil yang telah mereka wartakan, cita rasa Gereja akan sangat terasa dan kelak akan terwujud dalam diri seorang imam yang berjiwa gembala. Jiwa gembala itu juga akan turut terlibat dalam karya pembebasan berdasarkan semangat Injili.

Untuk mencapai tujuan ini, para calon imam memerlukan sarana-sarana yang turut membentuk aspek pastoralitas. Sarana-sarana tersebut ialah studi teologi, studi pastoral dan praktik pelayanan pastoral (asistensi, TOP dan TOK). Sebelum para calon imam melaksanakan praktik pelayanan pastoran pada masyarakat luas (pelayanan eksternal), ada baiknya mereka terlebih dahulu melakukan pelayanan atau aktivitas pastoral di dalam komunitas masing-masing (pelayanan internal).

Pelayanan mereka dapat dikatakan berhasil jikalau sudah ada kesadaran dalam diri para calon imam akan penghargaan terhadap lingkungan sekitar, semangat pelayanan di dalam komunitas, semangat kepekaan untuk menjaga dan merawat fasilitas serta tingginya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan di pos kerja masing-masing. Jikalau hal-hal di atas belum terwujud, ada baiknya janganlah dulu terlalu bersemangat untuk melakukan pelayanan di luar komunitas.

Lakukanlah dahulu pekerjaan kecil di dalam komunitas, maka engkau akan diberi tanggungjawab yang lebih besar (bdk. Mat. 25:21, 23). Hal yang menjadi penyebab dari kelemahan-kelemahan di atas ialah kurangnya rasa solidaritas dalam diri para calon imam. Solidaritas yang dimaksud ialah kesadaran akan rasa memiliki terhadap sesama saudara di dalam komunitas, segala aturan di dalamnya, fasilitas di dalamnya dan juga tugas yang ada di komunitas.

Di sinilah letak fungsi pastoral pendidikan calon imam, agar para calon imam dapat dilatih untuk sanggup membangun rasa kepedulian terhadap segala sesuatu, yang di dalamnya mencakup kepedulian terhadap kehidupan sesama, komunitas, lingkungan, dan juga umat. Tujuan utama dari pastoral pendidikan calon imam ialah agar dapat mengarahkan para calon imam pada persekutuan dan relasi yang semakin mendalam dengan cinta kasih pastoral Yesus Kristus. Oleh karena itu, pastoral pendidikan calon imam adalah salah satu aspek yang bisa membangkitkan kesadaran akan solidaritas dalam diri para calon imam terhadap kenyataan yang ada di sekitarnya.

Penutup

Dalam pastoral pendidikan calon imam, para calon imam dididik dan dilatih untuk mampu membangun kerja sama dengan yang lain di dalam komunitas dan di luar komunitas, peduli dan bertanggungjawab terhadap orang lain, lingkungan, tugas, dan fasilitas. Sehingga melalui pastoral pendidikan calon imam, para calon imam dididik dan dibina untuk tahu, sadar, bertanggung jawab dan peka terhadap kehidupan di dalam komunitas yang pastinya akan berdampak pada kehidupan di luar komunitas nantinya.

Dalam kesadaran dan kepekaan pada diri para calon imam, solidaritas yang dapat dibangun ialah solidaritas lintas batas. Dengan kata lain, di dalam solidaritas lintas batas, prinsip kasih tidak mengenal kategori-kategori diferensiasi yang dibuat oleh manusia. Inti sari dari solidaritas ini ialah melayani setiap orang tanpa memandang status, suku, ras, budaya, agama dan golongan-golongan lainnya. Pelayanan dengan cara solidaritas lintas batas, sangat mudah dilihat dalam diri seorang Paulus (bdk. Rm. 15:16). Solidaritasnya sudah tak sebatas pada satu agama, satu suku-budaya dan lain sebagainya.

Pastoral pendidikan calon imam menjadi perlu agar dapat membantu para calon imam untuk semakin memperkuat kualitas manusia jasmani dan juga kualitas manusia rohaninya serta memberi pengalaman rohani yang dapat menguatkan motivasi panggilannya untuk tetap berfokus pada Kristus.
“Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal. 6:2).