Diakon Kristianus Sasior, OSA
Komsos KMS.com-sebuah kekeliruan apabila ada anggapan masyarakat Papua yang mengatakan bahwa kita masih kaya akan kebudayaan kita yang masih utuh. Kehidupan masyarakat Papua, pada masa lalu yaitu pada masa sebelum mengenal budaya baca-tulis dan masuknya dunia modernisasi serta dunia digital adalah masa yanng sangat berbeda dengan kehidupan masyarakat saat ini. Pada masa lampau masyarakat hidup dalam suasana asli, yaitu suasana yang didominasi dan dijiwai oleh nilai-nilai budaya dan adat-istiadat yang masih kental dan asli. Nilai-nilai dan adat-istiadat masyarakat saat itu belum di pengaruhi dan belum terjadi asimilasi (percampuran) dengan nilai-nilai budaya luar. Segala pola hidup dan prilaku masyarakat pada saat itu di tentukan oleh nilai-nilai budaya dan adat-istiadat yang asli,yang murni tanpa distoris (digeser) oleh pengaruh nilai-nilai budaya luar (orang lain ).
Praktek nilai-nilai budaya dan adat-istiadat sungguh mempengaruhi seluruh tatanan hidup, baik secara individu, keluarga maupun dalam seluruh tatanan hidup bersama. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa eksis pula praktek-praktek negatif dalam kehidupan masyarakat pada masa lampau masih bertahan hingga saat ini. Namun dalam realitas yang sekarang dihadapi oleh masyarakat tidak demikian, nilai-nilai positif yang mempengaruhi kehidupan masyarakat masa lalu seperti praktek hidup yang merupakan perwujudan nilai budaya masyarakat diantaranya: Nilai pendidikkan ketrampilan, moral-etika (perilaku atau kepribadian) dan rohani. Sebagai orang yang berbudaya, maka tentu dengan jujur kita katakan bahwa budaya lokal di seluruh daerah Papua ini, sedang berada di ambang pintu kepunahan, terutama seni dan bahasa serta aspek budaya yang lainnya. Melihat realitas yang sedang di hadapi oleh masyarakat Papua, terutama generasi muda sekarang yang memiliki konsep yang keliru bahwa mereka (generasi muda) gengsi terhadap budaya karena budaya merupakan hal yang kuno atau ketinggalan zaman dan seterusnya.
Oleh sebab itu, menurut kepala sekolah SMP N 23 Senopi Herman Syufi, Spd. Bahwa Identitas budaya merupakan kesadaran dasar terhadap karakteristik khusus dari suatu daerah terutama dalam hal, adat, bahasa, pakaian dan nilai-nilai budaya harus perlu di jaga dan dilestarikan. “Saya berharap kita semua harus memliki rasa tanggung jawab atas budaya kita, sesuai dengan bidang kita masing-masing, misalnya kami di sekolah harus mengajar dan mendidik anak-anak dengan mengajarkan mereka tentang bahasa seperti bahasa Mpur, Ireres dan Miyah. yang selama ini saya terapkan di sekolah ini” tuturnya. Pelestarian budaya adalah upaya untuk mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, luwes, dan selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah dan berkembang. Dari masa ke masa, kesenian tradisional sebagai salah satu unsur kebudayaan lokal mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya terutama oleh para generasi muda. Masuknya pengaruh budaya asing terhadap budaya lokal dalam bidang kesenian yang berasal dari mancanegara dirasa lebih menarik dan mewakili jiwa muda, banyak menggeser ruang gerak kesenian tradisional.
Untuk budaya tersebut maka, pada momen Menjelang Ujian Praktek bagi anak-anak kelas IX SMP N 23 Senopi, Para peserta ujian memperlihatkan identitas mereka sebagai generasi muda yang masih menghormati dan menjunjung tinggi budaya dengan menggunakan busana lokal (pakian adat) sebagai salah satu bentuk upaya pelestarian budaya. Pakaian Adat merupakan simbol kebudayaan daerah. Untuk menunjukan asal daerah atau suku. Pakaian adatpun menunjukan identitas diri dan daerah asal. Kebanyak orang dikenal oleh orang lain hanya melalui, budaya entah bahasa, pakaian, tarian maupun aspek budaya yang lain. Pasalnya setiap daerah di Papua atau Indonesia memiliki pakaian atau busana adat yang berbeda-beda. Pakaian adat biasanya dipakai pada momen-momen tertentu. Oleh sebab itu budaya semestinya dihormati dan di jaga nilai-nilai kesakralannya, sebab dari sanalah orang tua kita di bentuk dan di didik melalui aturan-aturan yang berlaku demi tata tertib hidup.
![]() |
Penulis: Diakon Kristianus Sasior, OSA |