JAYAPURA, KOMSOSKMS.ORG – Di tengah riuhnya agenda pemerintahan menyongsong Pemungutan Suara Ulang (PSU) 6 Agustus 2025, satu pertemuan penting berlangsung tenang namun sarat makna di ruang rapat Dinas Pendidikan Provinsi Papua. Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Papua hadir dalam audiensi resmi bersama Kepala Dinas Pendidikan untuk menyuarakan dua hal utama: penyampaian pelantikan pengurus baru dan keresahan mendalam atas kebijakan pendidikan yang dirasa semakin menyudutkan sekolah swasta di Bumi Cenderawasih, Senin, 28/07/2025.

Pertemuan yang berlangsung resmi namun penuh keakraban dan persaudaraan ini, disampaikan langsung oleh Ketua Umum Terpilih Silvester Lobya, S.Sos, didampingi jajaran formatur terpilih. Audiensi tersebut menjadi ruang bagi BMPS untuk menyampaikan secara terbuka sejumlah tantangan yang dialami sekolah swasta, mulai dari ketimpangan regulasi hingga implementasi kebijakan pendidikan gratis yang belum berpihak.
Pendidikan Gratis yang Tidak Setara
Dalam kesempatan itu, BMPS menyoroti kebijakan pendidikan dasar tanpa pungutan yang diatur melalui Surat Edaran Dinas Pendidikan Kota-Kabupaten Jayapura. Kebijakan ini, meskipun dibungkus dengan semangat keadilan sosial, ternyata menyisakan ketimpangan. Sekolah swasta yang tidak mendapatkan subsidi operasional setara dari pemerintah terpaksa menanggung beban pembiayaan secara mandiri, sementara di sisi lain dilarang menarik sumbangan dari orang tua murid.

Ini ibarat swasta disuruh menyelenggarakan pendidikan gratis, tapi tidak diberi alat. Sekolah swasta, terutama yang berada di daerah pedalaman, tak mungkin berjalan hanya dengan semangat.
Penempatan Guru PNS dan PPPK Dinilai Diskriminatif
Persoalan krusial lain yang mencuat adalah distribusi tenaga guru ASN dan PPPK. Menurut BMPS, sejak beberapa tahun terakhir, penempatan guru oleh pemerintah cenderung mengabaikan sekolah-sekolah swasta, terutama yang bernaung di bawah yayasan keagamaan yang sudah puluhan tahun berkarya di Papua. Akibatnya, banyak sekolah swasta kekurangan guru tetap, sementara sekolah negeri menerima kelebihan formasi.
Padahal secara konstitusional, pendidikan itu tanggung jawab bersama. Ketika negara hadir, harusnya dia hadir juga untuk semua — termasuk sekolah swasta.
Permohonan Pelantikan Pengurus BMPS Papua
Di tengah persoalan struktural tersebut, Lobya, juga menyampaikan rencana pelantikan pengurus BMPS Provinsi Papua, yang telah terbentuk melalui rapat formatur sejak Juni lalu kepada Kepala Dinas Pendidikan, dan memohon dukungannya. Pelantikan ini diharapkan menjadi momentum penguatan peran BMPS sebagai mitra strategis pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan mutu pendidikan di Papua.
“BMPS hadir bukan untuk melawan pemerintah, tetapi menjadi mitra strategi pemerintah, yang kritis konstruktif. Kami ingin ada ruang komunikasi yang terbuka dan setara,” kata Ketua Umum dalam pernyataannya.
Harapan akan Kemitraan yang Adil
Audiensi ini diakhiri dengan harapan bahwa Pemerintah Provinsi Papua, melalui Dinas Pendidikan, dapat menanggapi serius aspirasi sekolah swasta. BMPS mendorong agar ke depan, kebijakan pendidikan di Papua dirumuskan dengan pendekatan kolaboratif, tanpa diskriminasi terhadap bentuk penyelenggaraan pendidikan.
“Sekolah swasta di Papua bukan pelengkap penderita. Kami bagian dari solusi,” tutup Ketua Umum dengan penuh harap.
Respons Positif dari Dinas Pendidikan
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua, Christian Sohilait, S.T., M.Si dalam tanggapannya, menunjukkan empati dan komitmen yang kuat. Ia menyatakan bahwa sudah ada SK Menteri yang keluar, terkait guru PPPK yang sebelumnya menduduki jabatan struktural, kini akan dikembalikan ke jabatan fungsional, sehingga yayasan swasta juga akan mendapatkan tenaga guru dari negeri. “Ini bisa kita atur, teman-teman negeri lihat di mana guru-guru banyak, akan didistribusikan sebagian ke sekolah swasta, sehingga semua sekolah bisa merata dalam penempatan guru,” pintanya.

Selain itu, disinyalir bahwa ada trend di mana sebagian sekolah penuh sesak dengan jumlah siswa baru, namun sebagian sekolah justru kekurangan siswa. “Memang mau supaya semua sekolah bisa memiliki jumlah siswa yang sama, maka harus punya kualitas yang sama, dan itu yang kita perjuangkan bersama. Dalam satu tahun ini, di beberapa sekolah negeri maupun swasta ada trend yang mulai naik, trend mulai membaik. Dulunya hanya terima siswa 150 saja, sekarang sudah mencapai 400-an. Ini tanda bahwa trend mereka sudah mulai berubah. Kenapa sudah mulai berubah? Karena standar-standar yang diikuti oleh sekolah yang bagus itu, sekarang sudah mulai turun, dan memengaruhi sekolah lain,” ungkapnya lagi.
Kadis berharap, bahwa semua teman-teman swasta yang hari ini membina dan mendidik anak-anak Papua, anak-anak bangsa ini, akan mendapat perlakukan yang sama. “Saya mendorong semua sekolah untuk membenahi dapodik sekolah, sehingga bisa terakomodir dalam berbagai kebijakan pemerintah yang dibuat”.
“Mimpi kita satu waktu, semua sekolah punya kualitas yang sama, sehingga orang tua kebingungan mencari sekolah yang baik. Kan, semua baik. Kiri baik, kanan baik, belakang baik. Itu mimpi kita, dan harusnya kita bisa wujudkan. Kita perkuat teman-teman swasta supaya mereka lebih kuat. Maka, manajemen sekolah perlu diperbaiki dan diperkuat,” tegas Sohilait penuh semangat.
Ia juga menekankan bahwa kualitas sekolah swasta harus terus ditingkatkan agar tetap kompetitif dan diminati masyarakat. “Sekarang ini kita lihat ada sekolah yang kelebihan siswa, sementara sekolah lain kekurangan. Ini harus kita tata bersama. Pemerintah siap bekerja sama.”
Terkait rencana pelantikan pengurus BMPS Papua, Dinas Pendidikan menyatakan akan mendukung secara teknis, termasuk penyediaan tempat dan konsumsi dalam acara tersebut. Sebuah dukungan luar biasa kepada BPMS di tengah perjuangannya untuk segera dilantik resmi. (Demmy Namsa)