Mengapa sampai sekarang ini, anak kecil kami larang untuk tidak memakan daging kasuari? karena akan berbahaya bagi dirinya dan keluarganya.
(Bpk. Samuel Bless)
Nenek moyang pertama adalah seorang ibu kasuari yang memiliki kehidupan di dunia ini. Ibu kasuari mempunyai seorang suami yang juga adalah seekor kasuari jantan. Keduanya hidup bersama-sama dengan ketiga anaknya, yakni anak manusia, seorang pria dan yang lainnya adalah dua perempuan bersaudara. Mereka muncul di atas muka bumi melalui sebuah celah gua. Cerita tentang kasuari dapat terjadi di pedalaman, yakni di Kekean. Anak lelaki tersebut dapat menikah dengan kedua saudara perempuannya. Suatu waktu, mereka pergi berburu, tetapi saudaranya perempuan yang tertua, yang juga isterinya itu mengira bahwa ia telah pergi meninggalkan mereka. Sambil menangis, ia hendak pergi ke pesisir pantai selatan, tetapi ketika di pantai, ia menderita karena terkubur masuk ke dalam pasir pantai. Suaminya berlari ke arah pantai pasir di mana isterinya terkubur untuk melihat apa sesungguhnya yang terjadi, namun sayang, ia sudah lambat sekali. Sang isteri telah berubah menjadi kerang laut di pantai, hantunya dengan dua mata besar dan berkumis lebat. Ia bergegas lari kembali ke isteri keduanya, tetapi isterinya pun telah pergi jauh dan di sana ia pun berubah menjadi pohon nipah laut. Sekarang suami tinggal seorang diri, Ia hendak mencari sagu untuk dimakan, tetapi ada babi dengan dua taring bermata pisau di antara gigi-giginya, dengan demikian, ia pun berubah menjadi babi. Padahal ia dengan kedua saudara yang juga isterinya itu, telah memiliki tiga orang anak, yang merupakan nenek moyang orang Inanwatan dan Kokoda. Semua manusia berasal dari daerah ini, tetapi karena diterjang oleh banjir lumpur besar maka banyak orang terseret dan hanyut terbawa pergi jauh, setelah banjir bandang, hanya yang tersisa di hutan itu, seorang pria dan wanita dan mereka memiliki seorang anak kecil, anak laki-laki. Di dusun itu, bagaiamana pun juga, tetapi masih saja terdapat roh-roh jahat yang masih berkentayangan, dan merasuki ayah anak itu. Suatu hari ketika lelaki ini bersama isterinya hendak menebang sagu, Anaknya mau menangis karena minta makan tetapi anak kecil ini pun dibawa pergi karena ia yang ketakutan dan trauma dengan roh jahat itu, mula-mula, ia terdampar di bawah dahan sewing di bawah kolong rumah di mana ibundanya telah terkubur di situ, dan ketika hendak mencari ibundanya, ia mendapati bagian kemaluan ibundanya. Anak kecil itu menangis dan menangis, lalu lelaki itu memasukkannya ke dalam pohon lalu ditinggalkan di sana. Seekor kuskus lewat dan bertanya kepada anak itu, “mengapa engkau menangis?” Anak kecil ini menjawab, “ayah saya melupakan saya tertinggal di belakang!’ Lalu kuskus membawa anak ini dan anak itu kemudian berubah menjadi kuskus juga. Selanjutnya, arwah dari orang itu mengikuti lelaki itu dan memintanya mendirikan satu rumah besar dengan banyak kamar. Ia pun melakukan hal itu, sebagaiamana dipesan ibunda, kasuari, Burung Kasuari dapat masuk lewat rumah itu, ia pun membunuhnya dengan kampak kecil yang dibawanya itu, tetapi arwah dari nenek itu berbicara kepadanya, “Jangan makan kasuari itu ya! Cukup dipotong-potong menjadi beberapa bagian saja dan masukkan dua panggal daging kasuari itu di setiap kamar. Dan, akan terjadi banyak orang-orang baru lagi di sini!” Maka ia bersama isterinya pun ikut ada di dalam orang-orang yang berubah dari daging kasuari itu. Dengan demikian, kami ini adalah keturunan kasuari. Dan, mengapa sampai sekarang ini, anak kecil kami larang untuk tidak memakan daging kasuari? karena akan berbahaya bagi dirinya dan keluarganya!*
Di Pegunungan bagian utara, yakni lembah Kebar, ada seorang sosok pra manusia, bernama Babuafe. Ia hidup Bersama isteri-isterinya (dua bersaudara), Lelaki itu dengan dua perempuan itu, terus menerus berbohong satu sama lain, tetapi suatu hari, lelaki itu muncul kemarahan dan membawa isteri yang muda pergi ke hutan. Di dalam hutan ia mengikat kedua tangan dan kakinya di atas bahu dengan seutas tali dan dibuang jauh-jauh ke pohon beringin, ia mengundang saudara iparnya itu menangkap ular naga besar yang melakukan hubungan badan dengan perempuan itu. Perempuan itu mati tetapi kemudian bangkit lagi setelah kakak perempuannya datang menggulung-gulungkan tubuh ular yang melingkar saudaranya itu hingga keluar dan dilempar jauh-jauh dari tubuhnya. Ular yang terus melilit tubuh perempuan itu dipotong menjadi beberapa bagian, ia mamasukkan ular gemuk itu dengan bambu dan dicampur dengan sayuran lalu dipanggang dalam api, setelah itu diasajikan kepada manusia yang ada sebagai hidangan untuk santapan empuk. Lelaki itu melahap ular gemuk itu kemudian lelaki itu hamil dan melahirkan dua anak melalui ‘schortumnya”, sama halnya dengan kebudayaan heroik Fentori yang pernah melahirkan anak. Babuafe membuat peraturan bahwa di masa mendatang, perempuan sajalah yang bisa melahirkan. Dengan demikian, setelah itu, Fentori ditolak ibunda ayahnya. Dia mencari hingga ke sungai. Dia masih hidup di dataran rendah. Dengan demikian ia bisa selamat.*
In English Version
In the mountains to the north of the Kebar Valley, a prehumen called Babuafe, lived together with his wives (two sisters). The man and the women continually cheatetd each other. But one day the man grew angry and took the younger sister to the forest. There he tied her, with her arms and legs widespread, to a waringin tree, and invited in his brother- in law a huge snake. to penetrate the woman. She dead but come to life again after her elder sister succeded in luring the snake out of her body. Upon which she cut the snake into pieces. Then. Both sisters put the snake,s fat, mixed with vegetables, into a bamboo, and having roasted, its contents, they gave it to the man as food. The men ate snake,s fat, became pregnant, and delivered a child by way of his schrotum. Thus, was the culture hero Fentpri born. Babuafe ordered that in future, women would have deliver children. Subscequently, Fentori was rejected, by his father,s wife. He was thrown into the river. However, he survived, and downstream-having acquired a fair skin (after having eaten many bananas) he merried two cooperative women.*