SAGKI 2025: Gereja Indonesia Berkaca, Melangkah dalam Semangat Misioner

25
Pemaparan materi pada SAGKI 2025 hari Kedua

JAKARTA, KOMSOSKMS.ORG  – Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025 memasuki hari kedua dengan suasana penuh semangat dan refleksi, pada Selasa 4 November 2025. Bertepatan dengan peringatan Santo Carolus Borromeus—Uskup Agung Milano yang dikenal karena pelayanan kasihnya di tengah pandemi dan kemerosotan moral—para peserta diajak meneladani semangat pengabdian sang santo.

Perayaan Ekaristi pada hari kedua SAGKI 2025

Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap (Uskup Agung Medan), yang dalam homilinya menggugah para peserta untuk menjadi gembala yang setia di tengah tantangan zaman.

Suara Gereja dari Lima Provinsi Gerejawi
Pada sesi pertama, para utusan dari lima provinsi gerejawi beserta Ordinariat Castrensis Indonesia (OCI) menyampaikan laporan tentang kehidupan Gereja setempat: Jakarta, Palembang, Makassar, Kupang, Ende, dan OCI.

Laporan perkembangan Gereja di Regio se-Indonesia

Diskusi berlangsung hangat dan kritis. Isu-isu strategis yang mengemuka mencakup peran perempuan, keamanan dan safeguarding, dukungan pemerintah yang melemah, hingga kondisi pastoral di daerah terpencil seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur. Menurut catatan A. Eddy Kristiyanto, OFM, sesi ini mencerminkan “wajah Gereja Katolik yang paling hidup dan representatif.”

Tantangan dan Kolaborasi Misioner
Sesi kedua diisi dengan paparan dari lima provinsi gerejawi lainnya: Semarang, Merauke, Medan, Samarinda, dan Pontianak. Beragam persoalan muncul—mulai dari perusakan alam, perdagangan manusia, penyalahgunaan narkoba, rendahnya pemahaman iman, korupsi, hingga feodalisme dalam kehidupan Gereja.

Pendalaman Materi Sidang SAGKI 2025

Sebuah slogan dari Kalimantan menarik perhatian: “Layani dulu, urusan belakang kemudian,” merujuk pada sikap rumah sakit Katolik yang tetap melayani meski menghadapi kendala administrasi BPJS.

Pada sesi sore, Sosiolog Yohanes I. Wayan Marianta SVD memaparkan gagasan tentang “Panggilan dan Perutusan Gereja dalam Bermisi.” Ia menekankan pentingnya kolaborasi misioner dan gotong royong misioner sebagai paradigma baru dalam pelayanan Gereja. Mengutip semangat Gaudium et Spes, Gereja diajak hadir di tengah dunia secara halus, tidak frontal, dan kontekstual, terutama di hadapan kekuasaan yang represif.

Mgr. Hilarion Datus Lega, Uskup Manokwari-Sorong memberi masukan pada SAGKI 2025

Teolog F.A. Purwanto SCJ kemudian mengulas tantangan dan peluang bermisi ad intra, menyoroti perlunya paradigma Gereja sebagai “rumah sakit lapangan” (field hospital). Ia mengingatkan agar Gereja tidak jatuh ke dalam pelagianisme—percaya berlebihan pada kemampuan sendiri—seperti yang diingatkan Paus Benediktus XVI. Purwanto juga menegaskan bahwa semangat “field hospital” mesti diimbangi dengan gerak preventif, formatif, reflektif, dan proflektif.

Foto bersama peserta Sidang SAGKI 2025

Dari sisi misi ad extra, Karlina Supeli dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara menyoroti ketimpangan sosial-politik dan pembangunan yang tidak merata di Indonesia. Ia menegaskan bahwa Gereja Indonesia memiliki karakter “anomali,” namun tetap menunjukkan dimensi meta-historis—yakni iman pada Roh Kudus yang terus menghidupkan dan memberdayakan umat di tengah gelapnya kemanusiaan.

Refleksi dalam Kelompok Kecil

Sesi malam hari diakhiri dengan pengendapan bersama dalam kelompok kecil. Para peserta diajak merenungkan materi hari itu dan menyampaikan refleksi melalui platform digital.

Salah satu Utusan Keuskupan Manokwari-Sorong, Ima Turot, untuk mengikuti SAGKI 2025

Meski terkendala kualitas sound system, suasana tetap kondusif. Diskusi kelompok yang intim justru memperkaya pengalaman bersama, menutup hari kedua SAGKI 2025 dengan kesan mendalam dan semangat pembaruan.

Sumber: Mirifica.net