Renungan Harian, Minggu, 12 Oktober 2025
Pekan Biasa XXVIII
Bacaan I: 2Raj 5:14–17
Bacaan II: 2Tim 2:8–13
Bacaan Injil: Luk 17:11–19
“Hati yang Tahu Bersyukur”
Mengucap syukur. Kedengarannya sederhana, tetapi dalam kenyataan hidup sehari-hari, hal itu tidak selalu mudah dilakukan. Kita sering lebih cepat mengeluh daripada bersyukur. Ketika ada masalah sedikit, kita mudah kecewa dan merasa Tuhan tidak adil. Namun, saat menerima berkat, kita sering lupa berterima kasih kepada-Nya. Padahal, ucapan syukur adalah tanda bahwa hati kita masih peka dan sadar akan kasih Tuhan yang bekerja dalam hidup.
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus menyembuhkan sepuluh orang kusta. Namun, hanya satu orang saja yang kembali untuk mengucap syukur — dan orang itu bukan orang Yahudi, melainkan seorang Samaria, yang justru dianggap “orang luar” dan “tidak layak” secara sosial-religius.
Tindakan sederhana dari si Samaria ini mengandung makna yang sangat mendalam. Ia menyadari bahwa kesembuhan yang diterimanya bukan hasil usahanya sendiri, melainkan anugerah Allah. Kesadaran itulah yang membuatnya kembali kepada Yesus dengan hati penuh syukur.
Sementara yang lain, meskipun sama-sama disembuhkan, tidak merasa perlu kembali. Inilah potret hidup kita juga — sering kali kita begitu sibuk menikmati berkat Tuhan, hingga lupa bersyukur kepada Sang Pemberi Berkat.
Dalam bacaan pertama, Naaman, seorang panglima perang dari Aram, juga mengalami hal serupa. Setelah disembuhkan dari penyakit kustanya oleh perantaraan Nabi Elisa, ia kembali untuk mengucap syukur dan mengakui Allah Israel sebagai satu-satunya Allah yang benar. Naaman tidak hanya disembuhkan secara fisik, tetapi juga mengalami kesembuhan rohani — hatinya berubah dari kesombongan menuju kerendahan hati dan iman.
Bersyukur bukan hanya soal berkata “terima kasih, Tuhan”, tetapi tentang menyadari dengan rendah hati bahwa segala sesuatu yang kita miliki berasal dari kasih Tuhan.
Kadang, kita terlalu sibuk menghitung apa yang belum kita miliki, sampai lupa menghargai apa yang sudah Tuhan berikan. Padahal, rasa syukur membuat hati kita damai dan hidup kita menjadi lebih ringan.
Bersyukur juga bukan hanya saat hidup berjalan lancar. Rasul Paulus dalam bacaan kedua menegaskan agar kita tetap setia dan tabah dalam penderitaan, karena “jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia.” (2Tim 2:11). Artinya, dalam situasi sulit pun, kita tetap bisa menemukan alasan untuk bersyukur — karena Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.
Hari ini, mari kita belajar dari Naaman dan si Samaria: Saat mengalami kebaikan, jangan lupa untuk kembali kepada Tuhan dan mengucap syukur. Saat menghadapi kesulitan, tetaplah percaya bahwa Tuhan sedang berkarya. Dan dalam segala hal, biarlah hati kita selalu penuh dengan ucapan syukur — sebab di situlah iman dan kerendahan hati kita tumbuh.
Selamat Hari Minggu! Tuhan memberkati dan Ave Maria!





