Pintu Surga Bukan Kecil, Tetapi Sempit

11
Konradus Jurman, S.S
Konradus Jurman, S.S
Pintu Surga Bukan Kecil, Tetapi Sempit 

(ROM 8:31-32; LUK 8:24)

 

Dikatakan bahwa pintu surga itu “sesak,” tentu bukan karena ukurannya kecil, tetapi karena memang banyak peminat yang mau masuk ke dalamnya.

Komsos KMS.com-Pengalaman hidup kita menunjukkan bahwa untuk memperoleh sesuatu, hampir pasti kita memperolehnya melalui suatu perjuangan. Untuk memperoleh sesuap nasi, seorang petani mesti membanting tulang mengolah sawah dan ladang, mengeluarkan dana dan tenaga. Ia harus tabah bertahan membajak di bawah sengatan sinar  matahari, hujan, angin dan badai.

Untuk mendapat jabatan tertentu dan istimewa dalam masyarakat, atau untuk memperoleh predikat pegawai negeri dalam sebuah negara, kita mesti mengikuti pendidikan bertahun-tahun, mengikuti testing tertentu tidak sedkit juga yang mencari jalan pintas dengan menggunakan dana jutaan rupiah untuk sogok-menyogok. Kenyataan-kenyataan ini mau menunjukkan bahwa seluruh irama hidup kita diwarnai dengan nilai-nilai perjuangan.

Memang antara perjuangan dan hidup memiliki keterkaitan yang sangat erat. Karena kita diberi nafas untuk hidup maka kita bisa berjuang, dan perjuangan itu sendiri sebenarnya juga untuk mempertahankan hidup kita. Bahkan, di saat-saat seseorang hendak menghembuskan nafas terakhir pun, kita masih tetap berupaya untuk memperpanjang masa hidupnya. Saudara, tanpa terasa bahwa kesibukan kita setiap hari, sekecil apapun bentuknya, sebenarnya merupakan upaya-upaya untuk mempertahankan hidup kita sendiri dan hidup orang lain.

Sebagai umat beriman, perjuangan kita untuk mempertahankan hidup ini, tidak hanya untuk mempertahankan hidup di dunia ini tetapi juga berjuang bagaimana caranya agar kita hidup kekal bersama dengan Allah di surga. Ada kebajikan-kebajikan tertentu yang harus kita lakukan dalam hidup bersama dengan orang lain, agar kita bisa memperoleh hidup bahagia, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Orientasi perjuangan hidup kita, tidak hanya bersifat sementara tetapi juga bersifat kekal abadi.

Saudara, ternyata yang memperjuangkan hidup kita agar hidup kita berbahagia di dunia ini dan terlebih di surga nanti, bukan semata-mata kita sendiri, bukan hanya manusia, tetapi Allah juga  secara serius memikirkan dan memperjuangkan nasib umat manusia. Dalam bacaan pertama tadi, St. Paulus berkata, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Dia malah tidak sayang akan Putera-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya untuk kita semua” (Rm 8:31-32).

Jadi, ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah Bapa sendiri berjuang keras, bahkan tidak segan-segan mengorbankan Putera-Nya sendiri demi menyelamatkan kita. Akan tetapi, walaupun Allah sendiri berjuang keras untuk menyelamatkan kita, itu tidak berarti kita tidak perlu lagi berjuang. Bukan! Akan tetapi, kita berjuang bersama-sama dengan Allah untuk membahagiakan hidup kita sendiri dan orang lain. Dalam bacaan Injil tadi, Yesus sendiri bersabda, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat” (Luk 8:24).

Dikatakan bahwa pintu surga itu “sesak,” tentu bukan karena ukurannya kecil, tetapi karena memang banyak peminat yang mau masuk ke dalamnya. (Kalau kita pernah menonton siaran televisi tentang ibadah haji di Tanah Suci Mekah, di sana para jemaah haji dari berbagai negara, berdesak-desakan dan berjuang merebut tempat di sekeliling Batu Ka’bah). Itu tidak berarti bahwa tanah suci Mekah ukurannya kecil, tetapi karena memang banyak peminat  yang hendak masuk ke dalamnya. Demikian juga dengan pintu surga, dikatakan “sesak” bukan karena ukurannya kecil, tetapi karena ada banyak orang yang ingin masuk ke dalamnya.

Andaikata, pintu surga itu kecil dan sesak, maka betapa sadisnya Allah karena Ia hanya mau menyelamatkan sedikit orang saja (barangkali hanya untuk yang berbadan kecil saja, sedangkan orang yang berbadan besar susah masuk surga). Tetapi di sisi lain, istilah pintu surga itu “sesak” mau mengatakan kepada kita bahwa untuk masuk ke dalam surga itu bukanlah suatu perjalanan yang mudah-mudah saja, melainkan suatu perjalanan yang membutuhkan perjuangan yang keras.*