Menghargai Budaya Pembayaran Mas Kawin Pada Suku Moskona

234
Fr. Anselmus Faan, Frater Frater TOP di Seminari Menengah Petrus van Diepen, Sorong

Apa yang Anda lihat dan pahami ketika Anda mengatakan inilah budaya Moskona, budaya Maybrat, budaya Tambrauw, budaya Tehit, budaya Mandacan, budaya Irarutu, budaya Sou, budaya Mbaham Mata, budaya Moi, budaya Ngalum, budaya Asmat, budaya Balim, budaya Flores, budaya Kei, budaya Jawa, budaya Tanimbar dan budaya Batak? Dalam konteks budaya kesukuan, kebudayaan seringkali dipahami secara sempit sebagai ekspresi seni suku-suku bangsa tersebut, sebagaimana tampak dalam lagu-lagu, tarian, drama, sendratari, benda dan hewan pembayaran mas kawin. 

Selain ekspresi seni dan pembayaran mas kawin, kebudayaan suku-suku bangsa sering juga dimengerti sebagai warisan masa lampau yang tampak dalam aturan-aturan adat, larangan dan tabu, sistem kepemimpinan, dan pesta-pesta adat. Kadang kebudayaan juga dimengerti sebagai sistem kepercayaan yang terungkap melalui mitos-mitos, konsep tentang yang kudus, dan ritual-ritual yang diselenggarakan dalam suku-suku bersangkutan. Pemahaman tentang kebudayaan yang tampak itu sesungguhnya baru mengungkapkan satu sisi paham kebudayaan, yakni fenomena kebudayaan. 

Fenomena kebudayaan ialah unsur-unsur atau bagian-bagian yang mengungkapkan kebudayaan. Dengan kata lain, fenomena kebudayaan adalah kebudayaan sebagai realitas objektif, yakni realitas yang dapat ditangkap oleh panca indra seperti melalui indra penglihatan, kita melihat kain adat pembayaran mas kawin. Pemahaman seperti itu tidak sepenuhnya keliru, tapi belum mengungkapkan secara tepat pemahaman tentang kebudayaan karena hakikat kebudayaan bukan hanya menyangkut hal-hal indrawi tersebut melainkan juga meliputi proses interaksi dan ikatan sosial, proses berpikir, merasa, dan mencipta, proses membarui nilai-nilai dan prinsip-prinsip kehidupan dalam suatu suku. Sebab itu, saya membahas mengenai nilai harga diri perempuan Moskona yang disimbolkan melalui kain adat pembayaran maskawin.       

Kain Adat Pembayaran Mas Kawin dalam Suku Moskona 

Kain adat pembayaran maskawin merupakan benda adat mas kawin yang diberikan oleh keluarga pihak laki-laki kepada orang tua dari anak perempuan yang hendak menikah dengan anak laki-lakinya. Benda adat yang saya maksudkan untuk membayar maskawin tersebut seperti,  kain adat, gelang putih besar, manik-manik, kampak dan anak panah.  

Kain adat merupakan benda adat pembayaran maskawin yang muncul sejak beradanya leluhur suku Moskona di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Menurut mitos asal-usul kain adat bahwa kain adat itu muncul dari alam melalui relasi leluhur Moskona dengan alam. Relasi tersebut melalui sistem barter atau saling tukar barang seperti burung, kuskus, dan kulit kayu dengan kain adat di alam. Kain adat yang ditukar dengan itu diberi nama sesuai dengan nama barang yang tukar. 

Kain adat itu antara lain (1) Miiefen orosus/pokek (kain adat asli nilai urutan ke-7). Jika kain ini dijual, maka satu lembar RP. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Mii Aidnok (kain adat asli nilai urutan ke-6), Jika diuangkan, maka harganya RP. 80.000.000,00 (delapan puluh juta) perlembar. (3) Mii Ivimow (kain adat asli nilai urutan ke-5). Kain ini satu lembar RP. 90.000.000,00. (4) Mii Ingog Eken Rot Ehta (kain adat asli nilai urutan ke-4), satu lembar kena uang sebesar RP.100.000.000,00 (seratus juta rupiah), (5) Mii Imenim Eken root ohtuk (kain adat asli berwarna merah dan hitam urutan ke-3), (6) Mii Engki eken root ehta (kain adat asli berwarna merah dan hitam, nilai urutan ke-2), kain ini dijual dengan harganya RP. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (7) Mii Erejinom/Erescinom (kain adat asli nilai urutan ke-1). Kain adat urutan satu ini kalau diuangkan, maka kena harga RP. 1.000.000.000.000,00 (satu triliun) per lembar. 

Informasi mengenai nama, jenis dan nilai kain adat sebagai benda pembayaran maskawin dalam suku Moskona itu, saya peroleh dari hasil wawancara dengan beberapa orang tua adat di Moskona Kabupaten Bintuni, Provinsi Papua Barat.  Saya mewawancarai Bapak Simson Syama sebagai orang tua adat. Selain Simson Syama, saya juga mewawancarai Bapak Efradus Orocomna, yang juga sebagai orang tua adat. Saya mewawancarai kedua orang tua adat itu melalui telepon pada tanggal 12 November 2019. 

Mas Kawin Kain Adat Sebagai Simbol Harga Diri Perempuan Moskona

Struktur simbolis mesti dibedakan, antara isi dan bentuk ungkapannya, isi atau apa yang disimbolkan dan bentuk atau apa yang menjadi simbolnya. Tetapi isi dan bentuk tak dapat dipisahkan. Isi hanya dapat kita tangkap melalui simbol atau bentuk ungkapannya, dan sebaliknya simbol hanya memiliki maknanya atau roh apabila mengungkapkan sesuatu yang menjadi isinya. 

Begitu pula simbol pembayaran maskawin dengan menggunakan kain adat. Kain adat sebagai bentuk ungkapan masyarakat Moskona dalam menghargai perempuan Moskona. Sedangkan isi atau apa yang disimbolkan melalui kain adat itu adalah kesetiaan, tanggung jawab, cinta kasih, persaudaraan, kerjasama, meneruskan keturunan dan menghargai jati diri perempuan sebagai manusia ciptaan Tuhan. 

Sebagian orang yang membaca tulisan ini pasti merasa heran dengan nilai kain adat yang harganya bunyi jutaan. Pasti merasa ragu, jengkel dan menghindari gadis Moskona yang cantik. Seorang laki-laki ketika melihat gadis Moskona pasti yang muncul dalam pikirannya ingat kain adat. Laki-laki yang berpacaran dengan perempuan Moskona pasti berpikir panjang sebelum mengambil keputusan untuk berkontak intim langsung dengan perempuan. Laki-laki itu bukan berpikir soal menghargai jati diri perempuan tetapi takut karena mas kawin mahal. Dia hanya melihat fenomena budaya yang tampak dari luar tetapi tidak melihat secara keseluruhan isi dari budaya (kain adat) itu. Sehingga seorang laki-laki lebih takut kain adat daripada menghargai jati diri perempuan yang harus dijaga. 

Perempuan bukan diperlakukan semaunya laki-laki. Perempuan bukan sebagai tempat pelampiasan nafsu. Perempuan bukan hanya berurusan dengan dapur saja. Melainkan, perempuan punya jati diri yang sama tinggi dengan laki-laki. Maka perlu untuk menghargai jati diri perempuan sebagai manusia ciptaan Tuhan. Dari rahim seorang Perempuan keluarlah bayi manusia Papua di atas tanah Papua. 

Penutup                   

Masyarakat dalam suku Moskona menghargai jati diri Perempuan Moskona terlihat melalui simbol-simbol. Salah satunya adalah simbol membayar maskawin dengan menggunakan kain adat.  Kain adat dengan harga yang tinggi sebagai tanda bahwa jati diri seorang perempuan jauh lebih berharga dari benda apa pun itu termasuk kain adat. Kain adat juga sebagai simbol ikatan persaudaraan antara keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan. Selain itu, kain adat juga sebagai simbol kesetiaan dan tanggung jawab dari kedua mempelai sebagai suami dan istri. Tanggung jawab seorang perempuan untuk masak, kerja kebun, mencuci pakaian, mengandung, melahirkan dan merawat anak dan terbuka menerima keluarga dari pihak laki-laki dan keluarganya sendiri.  Laki-laki juga tanggung jawab untuk kerja menjamin kehidupan istrinya dan semua keluarganya dan keluarga istrinya. Sebab itu, kaum muda moskona, Maybrat, Tambrauw dan seluruh Papua Barat dari Sorong sampai Samarai sebaiknya menghargai jati diri perempuan dengan cara nikah adat dan nikah gereja. Jangan samakan mas kawin dengan harga barang di pasar. Perlu bedakan simbol mas kawin dengan membeli barang di kios. Jangan membiarkan budaya kita mati di tangan sendiri.     

Penulis: Fr. Anselmus Faan

Editor: Komsos KMS