Menata Kebaikan Bersama “Bonum Commune)” (Tinjauan Filsafat Politik Thomas Aquinas)

125
Frater Eddy, OSA

(Penulis: Fr. Eddy, OSA)
Abstract: Bonum commune is a Latin term which means common good. The common good is the ideal of all human society, both individually and collectively. Essenstial the goal of human life is to strive the achieve good and not evil. According Thomas Aquinas, the common good is the goal of political people. He described the values that are fought for to achieve the common good; justice, love, harmony, liberation, and peace. This value in the main basis for determining human as political and social creatures. Furthmore, Thomas Aquinas described the goal of a person as a politician is to fight for the general welfare and uphold the social justice for the entire community. Apart from the common good being his political ideal, he further emphasized that the highest good is God himself. The common good can only be realized if the highest good is always put forward in fighting for the good values. If all human life peace, harmonity, justice and love, than human has participated building kingdom of God in the world and human live according to God’s will
Keyword: Goal. Social justice. The highest good.

Manusia adalah makhluk berpolitik (zoon politikon) adalah pernyataan terkenal dari Filsuf Yunani yaitu Aristoteles. Aristoteles berpandangan bahwa politik itu seni mengatur dan menata kebaikan bersama dalam sebuah polis. Kebaikan bersama menjadi tujuan utama manusia baik secara individu maupun kolektif. Dalam bahasa Augustinus tindakan menuju kebaikan bersama dan menentukan hakikat dan eksistensi manusia sebagai makhluk politik adalah cinta, cinta yang menggerakan seseorang menuju kesadaran untuk menata kebaikan bersama (bonum commune/ common good). Ada dua jenis cinta yang dapat dibedakan oleh santo Agustinus yaitu kegunaan dan kenikmatan. Menikmati itu merujuk pada cinta akan diri sendiri, kolektif, dan kekuatan tertentu, bukan mengarah pada kepentingan bersama menuju kebaikan, keadilan keharmonisan dalam masyarakat. Kegunaan merujuk pada hal-hal yang umum. kepentingan bersama dan kesejahteraan menuju manusia yang beradab. Cinta akan kegunaan merujuk manusia menata dan menuju kebaikan bersama. Bagi Augustinus cinta akan kegunaan mengarahkan manusia untuk mencinta Tuhan, karena Tuhan itu hadir imanen. Tuhan pantas dicintai seperti ungkapan Agustinus dalam buku pengakuan “ Hati kami gelisah sebelum beristiahat di dalam Engkau”. Tuhan adalah tujuan utama yang dari pada-Nya manusia datang dan kembali kepada-Nya. Persis dalam pernyataan Edith Stein “ dari cinta aku berlangkah kembali kepada cinta”. Maka Tuhan adalan kebaikan tertinggi yang selalu menggerakan hasrat manusia untuk menuju kepada kebaikan tertinggi yakni Tuhan adalah summum bonum.

Tujuan utama poltik dalam perspektif Thomas Aquinas adalah kebaikan bersama, (bonum commune/ common good). filsafat Politik dalam pemikiran Thomas politik memiliki tujuan dan orientasi yang satu yaitu kebaikan bersama, bomun commune. Kebaikan bersama bisa diartikan sebagai kebaikan umum, kesejahteraan umum. Tujuan politik perspektif Thomas mengarah pada keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Bagi Thomas manusia dari kodratnya makhluk politik dan sosial yang hidup dalam sebuah komunitas ( natural autem est homini ut sit animal sociale et politicum, in multitudine vivens). Manusia adalah makhluk sosial dan tidak mungkin ada kehidupan sosial dalam suatu masyarakat tanpa ada orang menjadi petunjuk kepada bonum commune. sebagaimana yang dikatakan oleh Aristoteles “ kemana saja hal-hal yang diarahkan kepada tujuan, di sana selalu ditemukan seseorang sebagai kepala yang memimpin mereka. Bagi Aquinas manusia mencapai kebaikan bersama berarti manusia taat pada hukum alam yang tergantung dari Tuhan yang menciptakannya. Di mana Thomas membagi hukum ilahi positif (ius divinum positivum), hukum alam (ius naturale) kemudian hukum bangsa-bangsa (ius gentium), kemudian hukum positif manusiawi (ius positivum humanum). Kebaikan bersama yang dimaksud adalah keadilan, keadilan mengacu bagaimana hukum menjamin semua masyarakat mendapatkan hak yang setara sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, dalam penulisan artikel ini Politik dalam perspektif Thomas Aquinas Tujuan politik adalah mencapai kebaikan bersama yakni; keadilan (justice), cintakasih (love), keharmonisan (harmonity) dalam ruang publik. Thomas berkeyakinan bahwa seorang monarki yang memimipin akan mengutamakan kebaikan bersama suatu masyarakat.

Thomas Aquinas adalah seorang Pemikir besar Eropa dari abad ke XII. Thomas adalah seorang teolog dan filsuf. Dia adalah seorang biarawan dan anggota Ordo Dominikan atau sering kali di dengan Ordo Praedicatorum (OP), Ordo Pengkhotbah (Sandur, 2019. hlm: 16). Thomas adalah tokoh yang terkenal karena mengkristenkan filsafat Aristoteles. Thomas Aquinas lahir dari sebuah keluarga Aristokrat Italia. Thomas dilahirkan di kota Roccasecca pada 1224/1225 yang berlokasi tidak jauh dari kota besar Napoli dan juga kota Roma.

Berikutnya adalah formasi intelektual Thomas di Paris di bawah asuhan Master dan Prior Albertus Agung. Albertus Agung yang memperkenalkan filsafat Yunani dan secara khusus filsafat Aristoteles kepada Thomas. Spirit intelektual Albertus menjiwai dan memberi spirit kepada Thomas sehingga dapat mempelajari filsafat Aristoteles lebih mendalam dan memberi komentar atas karya Aristoteles. Spirit itu yang menjiwai Thomas sehingga dia mengintegrasikan filsafat Aristoteles dengan teologi Kristen. Thomas adalah seorang teolog dan filsuf dan sekaligus seorang penulis dan penafsir Aristoteles. Pada 1274 awal Februari ia meninggalkan Napoli unutk hadir dalam Konsili di Lyon dengan undangan khus dari Gregorius X dengan tujuan mensintesakan filsafat Yunani Aristoteles dengan iman Kristen. Dalam perjalanan, rupanya Thomas tidak memperhatikan sebuah pohon yang tumbang dan melintasi jalan dan kepalanya menabrak salah satu cabangnya. Akibat dari kejadian itu ternyata membawa petaka di mana Tomas mengakhiri hidupnya. Thomas meninggal pada hari Rabu 7 Maret 1274. Thomas termasuk seorang filsuf yang meninggal dalam usia muda.

Zoon Politikon
Thomas Aquinas dalam pandangan politiknya dijiwai oleh karya karya Aristoteles terutama politics dan Nicomachean Etics sehingga ia mampu menyusun konsep politiknya sendiri. Thomas berbeda pandangan dengan Augustinus, karena Augustinus menekankan aspek cinta, lalu Thomas masuk dalam perspektif Aristoteles dan menggunakan cara pandangnya melihat kembali memandang manusia dari kodratnya sebagai zoon politikon, makhluk politik Zoon politikon mengandaikan manusia sebagai homo socius sebab manusia merealisasikan identitasnya sebagai zoon politikon dalam suatu masyarakat. Hal ini dikutip Thomas dalam traktatnya tentang politik, De regime principium atau De Regno (1265-1267). Maka dalam perspektif Thomas manusia dari kodratnya adalah makhluk politik dan sosial yang hidup dalam sebuah komunitas masyarakat. natural autem est homini ut sit animal sociale et politicum, in multitudine vivens (Sandur, 2019. hlm:171). Thomas menekankan bahwa kodrat manusia sejati berarti manusia sebagai makhluk politik dan manusia sebagai makhluk sosial menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Manusia sebagai makhluk politik tanpa mengakui kodrat sebagai makhluk social atau sebaliknya berarti manusia belum mencapai kodratnya sebagai manusia sejati. Manusia bukan seperti no man is an island tetapi manusia ada karena ada yang mengadakan dan diadakan oleh yang mengada, esensi manusia adalah sebagai makhluk sosial, karena sosialitas manusia menentukan eksistensi manusia sebagai makhuk politik.

Persoalan persamaan dan perbedaan membuat Thoams mengklasifikasi serta membedakan manusia dari dari statusnya. Thomas mengklasifikasi golongan manusia mengikuti perspektif Aristoteles yang mengklasifikasi manusia dalam tiga golongan. Pertama Pertuanan (mastership), yang dalam bahasa Yunani Aristoteles menggunakan istilah despotike (of a master) hubungan antar tuan dan budak. Kedua matrimonial yang dalam bahasa Yunani: gamike), unutk hubungan antar suami dan istri. Ketiga Paternalistik dalam bahsa Yunani: teknopoitike) hubungan antar ayah dan anak- anaknya (Rapar. 1993. hlm: 58). Dari pengklasifikasian ini juga di mana Aristoteles membagi manusia strkur negara dalam tiga klas raja berkaitan dengan ide yang bertugas mengarahkan manusia menuju kebijaksanaan dan kebaikan umum. Militer berkaitan dengan kehendak yang bertugas menjaga ketertiban masyarakat dalam polis, Petani betugas mengurus kebutuhan primer dan penjamin kesejahteraan masyarakat dalam polis.

Kerangka berpikir Aristoteles inilah yang mempengaruhi cara berpikir Thomas Aquinas. Di mana Thomas menekankan bahwa kehadiran seorang pemimpin menjadi syarat mutlak untuk menuju pada tujuan akhir. Jika tidak ada pemimpin yang mengarahkan masyarakat, maka masyaraka hidup dalam situasi yang tidak terstrukur chaos dan harapan manusia mencapai kebaikan bersama maupun privat mengalami kendala. Oleh Karena itu, perlu digaris-bawahi konsep politik. Thomas mengikuti pandangan Aristotels menekankan bahwa politik didasarkan pada ide tentang tindakan yang memiliki tujuan (telos) yang berhubungan dengan etika. Thomas menekankan kata tujuan yang menjadi dasar manusia bertindak, dan Agustinus menekankan kata cinta menjadi dasar tindakan manusia. Tujuan akhir tindakan manusia menentukan esensi dan eksistensi manusia sebagai makhluk berakal budi (animale rationale). Di sinilah Thomas melihat politik sebagai suatu tuntutan dan sesungguhnya manusia adalah zoon politikon (Sandur. 2019. hlm: 175).

Negara
Aristoteles mengatakan bahwa sesungguhnya setiap negara itu merupakan suatu persekutuan hidup atau lebih tepat lagi suatu persekutuan hidup politis (Rapar. 1993. hlm: 33). Konsep pesekutuan hidup politis ini mau membantah perspektif kaum Sofis yang berpandang bahwa negara adalah alat atau instrument bagi para penguasa unutk mencapai tujuannya. Berbeda dengan Aristoteles yang berpandangan bahwa negara adalah orang-orang dilahirkan dari kedua orang tua (bapa mama) yang adalah warga negara ditentukan oleh keturunanya dari orangtua yang adalah warga negara (Koten. 2010. hlm : 174). Oleh karena inilah terbentuk persekutuan hidup dari keluarga inti, klen sub suku dan suku yang menyadari persamaan dan tujuan hidup, maka mereka berkumpul dan mempercayakan orang yang dianggap mampu mengatur menata hidup bersama dan menggagaskan apa yang disebut segabai negara. Konsep negara dari Aristoteles inilah mempengaruhi cara pandang Thomas Aquinas.

Kemudian, jika sudah menjadi sifat dasar bagi manusia untuk hidup dalam masyarakat orang banyak, di antara mereka perlu adanya cara bagaimana kelompok itu diatur. Karena, jika ada banyak orang dan masing-masing orang mengejar kepentingannya sendiri, orang-orang akan terpecah dan bubar kecuali jika juga terdapat agen yang mengurusi suatu yang bisa menciptakan kesejahteraan (Schmandt. 2021, hlm: 198). Pernyataan ini Thomas berpandangan bahwa walaupun manusia secara kodrat sebagai makhluk sosial, tapi kalau tidak hidup dalam suatu tatanan yang terstruktur maka secara kodrat makhluk sosial secara real manusia sebagai makhluk individu. Kalau menjadi individu manusia memandang sesama lain sebagai ancaman eksistensi dan musuh yang mengancam eksistensinya. Maka benar juga apa yang dikatakan oleh Hobbes “ homo homini lupus”.

Thomas menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial karena ia tidak memenuhi dirinya sendiri: ia tidak menciptakan sendiri sarana-sarana untuk mencapai tujuan yang sebenarnya sebagai makhluk rasional. Ia membutuhkan bantuan dan bimbingan dari orang lain untuk mencapai tujuan ini (Schmandt. 2021, hlm: 197). Tujuan itu tercapai dan terpenuhi kalau hidup dalam suatu persekutuan masyarakat yang disebut sebagai negara. Thomas melihat negara sebagai agen untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti: kesejahteraan, keadilan, persamaan martabat dan menjamin kebahagian. Tujuan negara bagi Thomas dan konsep pada umumnya bahwa negara mempertahankan masyarakat yang tertib dengan menjaga keamanan dari ancaman eksternal maupun internal hal ini berkaitan kepenuhan aspek lahiriah masyarakat. Masyarakat harus dilihat dalam keseluruhanya, juga berkaitan dengan tujuan akhir tindakannya. Karena manusia dikendalikan oleh akal budi dan kehendak,ia digerakan untuk mencari memenuhi kebutuhan paling dasar manusia yaitu menata jiwa intelektual, jiwa kehendak dan jiwa hasrat agar manusia benar-benar sebagai makhluk yang bebas menentukan arah hidupnya.

Pemerintahan
Konsep pemerintahan Thomas masih di pengaruhi oleh Aristoteles, karena sehingga Thomas berpandangan bahwa pemerintahan yang baik adalah monarki dan pemerintahan itu diperintah oleh seorang raja. Dalam pandangan Aristoteles pemerintahan negara yang ideal adalah monarki. Monarki yang diidealkan Aristoteles dipimpin oleh seorang yang berlatar belakang filsuf- raja. Mengapa filsuf raja? karana mereka memiliki nilai keutamaan dan memimpin mengikuti hukum alam dan rasio. Seorang filsuf raja diyakini sebagai seorang yang mempunyai kekuatan supranatural. Bentuk pemerintahan dalam konsep Aristoteles ini dipengaruhi oleh Plato yang mana menekankan bahwa pemerintahan yang baik dipimpin oleh filsuf raja yang memimpin bercermin kepada raja abadi yakni Tuhan.

Thomas juga mengikuti perspektif Aristoteles dan tetap mempertahankan bentuk pemerintahan monarki, karena seorang raja adalah abdi Allah. Monarki adalah bentuk pemerintahan yang terbaik. Tomas dipengaruhi oleh pandangan tentang hirarki. Hirarki para malaikat di bawah satu Allah diadopsi di dunia dengan berbagai macam tingkatan dalam Gereja, negara, dan masyarakat, semuanya memiliki tuagas menurut posisinya di bawah kekuasaan tunggal monarki. Dalam De Regno terdapat pernyataan Thomas: Dalam segala sesuatu yaitu tersusun menuju pada sesuatu tujuan akhir yang tunggal, satu orang yang memerintah. Di antara Lebah ada ‘satu raja Lebah’ dan ‘satu Tuhan’ yang telah menciptakan dan memerintah alam semesta. Dalam Summa Theologi dia mengutip kalimat politics dan mengatakan: Ke mana pun hal-hal diarahkan pada satu tujuan di sana ditemukan satu pemimpin sebagai kepala yang mengarahkan mereka (Sandur, 2019. hlm: 188). Sisi lain juga Thomas bersikap skeptis terhadap pemerintahan monarki, karena kalau seorang raja yang tidak tahu tujuan menata masyarakat dan politk menuju bonum commune, maka secara otomatis akan mengalihkan perhatian pada bonum privatum, love of self, powerisme,dan koletivisme.

Manusia yang bebas adalah manusia yang hidup menurut hukum alam (ius natural) dan kehendak universal dan juga kehendak ilahi (ius divinum positivum). Manusia adalah makhluk rasional maka manusia menggunakan rasionalitasnya untuk mengarahkan dirinya menuju kebaikan. Thomas bebrbicara tentang manusia yang bebas dalam artian manusia yang menjadi tuan dan bertanggunggung jawab atas tindakannya sendiri. Seseorang menjadi pemimpin menjadi bukan karena ia melihat orang lain sebagai hamba melainkan orang-orang merdeka yang bertanggung-jawab atas tindakannya. Menjadi pemimpin berarti memimpin menggunakan akal budi. Akal budi adalah sarana paling ampuh unutk hidup secara utama. Rasio adalah bagian tertinggi jiwa yang memang mesti menjadi pemimpin seluruh diri manusia. Ia membantu manusia memiliki argumentasi kokoh unutk meyakini sebuah hidup utama ( Wibowo, hlm: 106). Sebenarnya ini merujuk pada konsep Kristen bahwa menjadi pemimpin adalah menjadi pelayan, hamba, abdi Allah. Bukan menjadi pemimpin yang berperilaku tirani, oligarki dan ingin mencari pengakuan dan prestise. Ternyata sama dengan perspektif Augustinus menekankan fungsi pemimpin “yang harus bergembira, bukan karena kami mempunyai kewenangan atas diri anda, melainkan karena kami melayani anda” “Para pemimpin anda hendaklah memandang diri beruntung, bukan karena mereka memerintah berdasarkan jabatan mereka, melainkan karena mengabdi dalam cinta kasih”( Zumkeller, 1993. Hlm: 91). Thomas melihat monarki sebagai bentuk pemerintahan terbaik dan raja filsuf sebagai pemimpin idela tetapi ia tidak melihat hubungan antara pemimpin dan orang-orang bebas, Manusia dalam arti sebenarnya yang menggunakan akal dan kehendaknya untuk mengarahkan setiap tindakanya pada suatu tujuan bonum commune. Demikan pula lanataran seni meniru alam, masyarakat politik harus bercermin pada alam di mana segala sesuatu diatur oleh yang satu, seperti hati adalah penggerak utama tubuh, dan Tuhan adalah penguasa alam semesta. Penggerak utama itu di mana Thomas membuktikan dengan lima jalan pembuktian adanya Tuhan, salah satunya adalah jalan gerak yang tidak digerakan tetapi menjadi dasar untuk menggerakan mikro kosmos maupun makro kosmos. Gerak sebagai dasar pembuktian.

Tujuan politik: Bonum commune
Manusia sebagai makhluk politik (zoon politikon) dan sebagai makhluk sosial (homo socius) tentu saja mempunyai tujuan hidup. Sama halnya manusia sebagai makhluk individu juga mempunyai tujuan hidup. Aristoteles mengatakan bahwa ilmu yang bertugas unutk mempelajari tujuan tertinggi manusia adalah politik. Sesudah mempelajari secara baik, warga negara dituntut unutk mempromosikan kehidupan yang baik dalam arena public (Koten, 2010.hlm: 133).

Berbicara mengenai tujuan politik berarti berbicara tentag suatu tujuan akhir. Tujuan akhir yang hendak di capai adalah bonum commune and commonwealth. Misalnya seorang bidan ia akan mengarahkan perhatianya untuk membantu perempuan yang mau melahirkan. Tujan politik adalah bonum commune. Di sinilah peran politik yaitu para pemimpin menyatukan semua tujuan itu sehingga menjadi satu tujuan yang bersifat umum yang meberikan keadilan sosial kepada segenap warganya. Thomas mengatakan bahwa setiap negara dibangun untuk kebaikan. Itulah tujuan akhirnya. Negara mencari suatu kebaikan bersama di antara kebaikan-kebaikan individu atau pribadi karena tujuannya adalah bonum commune yang adalah lebih baik dan lebih ilahi daripada kebaikan seorang individu (Sandur, 2019. Hlm: 179). Bonum adalah sesuatu yang diinginkan, dicintai. Kebaikan itu sesuatu yang semua inginkan (onum est quod omnia oppetunt). Thomas mengikuti cara pandang Aristoteles mengatakan bahwa tujuan politik bukan mengarahkan kepentingan kepada kelompok, golongan tertentu, partai tertentu dan paham tertentu. Kebaikan itu harus adil merata untuk semua golongan sosial. Kebaikan bukan soal ‘itu’ yang baik bagiku melainkan ‘ini’ yang baik bagi kita semua. Jadi, inti dari tujuan politik adalah kebaikan umum (common good). Kebaikan itu harus di dalamnya mengandung nilai adil, kasih universal, integritas (integrity), kebebasan (freedom), harmonis (harmonity) dan kemerdekaan (emancipation).

Karena itu, kebaikan adalah sesuatu yang sempurna. Sebenarnya diartikan secara sederhana bonum adalah Tuhan itu sendiri. Tuhan menjadi awal dan akhir tujuan hidup manusia. Karena dalam diri-Nya terdapat segala yang baik dan yang baik itu dipancarkan dari dalam diri-Nya keluar dan manusia hanya mengenal sedikit dan membuat manusia haus untuk terus mencari Sang kebaikan yang tiada akhirnya. Thomas menekankan bahwa “ada atau being mendahului kebaikan. Segala sesuatu itu baik berhubungan dengan essenya atau aktualitas dari ada. Tetapi hanya Tuhanlah sebagai Ipsum esse subsistens, atau ada dalam dirinya, sementara ada yang lain adalah ada-ada potensial. Dengan kata lain ada yang lain adalah ada yang berpartisipasi dalam Ipsum esse subsistens. Maka bonum, kebaikan, dari ada non substens adalah baik partisipasi pada Ada Substens, Ada dalam dirinya, atau Ada yang sempurna dalam dirnya sendiri, yakni Tuhan (Sandur, 2019. Hlm: 181).

Negeriku Banyak Orang Pintar tapi tidak ada Orang Bijaksana
Negeriku banyak orang pintar. Mereka itu ada dan berkeliaran sedang ingin menguasai negeri dengan membangun system yang terstruktur dan mempunyai pengaruh yang begitu cepat merembes masuk dalam sel kehidupan hingga menyentuh akar rumput. Mereka mempunyai kemampuan dalam bidang komunikasi, sosial, politik, ekonomi dan keamanan. Mereka mampu mempengaruhi masyarakat dengan kemampuan komunikasi dan menceberkan kata janji kesejahteraan sosial,politik dan ekonomi serta perlindungan dari ancaman musuh. Semua itu hanyalah sandiwara politik, dan masyarakat sebagai budak dan alat yang digunakan untuk kepenuhan kepentingan politik. Masyarakat telah dihipnotis dengan janji-janji palsu sehingga masyarakat tidak mampu memilih dan memilah mana orang pintar dan mana orang bijak.

Oleh karena itu, untuk membangun negeri ini sesuai dengan harapan para cendikiawan, pahlawan, pejuang, dan masyarakat maka dari perspektif Thomas Aquinas saya mau menawarkan beberapa hal untuk membangun negeri ini. Pertama membangun kesadaran masyarakat dalam hal memilih dan memilah. Kedua pemurnian tujuan menjadi seorang pemimpin, agar jangan salah menggunakan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok, tetapi menjadi pemimpin untuk semua orang. Menjadi pemimpin berarti memahami dan masuk dalam perspektif masyarakat dan masyarakat menjadi tujuan pelayanan. Karena ada masyarakat maka ada pemimpin. Ketiga mengangkat dan memilih pemimpin bukan karena pengalaman berorganisasi, berpidato dengan bahasa yang meyakinkan namun dibalik itu padahal tidak masuk. Pilih pemimpin yang sedikit manata kata-kata tetapi banyak praksisnya. Keempat adalah pendidikan politik menyeluruh untuk semua golongan agar pada tahun pesta politik masyarakat dari golongan bawah, menengah, dan atas mimilih pemimpin yang orientasinya pada bonum commune bukan bonum privatum.

Penutup
Thomas Aquinas mengatakan bahwa untuk menata kebaikan bersama (bonum commune) berarti harus tahu dan mengenal apa itu tujuan. Tujuan utama politik adalah bonum commune bukan bonum privatum. Tujuan negara adalah mendistribusikan nilai-nilai kebaikan umum atau keadilan sosial bagi sesama. Dan menghantar masyarakat menuju kebaikan tertinggi (summum bonum) yakni Tuhan. Pemerintah harus dipimpin oleh seorang raja-filsuf, karena seorang filsuf adalah sumber nilai-nilai keutamaan dan raja-filsuf adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk menyebarkan kebaikan umum bonum est diffusium sui, goodness tends to spread. Politik dalam perspektif Thomas Aquinas Tujuan politik adalah mencapai kebaikan bersama yakni; keadilan (justice), cintakasih (love), keharmonisan (harmonity) dalam masyarakat. Manusia menghidupi nilai-nilai kebaikan bersama berarti manusia hidup selaras dengan kehendak Allah.

Daftar Pustaka

Koten Keladu Yosef. 2010. Partisipasi Politik Sebuah Analisis Atas Etika Politik Aristoteles. Maumere: penerbit Ledalero.
Rapar. H. J. 1993. Filsafat Politik Aristoteles. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sandur Simplisianus. 2019. Filsafat Politik dan HukumThomas Aquinas. Yogyakarta: PT Kanisius
Schmandt. Henry J. 2021. Filsafat Politik Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Zaman Modern. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Wibowo Setyo. A. 2010. Arete Hidup Sukses Menurut Platon. Yogyakarta: PT kanisius
ZuMkeller Adolar. 1993. Santo Augustinus Pedoman Hidup Suatu Komentar. Malang: Dioma Malang