Kecenderungan yang saya paparkan di atas adalah pengalaman pribadi saya. Secara tidak sadar pola pendekatan saya selama memangku jabatan sebagai pamong dalam asrama seminari selama ini, lebih banyak hanya memerhatikan aspek intelektual dan spiritual. Lebih detailnya saya mengambil beberapa kisah yang sudah lazim saya lakukan dalam lembaga formatio. adalah sebagai berikut: Ketika saya mendapatkan seminaris tidak mengikuti misa harian yang saya lakukakan adalah sebatas memintanya untuk berdoa Rosario sebagai hukuman dan sebagai bentuk pembinaan. Atau jika saya mendapatkan seminaris tidak menjalankan tugasnya untuk membersihkan ruangan kelas atau ruang makan hukuman yang saya berikan adalah menyuruhnya untuk menuliskan refleksi.
Tentu saja pola pembinaan dengan memberi hukuman seperti itu tidak salah namun tidak menyentuh akar masalah alias hanya pada taraf superfisial. Saya membayangkan setiap masalah hanya diselesaikan dengan melakukan kegiatan rohani, alih-alih masalah selesai justru masalah yang sama tetap saja dilakukan oleh seminaris. Menyadari akan persolan ini, maka formator perlu belajar untuk memperbaharui pola pembinaan. Setidaknya agar bisa mendapatkan ilmu formasi yang selaras dengan kebutuhan seminaris
Pola pendampingan dan pembinaan formatif yang terlalu menekankan aspek spiritual atau intelektual justru tidak berdampak baik untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi seminaris. Bahkan bisa melahirkan seminaris yang hebat secara intelektual tetapi afeksi lemah. karena itu perlunya membangun pola pendampingan dan pembinaan yang integral yakni dengan memerhatikan aspek manusiawi.
Formator perlu mananamkan nilai-nilai kemanusaian pada seminaris sebagai landasan dasar untuk menciptakan generasi manusia yang berkualitas. Nilai-nilai kemanusian yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan-kebutuhan psikologis para seminaris. Kebutuhan yang dimaksud adalah kemampuan alamiah dalam diri seminaris yang ingin dipenuhi atau diwujudkan.
Formator perlu mamahami dimensi tersebut karena penting dalam membantu pola pendampingan dan pembinaan. Sehingga dalam menghadapi kasus-kasus yang sering terjadi dalam lembaga formasio, dapat diselesaikan dengan cara yang tepat. Maka ketika seminaris berhadapan dengan masalah spiritual, intelektual, dan pastoral hal yang perlu dilakukan adalah dengan pendekatan manusiawi yakni menelusuri kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi dalam diri para seminaris. (Mateus Syukur)
Penulis: Mateus Syukur; inisialnya MS. Punya hoby bermain musik; alat musik fovoritnya adalah Guitar. |