Bofitwos Sosok Rae Ati; Sebuah Upaya Menelusuri Jejak Hidup, Karya dan Pemikiran Dr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA

106
Penulis bersama dengan Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA

Oleh: Fr. Ebaseddy Baru, OSA

Pendahuluan 

Konsep Rae ati dalam pemahaman orang Maybrat masa kini mengalami pergeseran dari perspektif filsafati, antropologis-filosofis, yang esensial menyentuh hakikat kenyataan, fundamental (menyentuh dasar kenyataan) bergeser pada aspek sosiologis, material, temporal. Orang Maybrat sekarang ini berpandangan bahwa menjadi rae ati berarti harus mempunyai posisi dan kedudukan status sosial, budaya pendidikan dan jabatan yang tinggi di pemerintahan. Menjadi rae ati berarti mempunyai pendidikan yang tinggi bertitel magister, doktor. Rae ati berarti mampu menggunakan Rasio (pkit) untuk memperoleh  hal-hal yang lahiriah dan material temporal. Sama halnya dengan kehendak (sraow) dan hasrat (phaf). Karena itu, tujuan penulisan ini di satu sisi penulis ingin menelusuri dan menggali makna rae ati secara asali dan filosofis. Di sisi lain mengkritisi kesalah-pahaman akan makna “rae ati”. Artinya menelusuri secara komprehensif makna rae ati yang sebenarnya, dan membuktikan dan memperlihatkan kepada orang Maybrat di era modern ini bahwa ternyata pandangan “rae ati’ yang telah mengalami pergeseran dari makna asalinya. Lalu mencoba menempatkan Bofitwos sebagai salah satu sosok rae ati dalam arti asali. Dengan kata lain Bofitwos adalah “rae ati” yang sejati yang menghidupi makna “rae ati” dalam kehidupannya.

Pemahaman orang Maybrat mengenai rae ati, yang diartikan secara harafiah berarti manusia bijaksana. Dalam pemahaman orang Maybrat  disebut sebagai “rae ati” berarti hidup seimbang dan berkeutamaan. Keseimbangan adalah keteraturan atau suatu disiplin jiwa yang seimbang antara intelek (pkit), kehendak (sraow) dan hasrat (phaf). Berkeutamaan berarti kualitas jiwa bagian intelek yang penuh kebijaksanaan mendorong setiap orang berpikir universal dan luas, kehendak, yaitu keberanian seseorang yang berpegang teguh pada hal-hal yang fundamental dan prinsipil serta substansial; Dan hasrat semangat kesederhanaan mendorong orang untuk berlaku sederhana dalam hidup. Menjadi “rae ati” berarti hidup dengan penuh keseimbangan menata dan mengendalikan ketiga bagian jiwa saling  terkait. 

Orang Maybrat membagi jiwa menjadi tiga bagian yaitu jiwa (nae). Pertama, “nakit” (rasio-intelek), kalau dalam struktur raga kepala menjadi simbolnya. Kedua, “Sraow” (kehendak), dalam struktur raga bagian dada naik batas sampai di leher. Ketiga, “Phaf” (hasrat, keinginan), bagian ini dari batas pusat ke bawah kaki. “Rae ati” adalah orang yang mampu mengendalikan jiwanya dan hidup sesuai kodratnya.  

Bofitwos adalah sosok rae ati karena berpegang teguh atas prinsip hidupnya sebagai seorang biarawan Agustinian. Bukan hanya berpegang teguh tetapi berkomitmen dan bertanggung-jawab atas pilihanya dan ia hidup sesuai kodrat seorang biarawan. Kodrat  seorang biarawan adalah bertanggung jawab atas ikrar kaul  ketaatan, kemurnian, dan kemiskinan. Dan menghayati dan menghidupi dalam tugas dan karya pelayanannya.

Tulisan  sederhana ini merupakan sebuah upaya untuk menelusuri jejak hidup, karya dan pemikiran Dr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA. Melalui tulisan ini, penulis ingin menelusuri pemikirannya yang memposisikan dan membuktikan bahwa Bernardus Bofitwos Baru adalah sosok “rae ati”

Penulis menguraikan bertolak dari  perspektif  filosofis orang Maybrat dan mencoba  menganalisa secara kritis “rae ati” dari perspektif  filsafati. Karena itu, dalam penulisan ini ada beberapa sub point yang akan diuraikan sebagai berikut: Pertama, biografi singkat. Kedua,. Ketiga, konsep “rae ati”; Keempat, menganalisa konsep “rae ati’ secara filsafati. Kelima, Bernadus Bofitwos sosok “rae ati” ditelusiri melalui cara hidup membiaranya  yakni hidup doa, studi dan karya yang memposisikan diri sosok rae ati. Keenam, catatan reflektif dan penutup.

Biografi Singkat

Bofitwos atau nama lengkapnya adalah Bernardus Bofitwos Baru, dilahirkan di Desa Suswa, Distrik Mare, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat Daya, pada 22 Agustus 1969. Bofitwos merupakan anak kelima dari delapan bersaudara dari pasangan bapak Awitaya Amos Baru dan ibu Bohoato Salomina Bame. 

Nama Bofitwos mempunyai makna adat tersendiri. Bofitwos terdiri dari dua suku kata yang tergabungkan yakni, bofit yang artinya (orang yang telah mengikuti pendidikan inisiasi). Kata (Bofit) ini tidak sembarang digunakan oleh orang “awam,” hanya diperuntukkan bagi mereka telah mengikuti pendidikan inisiasi.  Sedangkan kata (Wos) yang artinya harapan. Jadi, secara harafiah bofitwos adalah orang yang telah  berhasil menyelesaikan pendidikan inisiasi (wuon) yang kemudian hadir sebagai pembawa harapan bagi masyarakat. 

Dalam konteks pendidikan inisiasi Wuon, Bofitwos telah berhasil mengikuti pendidikan inisiasi dengan baik melalui tahap pra liminal, liminal dan reintegrasi. Tahap pra liminal merupakan masa pembinaan mental, dimana para pendidik menguji mental dan fisik anak didiknya dengan segala macam hal yang mereka lakukan. Jika pada tahap ini berhasil maka naik pada tahap berikutnya yakni tahap liminal. Tahap liminal ia didik secara moral, dan spiritual sampai terlihat benar-benar matang. Maka ia siap untuk memasuki tahap terakhir yakni masa reintegrasi atau penyatuan kembali bersama masyarakat. Setelah reinitegrasi peserta didik diharapkan untuk mengaplikasikan sejumlah ilmu yang ia peroleh itu dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun lingkungan luas atau umum.Bofitwos bergabung dalam persekutuan Ordo Santo Augustinus (OSA) pada tahun 2001 pada saat pengikraran kaul pertama hidup membiara.

 Riwayat Pendidikan 

Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA tamat SD YPPK Suswa 1985, SMP YPPK St. Don Bosco Fakfak 1987, dan SMA YPPK St. Augustinus Sorong 1990. Melanjutkan studi D3 di Institut Pastoral Indonesia (IPI) Filial Malam di Semarang, Jawa Tengah, lulus 1995. Pater Bofiwos melanjutkan studi  Strata satu (S1) di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) “Fajar Timur” Abepura, Jayapura, selesai pada 1999. Kemudian melanjutkan Sarjana Strata Dua (S2), di Fakultas Teologi (Misiologi) di Universitas Kepausan Urbaniana, Roma 2005.  Dan melanjutkan Sarjana Strata Tiga (S3) atau Doktoral di Fakultas Misiologi di Universitas yang sama pada 2018 dengan disertasi yang berjudul “Traditional Ritual Symbols in Youth Initiation and Religious Beliefs Among the Maybrat of West Papua: A Missiological Study”

Pengalaman Kerja 

Bofitwos mengabdikan dirinya sebagai pengajar bagi para calon anggota OSA di postulat dan Novisiat di Sorong dari 2005-2015. Dan di sekolah Tinggi Pastoral Kateketik (STPK) St. Benediktus Sorong dari tahun 2007-2012. Selain itu ia dipilih sebagai pimpinan Ordo Santo Augustinus (OSA) regio Papua-Indonesia dari 2007-2014. Dan menjadi Magister Novisiat bagi para Novis OSA. Setelah itu menjabat sebagai Direktur Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan (SKPKC) Ordo Santo Augutinus, Vikariat “Christus Totus” Papua-Indonesia 2018-2021. Kemudian sebagai staf pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) “ Fajar Timur, dan menjabat sebagai Ketua Sekolah menggantikan Mgr. Matopai You. Kemudian dipilih oleh paus Fransiskus menjadi uskup keuskupan Timika.

Konsep Manusia menurut Orang Maybrat

Orang Maybrat menyebut manusia itu raetu, yang artinya manusia. Dalam pemahaman orang Maybrat disebut sebagai manusia berarti memiliki tubuh tkah dan  jiwa nae. Tubuh dan jiwa dalam pemahaman orang Maybrat tidak terpisah melainkan satu kesatuan yang utuh.  Artinya tubuh tanpa jiwa berarti tidak disebut sebagai manusia dan sebaliknya. Namun, orang Maybrat mempunyai suatu pemahaman tersendiri mengenai tubuh dan jiwa. Manusia disebut sebagai manusia ketika ia memiliki tubuh dan jiwa. Badan bukan manusia jikalau jiwa tidak ada untuk menjiwainya, dan sebaliknya jiwa pun bukan manusia jikalau tanpa badan. Badan dan jiwa adalah satu kesatuan. Kesatuan keduanya menentukan keutuhan pribadi manusia (Sihotang,2018: 57). Bahwa manusia terbentuk dari badan jiwa, itu tidak berarti bahwa manusia itu seakan-akan terdiri dari dua realitas yang ada dan kemudian dihubungkan satu sama lain, dua macam bahan yang ada dan kemudian dihubungkan satu sama lain, dua macam bahan yang dicampuradukkan dan yang masing-masing dapat ditempatkan dan digambarkan secara terpisah, melainkan itu merupakan makhluk yang disebut manusia itu ada sesuatu “yang oleh karenanya” ia bersifat material dan busuk, dan sesuatu yang oleh karenanya ia hidup dan berpikir. Ia hidup dan berpikir itulah yang merupakan struktur metafisik fundamental dari manusia. 

Orang Maybrat membagi antara tubuh tkah materi dan jiwa nae immaterial. Jiwa dalam pemahaman orang Maybrat merupakan  suatu  yang esensial, substansial, dan immaterial. Jiwa adalah mnah ai (artinya yang menggerakan dari dirinya sendiri).  Ternyata pemahaman jiwa dalam perspektif orang Maybrat terdapat kesamaan dengan perspektif Platon. Definisi ini sangat cair karena tidak mengatakan tentang apa itu jiwa secara fixed. Ia hanya menunjukan bahwa jiwa adalah gerakan yang menggerakan dirinya sendiri, dan sejauh bergerak dari dirinya maka ia disebut immortal/kekal (Wibowo, 2017: 53). 

Jiwa diumpamakan seperti ruang terbuka dalam diri manusia, yang berkatnya manusia mengidentifikasikan dirinya dengan sesuatu di luar dirinya, sehingga nantinya menjadi mirip dunia inderawi atau mirip idea. Jiwa sebagai gerak, ruang terbuka, merujuk pada kemungkinan menjadi sesuatu sesuai dengan orientasi yang ia berikan pada dirinya sendiri. Dalam pemahaman orang Maybrat jiwa itu immaterial, tidak bisa diraba, dipegang dan dilihat melainkan disadari dan dirasakan. Mengapa demikian? karena berkaitan dengan konsep peralihan jiwa roh (nae) dari tubuh beralih bersatu dalam hidup dengan yang ilahi di dunia akhirat atau surga saweron. Artinya bahwa jiwa roh (nae) itu kekal, tidak terbatas pada hidup empiris di dunia ini tetapi ia tetap hidup melampaui ruang (space) dan waktu (time). Hal demikian ditegaskan oleh Aristoteles bahwa pada dasarnya orang tidak dapat memahami langsung inti jiwa, tetapi bahwa orang dapat mengerti apakah jiwa itu dengan mempelajari objek-objek serta kegiatan dari pelbagai kemampuannya. Jadi, itu berarti bahwa untuk dapat menangkap apa yang paling asasi pada manusia orang lebih harus mengamati bagaimana ia hadir di dunia dengan cirikhasnya, sikapnya terhadap sesamanya dan terhadap dirinya sendiri (Leahy, 2001: 25). 

Manusia dicirikan oleh spesiesnya. Karakter kekhasan manusia terletak pada jiwa rasionalnya, tetapi segera kita menemui kesulitan karena jiwa manusia, yaitu jiwa rasional bukanlah suatu fakultas tunggal. Selain elemen intelek sebagai fakultas tertinggi, ada juga fakultas keinginan dan di dalamnya ada keinginan sensitive, namun ada juga keinginan rasional. Intelek sendiri kalau ditelusuri di dalamnya ada juga elemen memori dan imajinasi. Dua fakultas utama yaitu intelek dan keinginan. Keinginan yang kita sebut sebagai kehendak disebut juga keinginan rasional, karena dia diperintahkan atau diukur oleh intelek. Kehendak tidak lain adalah bagian rasional keinginan untuk membedakannya dari keinginan sensitive. Manusia dibedakan dari makhluk lain adalah manusia memiliki jiwa rasional (nakit), kehendak (srao), dan hasrat (nhaf). Manusia memiliki akal budi atau sebagai makhluk rasional (rae tu) yang membuat manusia berbeda dari binatang, dia juga memiliki tubuh yang membuat dia berbeda dari para malaikat (Sandur, 2020: 286).  Karena intelek, rasio, kehendak dan hasrat yang menentukan ciri khas manusia berbeda dari hewan. Karena dengan rasio-intelek manusia dapat merefleksikan secara filosofis intuitif dan reflektif dan matematis, mempertanyakan tentang eksistensi dan esensinya. Apakah manusia itu? seperti itu sudah kita lihat, pada awal mula ia adalah roh murni yang hidup dari kontemplasi akan yang ideal dan yang ilahi. Jadi, kemungkinan dan makna ultim keberadaan manusia mula-mula terletak dalam kehidupan yang berkaitan erat dengan yang baik pada dirinya, benar pada dirinya, dan indah pada dirinya (Van Der Weij, 2000: 31 Manusia adalah makhluk yang berjiwa rasional dan kehendak, kekhasan inilah yang membedakan manusia dari makhluk (infrahuman)

Jiwa dan badan adalah dua unsur yang esensial yang saling melengkapi dalam satu substansi yang sama. Menurut perspketif orang Maybrat badan (tkah) itu suatu saat yang mengalami perubahan tidak statis tetapi dinamis. Badan biasanya dianalogikan dengan air “ayia” dan bambu “pron”. Orang Maybrat mengamati air (ayia) dan bambu (pron) yang terus mengalir dan tidak kembali ke hulunya dan bambu bertumbuh berkembang menuju proses menua dan mati. Sama halnya dengan badan yang selalu bergerak menuju menua dan lenyap. Akan tetapi tidak terbatas pada itu mereka melihat badan yang material terbatas tetapi mempunyai makna lain yakni, bersifat perseptif, afektif, yang berkesadaran dan yang mempunyai interioritas. Badan itu tidak berada di luar intimitas kita dan juga tidak sama secara total dengan keakuan kita yang paling dalam; bahwa ia tidak merupakan suatu objek saja maupun suatu subjektivitas semata-mata. Badan itu didefinisikan sekaligus melalui hubungan eratnya dengan dunia dan partisipasinya dengan jiwa atau keakuan. Badan manusia menduduki sebuah jiwa tempat du dunia, mempunyai bentuk material yang tertentu, dapat diukur dan dihitung, dan terikat pada perubahan dan waktu. Badan manusia terdapat berbagai organ yang amat mengagumkan, ialah tangan yang mampu menyesuaikan diri dengan bentuk dari apa saja, mengukur, menggunakan, dan mengubah semua benda, mengatakan dan mengisyaratkan semua hal. Aristoteles menyebutnya sebagai simbol dan instrument dari inteligensi. Aristoteles mengumpamakan daya pikir manusia dengan tangan: seperti tangan merupakan alat organon yang paling sempurna, demikian pun jiwa merupakan wujud paling sempurna. Lihatlah manusia, berdiri tegak, mata tertatap ke muka, tangan terentang, badan yang melambangakan roh manusia yang mulai terbuka (Leahy, 2001: 84).

Konsep Orang Maybrat tentang Rae Ati.

“Rae ati” terdiri dari kata rae yang artinya manusia, dan ati artinya; baik, bijaksana, dan berkeutamaan dan sejati. secara harafiah rae ati berarti manusia (orang) yang baik, bijaksana, berkeutamaan dan sejati. Dalam pandangan orang Maybrat disebut sebagai “rae ati” berarti menjadi manusia yang bertindak, berpikir selalu benar baik bagi semua orang. Ia menjadi panutan, teladan sikap karakternya yang menginspirasi banyak orang. 

Dalam perspektif orang Maybrat memahami “rae ati” itu baik itu bukan dari luar tetapi  internal  jiwa (nae) berkualitas berkeutamaan Menjadi rae ati berarti keseimbangan antara kata, idea, konsep teoritis wacana dan perbuatan, tindakan nyata. Jika perbuatan tidak sesuai tindakan atau sebaliknya, maka disebut “rae sae, paut, srian, mhaeyamo, yeskamayia.” Dalam kehidupan sehari-hari mendengar sejumlah ungkapan ciri khas yang merupakan kata kunci yang menunjukkan seorang itu rae ati yakni: “yakit ynot po mnan, ynot po maon, yakit ynot po moof, srao moof, yifakoh, yhaf moof, yhaf mayia, Yhafri.yatem yuan.” Karena itu, kita juga bertanya apa makna di balik ungkapan di atas dan implikasi bagi seorang rae ati? Maka penulis mendeskripsikan berdasarkan pemahaman dan pengalaman penulis yang dibesarkan dalam alam dan lingkungan Maybrat sebagai berikut.

  • Rae ati adalah seorang yang “ynot po mnan” ( berpikir luas, universal, objektif). Di sisi lain berpikir pada tataran spekulatif, meta-rasional dan berpikir secara transedental.  Seorang rae ati juga “ynot po maon” berarti seorang berpikir analitis, kritis filosofis dan matematis. Dan “rae ati” adalah orang yang berpikir baik. Berpikir baik yang dimaksud adalah orang yang selalu melakukan pertimbangan dan memutuskan apa yang dipertimbangkan berkenan dan diterima oleh orang lain. Dengan arti lain “yakit ynot po moof” berkaitan dengan daya timbang menimbang dalam mengambil sebuah keputusan. 
  • Seorang rae ati adalah orang yang srao moof ( kehendak baik), selalu berkehendak baik. Ia memutuskan sesuatu selalu mementingkan nilai objektif baik bagi dirinya maupun orang lain.  Rae ati juga adalah orang yang yifakof (sikap ragu). Ketika mengambil keputusan ia tidak langsung memutuskan secara buta tetapi meragukan, menanyakan apakah hal itu atau ini baik, benar, salah atau tidak. Ia menunda sampai benar-benar tidak merasa ragu, maka disitulah ia memutuskan.
  • Rae ati adalah orang yang yhaf moof (rendah hati, sederhana), selalu menempatkan dirinya sejajar dengan yang lain, tidak merasa lebih hebat dari orang lain, tidak sombong. Ia selalu menyesuaikan dan menyamakan diri sama dengan yang lain. Dalam dirinya terdapat diri yang lain dan dalam diri yang lain terdapat dirinya, (tuo fo ana yie, ana fo tuoyie. Amu fo ana yie ana fo amu yie)
  • Seorang rae ati adalah orang yang yatem yuan (ringan tangan, suka membantu), selalu memperhatikan orang-orang sekitarnya, berempati, memahami perasaan orang yang berkekurangan dan membutuhkan bantuan, dan terbuka untuk mengulurkan tangannya. Selalu hadir dalam kehidupan sosial ekonomi. Misalnya mempersilahkan orang lain untuk masuk mengambil hasil kebunnya atau menebang sagu di dusunnya.
  • Seorang rae ati adalah pribadi yang yhaf moof  berintegritas, teguh pada komitmen dan konsisten dalam perkataan dan tindakannya. Rae ati adalah orang yang hidup mengikuti prinsip dan pilihan yang telah ia buat. Ia tidak mengikuti arus begitu saja. Artinya tidak mudah terpengaruh oleh ajakan dan pengaruh dari luar yakni  orang lain. Misalnya dalam perkawinannya ia setia dan berkomitmen sehidup semati dengan pasangannya, maka ia disebut rae ati, karena bertanggung jawab atas pilihan hidupnya. Jika tidak setia dan poligame maka bukan rae ati.
  • Seorang rae ati adalah pribadi yang  yhafri selalu ada bersama yang lain, senantiasa hadir bersama yang berduka, cemas, karena ditimpa masalah.Ia hadir sebagai orang pembawa harapan, peneguhan, pencerahan dan  berkontribusi postif. 
  • Rae ati adalah orang yang  krema (berani dan sangat percaya diri, tangguh). Ia adalah orang yang tidak mudah menyerah. Ia mempunyai komitmen yang besar untuk berani melawan ketidakadilan. Ia berani berjuang menegakan keadilan, perdamaian dan tidak peduli jika ia dibenci dan dibulih. 

Jadi, rae ati dipersepsikan sebagai pribadi yang berpikir luas, objektif, universal, teoritis dan prkasis. Selain itu, ia juga memiliki pribdadi berintegritas, peduli pada orang lain, baik hati, rendah hati, berani mengambil resiko, selalu hadir di tengah komunitasnya, bijaksana, dan mau berkontribusi positif bagi sesamanya. 

Analisa Konsep Rae Ati secara Filsafati

Konsep orang Maybrat tentang “rae ati” adalah orang yang baik, bijaksana, berkeutamaan. Orang Maybrat berpandangan bahwa orang itu baik laki-laki maupun perempuan dianggap sebagai “rae ati” dilihat dari aspek internal dan eksternal. Internal berkaitan dengan pikiran kehendak dan perasaan. Eksternal merupakan implikasi dari yang internal. Yang berkaitan dengan tindakan konkret dalam kehidupan.Oleh karena itu untuk memahami rae ati berarti kita harus memahami apa itu jiwa (nae) menurut orang Maybrat. Jiwa dibagi menjadi tiga yakni, jiwa rasional (nakit), jiwa kehendak (srao), dan jiwa hasrat (nhaf).  Jiwa rasional (nakit)  dalam pemahaman orang Maybrat dibagi menjadi tiga, pertama yakit ynot po maon, berpikir kritis, analitis, reflektif matematis; dan yang kedua, “yakit ynot po mase” berpikir rasional-intuitif noetik naik ke atas taraf kontemplasi; yang ketiga “yakit moof” yang artinya berpikir baik bijaksana. Model berpikir ini berada pada tataran praksis sedangkan dua yang di atas teoritis intelektus. Kehendak dibagi menjadi dua yakni, “srao moof, dan yifakoh.”Srao moof “ berkaitan dengan kehendak baik. Sedangkan “yifakof” berkaitan dengan kehendak yang meragu. Hasrat yang baik disebut nhaf mayia.

Jiwa rasional, rasio akal budi bekaitan dengan teoritis analitis, sintetis matematis “ynot po maon” dimana manusia bertolak dari data empiris. Analitis Sebagiamana ditegaskan oleh Berkeley ada adalah yang dapat dipersepsi, artinya bertolak pengalaman inderawi dan manusia mulai mempersepsi kenyataan. Dalam perspektif Kant, dalam diri subjek terdapat dua kemampuan, yakni untuk menerima data inderawi dan untuk membentuk konsep. Kemampuan mengindera sudah disebut sebagai ‘sensibilitas’dan naik ke tahap persepsi lalu ke rasio dimana kemampuan untuk membentuk konsep dan menyusun premis-premis lalu memutuskan menjadi suatu prinsip hukum universal. Sebagaimana ditegaskan  plato dalam gaya berfilsasfatnya bahwa merenung dan bergerak melewati berbagai rupa penampakan guna menemukan “apanya” dari penampakan-penampakan tersebut (Wibowo, 2017: 56). 

Berpikir analitis matematis dan dialektis biasanya disebut “yakit ynot po maon,” yang artinya berpikir secara lurus logis dan analitik. Cara berpikir analitis kritis dan matematis juga berpikir dialetika. Cara berpikir dialektis orang Maybrat adalah proses kemajuan berpikir, lewat dialog di mana para mittra wicara maju pelan-pelan naik dari bayang-bayang sampai ke kontemplasi idea. Dialektika adalah realitas. Cara berpikir analitis kritis menghantar orang Maybrat mencari bertanya makna eksistensial yang berkaitan dengan eksistensinya, cara berada. Bukan hanya pencarian menyentuh yang eksistensial tetapi juga menyentuh esensi sadar  secara jelas dan terpilah akan keterhubungan dengan alam semesta dan Tuhan sebagai hakikat. Fundamental berkaitan kesadaran dan pengalaman yang menyentuh dan menyatu dengan dasar kenyataan. 

Sedangkan model berpikir rasional,intuitif, kontemplasi biasanya disebut, ynot po mnan, artinya cara berpikir model analitis kritis menghantar naik pada tingkat intelek menyentuh kesadaran dan penyatuan dengan yang ilahi, (Yefun). Melalui intelek mengantarnya pada suatu pemahaman yang mendalam dimana ia sadar akan dirinya dan ia bertolak ke dalam dirinya yang paling dalam dimana ia berjumpa dengan dirinya dan mengenal dirinya. Sebagaimana dikatakan oleh Agustinus “kenal aku kenal Engkau, kenal Engkau kenal aku “Noverim te, Noverim me, noverim me noverim te”. 

Intelek berkaitan dengan suatu pemikiran yang mendalam yang mengantar masuk ke dalam diri, dan naik ke atas kontemplasi dimana intelek berspekulasi dengan hal-hal abstrak yang kadang tidak bisa dapat dijelaskan dengan rasio melainkan menuntut orang untuk diam. 

Tahap ini merupakan kemungkinan dimana manusia berjumpa dengan Ada (being). Pada tingkat ini biasanya pribadi terlihat sangat spiritual, karena mempunyai pengalaman perjumpaan yang mendalam. Pada tahap orang mengalami tanpa kata, dapat mengalami dunia apa adanya secara jelas dan terpilah. Menjadi pengamat hening atas segala yang terjadi. Di dalam keseharian yang sibuk dan ramai, ia tetap merasakan keheningan dan kedamaian di dalam pikiran. Ia hidup sepenuhnya di sini dan saat ini. Ia menjadi sadar akan sepenuhnya ingatan yang tersembunyi di balik bahasa dan kata. Ia pun sadar bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan antara dirinya dan alam semesta, Tuhan (Wattimena, 2022: 37). Model berpikir intelek menyentuh kesadaran menghantar pada suatu penyatuan yang disebut dengan “ynot yakit mase,” artinya berpikir luas, tak terbatas, melampaui ruang dan waktu menyentuh keabadian  dan menyatu dengan “Yefun” yang adalah rasio ilahi yang menjadi dasar pembuktian tanpa dibuktikan. Lalu model berpikir praktis biasanya disebut, yakit moof yang artinya berpikir yang baik benar. Model berpikir ini meneruskan merumuskan hal yang abstrak dalam model berpikir analitis, kritis, filosofis, intelek ke dalam model berpikir praktis untuk kehidupan. Model berpikir ini berkaitan dengan tindakan, putusan, pilihan yang objektif baik untuk semua orang. 

Kehendak, srao berkaitan dengan daya timbang, kemampuan mengambil keputusan, mampu membedakan mana yang harus dilakukan  dan tidak dan mana yang benar dan salah. Jiwa bagian kehendak (srao) manusia adalah berkaitan dengan daya timbang putusan pilihan. Pilihan jelas berkaitan dengan etika karena hal itu berkaitan dengan tindakan memilih. Tindakan memilih berkaitan dengan kehendak bebas yang disebut dengan fakultas pilihan. Menurut Aristoteles, pilihan adalah intelek yang dipengaruhi oleh keinginan atau kehendak; atau keinginan yang dipengaruhi oleh intelek. Pilihan mensyaratkan akal budi. Fungsi akal budi sebagai ukuran tindakan dan memiliki fungsi membedakan atau discernment antara apa yang baik dan buruk atau  baik dan jahat mendapat fungsinya secara penuh. Pilihan itu berkaitan erat dengan akal budi, maka apa yang kita sebut sebagai pilihan adalah tindakan atau aktus jiwa (Sandur, 2020: 205). 

Dalam pandangan orang Maybrat menjadi rae ati bukan hanya karena memilliki fakultas intelek tetapi juga memiliki fakultas kehendak (srao). Kehendak dalam pemahaman orang Maybrat dalam konteks menjadi rae ati ada dua, yakni srao moof dan “yifakoh.” “Srao moof, adalah kehendak baik ini berkaitan dengan daya timbang dalam memutuskan, memilih dan bagaimana bertanggung jawab atas apa yang dipilih. Kehendak baik dalam tataran ini merupakan praktis untuk kehidupan. Kehendak yang baik mengandaikan disposisi batin yang  tenang tidak mudah goyah,  prinsipil sadar akan pilihan dan keputusan yang telah putuskan. Rae ati adalah orang selalu berkehendak baik, benar pada dirinya. 

Kedua, yifakoh, yang artinya kehendak yang  meragukan tentang segala sesuatu. Meragukan keputusan yang telah diambil atau diputuskan dan bersikp kritis bertanya apakah benar keputusan itu fundamental, eksistensial atau bukan. Ia menghendaki yang esensial, fundamental dan menyentuh kesadaran asali atau kodrati bahkan menghendaki yang adikodrati. Rae ati bertindak dan mengambil keputusan dengan sikap kritis. Tindakan pengambilan keputusan berdasarkan sebuah finalitas atau tujuan yang memang benar-benar menjadi tujuan itu sendiri. Dalam bahasa Blondel dikutip dari buku Budi Ilahi menelusuri pemikiran filsafat Prof Nico oleh Ignasius Ngari bahwa kehendak yang sedang menghendaki (volunte voulante). Artinya kehendak yang menghendaki bersifat mendalam, mendasar, dan hakiki. Ia memuaskan keinginan kita secara menyeluruh total dan ultim (Ngari, 2024: 25). Dalam pemahaman orang Maybrat orang yang ragu dan bersikap kritis dalam tindakan adalah orang mempunyai kesadaran dan kepekaan tinggi. Di mana ia memetakan kehendaknya naik pada atas tahap rasio analitis dan spektlatif dan naik pada intelek dimana kehendaknya menyatu dengan yang menghendaki yakni Yefun. 

Hasrat (nhaf) berkaitan dengan menginginkan akan hal yang baik, menghasrati hal yang berkualitas, berkeutamaan. Pemahaman orang Maybrat  mengenai rae ati bukan hanya mempunyai kehendak dan rasio yang berkualitas dan berkeutamaan tetapi juga hasrat (nhaf).  Rae ati adalah orang yang mengarahkan dan mengendalikan hasrat akan hal yang baik, berkualitas. Hasrat dalam pandangan orang Maybart dibagai  menjadi rae ati, yakni nhaf moof, yang artinya hasrat yang baik. Rae ati adalah orang yang mampu mengarahkan hasratnya pada nilai-nilai yang baik dan benar. Ia mampu mengendalikan hasrat makan, minum,seks dan ego yang berlebihan. Ciri utama rae ati adalah manakala ia mampu menundukkan nafsu. Penundukan ini dilakukan dengan menerapkan keutamaan ugahari (soprosune) kepada nafsu-nafsu ini. Ia mampu menundukan ini sendiri mengandaikan pengetahuan. Rae ati adalah orang mengabaikan keinginan hasrat akan makan minum, ia menghasrati hal-hal diatas yakni pengetahuan, kebenaran.

Rae ati adalah orang yang hidup seimbang. Ia mengarahkan jiwa kepada kebaikan tertinggi. Dalam konsep plato disebut dunia idea (iperuranio), dalam perspektif filsafat Stoa yaitu menata jiwa hidup selaras dengan  kehendak alam. Mengikuti definisi filsafat Platon dan pandangannya tentang jiwa, diri terdalam kita yang sedang berfilsafat ini terpusat pada gerak. Gerakan sebagai konflik internal di dalam diri kita menampak dalam gerakan eksternalnya. Rae ati adalah orang yang berusaha semaksimal mungkin hidup rasional dengan cara mengendalikan irasionalitas yang mengemuka entah karena pilihan kita entah karena bagian dari keniscayaan yang tak bisa ditundukan. 

Bofitwos sosok Rae Ati 

Di atas telah kami  mengeksplanasi pemahaman orang Maybrat tentang rae ati dan mencoba analisa secara kritis, filosofis, fundamental, dan esensial. Maka pada point ini kami menempatkan Bofitwos sebagai salah satu sosok rae ati.  Oleh karena itu, di sini ada dua point akan kami uraikan yang memperlihatkan bahwa Bofitwos adalah sosok rae ati. 

Pertama, prinsip hidupnya sebagai seorang biarawan Augustinian. Kedua, keterlibatan Bofitwos dalam kehidupan sosial budaya, ham. 

Manusia (laki-laki, perempuan, anak-anak, ayah, ibu) dikatakan sebagai rae ati berarti hidup sesuai kodratnya masing-masing. Ia mencintai menjalankan  bertanggung-jawab atas pilihannya. Esensiku, hakikatku adalah hasil pilihanku atau putusanku. Aku yang bertanggung jawab penuh atas diriku sendiri. Kalau memang benar bahwa eksistensi mendahului esensi, maka aku harus bertanggung jawab atas kenyataanku. Karena akulah yang mengabil sikap. Aku menegaskan bahwa dalam pilihan di mana aku menjadikan diriku, aku sekaligus mengacu pada kemanusian pada umumnya. Aku bukan hanya bertanggung jawab atas individualitasku, melainkan aku harus bertanggung jawab atas Yefun (Tuhan) yang bersemayam dalam relung  jiwaku. Aku menjadikan diriku menurut apa yang kusadari sebagai kemanusianku. Jadi aku merealisasikan kemanusianku melalui putusan bebasku sendiri. Dan aku sendirilah yang bertanggung jawab. Aku hanya mencapai eksistensi yang bermutu apabila aku tetap setia pada pilihan, apabila bertindak berdasarkan kehendak universal, apabila aku bertanggung jawab terhadap diriku.  

Menurut hemat saya rae ati adalah orang yang bertanggungjawab penuh atas pilihan hidupnya. Karena dengan cara demikian ia sungguh bereksistensi sebagai rae tu. Maka di sini Bofitwos sebagai sosok Rae ati karena berpegang teguh pada prinsip hidupnya dan bertanggung jawab atas pilihan hidupannya. Dengan kata lain pater Bofitwos ia hidup sesuai kodratnya sebagai seorang biarawan Augustinian. 

Apa ciri khas/kodrat seorang biarawan? Kodrat seorang biarawan adalah hidup kontemplasi, bersemadi, doa, studi dan karya. Sebagaimana ia mengatakan bahwa prinsip hidup sebagai biarawan adalah hidup dalam persaudaraan yang mengedepankan sesama adalah diriku, yang bersama-sama mencari dan menemukan wajah Allah melalui hidup bersama, karya bersama, doa bersama dalam perjalanan menuju Allah. Atas dasar pengalaman ini, masing-masing kita mampu dan berani keluar membawa wajah Kristus kepada sesama yang miskin, menderita, tertindas dan terabaikan oleh sistem yang tidak adil. 

Bofitwos adalah seorang yang hidup penuh kontemplatif mencari Tuhan dalam doa dan keheningan. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai saudara, saya mengamati bahwa pater Bofitwos adalah pribadi yang sangat religious. Pater Bofitwos ia meluangkan waktu sepuluh sampai dua puluh menit sudah berada dalam kapela. Bahkan setelah “vesper” dan “laudes” ia selalu keluar terakhir dari kapela. 

Pater Bofitwos juga menyediakan waktu luang untuk berdialog dengan dirinnya dan Tuhan dalam keheningan. Saya secara pribadi merasa kagum melihat pola hidupnya yang kontemplatif. Dalam beberapa kesempatan berdiskusi dan sharing dengan pater Bofitwos tentang hakikat seorang biarawan yang hidup kontemplatif, doa dan bersemadi. Dalam diskusi itu ia menjelaskan bertolak dari hakikat doa dari st Augustinus yang termuat dalam karyanya Santo Augustinus spiritualitas dan cuplikan sejarah (2022); dan juga beberapa tulisannya termuat dalam majalah rajawali pers intern OSA (2009) silam yang menjelaskan hakikat doa dalam perspektif santo Augutinus dan pengalaman doanya. 

Apa itu hakikat doa menurut Augustinus? Menurut Augustinus pada hakikatnya terdapat tiga unsur yang merupakan hakikat doa yang mendasari hidup doa seorang beriman. Ketiga hakikat doa tersebut yaitu, a) doa sebagai lahir dari suatu pengalaman rohani. Doa merupakan suatu yang lahir dari pengalaman rohani seseorang. Doa adalah ungkapan jiwa yang membara karena terpanah oleh asmara ilahi. Demikian pula doa bukan suatu rutinitas belaka demi aturan dan kebutuhan egoisme, melankan doa adalah getaran jiwa yang selalu aktual, faktual dan eksistensial terarah kepada yang ilahi. Karena inisiatif Allah menyapa setiap pribadi  melalui pengalaman rohani dengan perantaraan simbol-simbol rohani. Inisatif Allah menyapa  setiap pribadi adalah pilihan dan keputusan Allah. Pilihan dan keputusan Allah berkomunikasi dengan setiap persoan adalah perwujudan cinta kasih Allah yang melulu dan semata-mata demi kebahagian dan keselamatan persoan tersebut dan seluruh umat manusia (Bofitwos, 2022: 66-67). Doa sebagai respon atas kerinduan Allah kepada manusia. Doa tidaklah pertama-tama usaha kita, melainkan dorongan hasrat kerinduan Yesus sendiri untuk bersatu dengan kita. Atas dorongan rahmat-Nya, hati kita tergerak untuk berkontak, berkomunikasi, berelasi secara intim dengan-Nya, Dengan demikian, doa kita merupakan tanggapan atau respons iman kepercayaan kita atas hasrat kerinduan Yesus kepada kita umat kesayangan-Nya (Bofitwos, 2022: 74). 

Secara teologis merupakan wahyu Allah yang menyatakan dalam diri Putra-Nya yang menjelma menjadi manusia. Kehadiran Allah secara langsung adalah suatu kerinduan Allah akan keselamatan kita. Respon Allah itu juga terdapat dalam perayaan ekaristi di mana Ekaristi merupakan sumber dan puncak perjumpaan Allah dengan umat-Nya (bdk. Sc. Art. 10). Doa sebagai ungkapan komitmen atas tawaran Allah. Secara teologis merupakan tanggapan dan respon iman kita kepada Allah. Kita berjanji hidup seturut kehendak Allah menjadi jembatan untuk menghantar orang lain berjumpa dengan Allah.Perjumpaan dengan Allah merupakan suatu tanggapan iman kepada Allah sekaligus Allah mewahyukan diri. 

Karena itu, bagi Bofitwos doa adalah via atau jalan utama perjumpaan kita manusia yang lemah, rapuh, tak berdaya ini dengan Allah Sang kebiakan Tertinggi dan Sang Kesempurnaan. Melalui doa kita berjumpa dengan Allah dan Allah berjumpa dengan kita, sehingga Ia menuntun, membimbing dan mengarah kita sehingga kita tetapi berjalan dalam Jalan Kebenaran-Nya (Kehendak-Nya). Dengan demikian kita terus berjalan di dalam harmoni fisik, pikiran, perasaan, emosi dan jiwa kita. Melalui doa kita dapat menghirup nafas Allah ke dalam nafas kita, sehingga kita mendapatkan energi untuk hidup dan berkaraya sebagai bentuk kesaksian kita kepada dunia dan sekaligus pujian kita kepada kemulian Allah (ad maiorem Dei gloriam). Saya memiliki sejumlah pengalam personal -subjektif perjumpaan dengan Tuhan Yesus melalui berbagai peristiwa. Ada yang melalui pengalaman mimpi (vision) dan juga pengalaman secara visual langsung. 

 Selain mencari Tuhan dalam hidup doa, pater Bofitwos juga mencari Tuhan melalui hidup studinya. Hidup studi merupakan kekhasan seorang biarawan. Karena dengan studi yang mendalam menggerakan kerinduan dan memetakan jiwa naik kepada Allah. Pada suatu sore setelah olahraga saya bersama salah seorang saudara melewati depan kamarnya dan melihatnya sedang membaca. Saudara secara tiba-tiba mengatakan kepada saya “ pater ini tidak bosan kha hari-hari membaca!” Pertanyaan ini mengingatkan saya sewaktu berdiskusi dengan pater Bofitwos tentang studi. Sebagaimana ia mengatakan.“Hal yang membuat saya studi tanpa henti adalah karena studi adalah jendela untuk melihat dan memahami dunia material dan non material. Buku – buku adalah ilmu pengetahuan tentang realitas dunia material ini dan dunia metafisika – ontologi. Buku-buku adalah cakrawala yang membuka wawasan berfikir dan cara padang tentang apa artinya saya hidup di dunia ini dan untuk apa saya hidup di dunia ini. Buku-buku dan tulisan-tulisan adalah pintu masuk ke dalam rahasia hidup manusia dan alam semesta serta rahasia ilahi.” Lalu dalam sharing ia menegaskan bahwa seorang biarawan selain hidup doa perlu menjaga keseimbangan melalui studi. Keutamaan seorang biarawan bukan hanya hidup doanya saja, tetapi juga hidup studi. Karena hanya melalui studi menghantar orang mengenal diri dan mengenal Tuhan. Sebagaimana dikatakan oleh Augustinus “noverim me noverim te, noverim te noverim me” (kenal aku kenal Engkau, kenal Engkau kenal aku). 

Sesuai dengan alam pikiran Augustinus pernyataan ini ditafsirkan dengan dua cara. Pertama, untuk mengenal Allah, aku harus mengenal diriku sendiri. Melalui pengenalan diri itu kuharapkan agar sampai kepada pengenalan akan Allah. Kedua untuk memahami diriku aku harus mengenal Allah. Berkat pengenalan akan Allah aku sampai pada pengertian tentang diriku sendiri yang lebih dalam.  Artinya Studi bagi Bofitwos merupakan upaya pencarian diri secara mendalam sampai menemukan kesadaran akan eksistensinya. Dan studi juga merupakan upaya pemurnian jiwa akibat dosa epistemologi yakni ketidaktahuan dan memetakan jiwa naik kepada Allah. Melalui studi pula menghantarnya pengenalan akan Allah. 

Bofitwos mencari Tuhan dalam kontemplasi dan keheningan dan studi. Sampai Tuhan mengarahkannya untuk meninggalkan tembok dan kebisuan keheningan dan menatap wajah Tuhan ditemukan luar biara melalui mereka yang menderita, terkucilkan dan lemah. Pater Bofitewos dinspirasi oleh spiritualitas Ordo santo Augustinus dan Augustinus sendiri. Augustinus sendiri setelah dithabiskan menjadi imam dan kemudian menjadi uskup ia membaktikan dirinya demi keselamatan Gereja. Robert Prevost mengatakan bahwa Augutinus pada waktu itu telah menunjukkan sikap bela rasa dan bersolidaritas dengan Gereja yang tertindas karena ketidak-adilan, martabatnya diabaikan. Perjuangan itu sudah bertahun-tahun lamanya, Ordo santo Augustinus mengakui pentingnya memperjuangkan keadilan dan perdamaian di dunia kita saat ini. Dalam kapitel jenderal tahun 1998, yang berisi tentang  sikap ordo santo Augutinus dalam memperjuangkan keadilan dan keberpihakan kepada yang tertindas. Dokumen ini menyatakan: Para saudara Augustinian (pengikut Augustinus) mempunyai tanggung-jawab untuk memaklumkan hak-hak asasi kaum lemah dan hidup sepenanggungan dengan yang tak berdaya (Prevost, 3003: 1). Hal ini menjadi landasan dan dasar bagi Bofitwos untuk memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan serta penegakkan hak dan martabat manusia alam dan tanah di Papua. Maka didirikan suatu lembaga khusus yaitu SKPKC OSA untuk menangani masalah-masalah sosial yang terjadi saat ini di Papua.

Bofitwos adalah seorang  rae ati orang melibatkan diri dalam kehidupan sosial yakni sebagai orang yang yakit mase, yakit moof (berpikir luas, berpikir baik), memandang sesama manusia yang lain itu setara, semaratabat. Berikut ini pandangannya tentang manusia: Manusia adalah mahluk yang bercitra ilahi atau gambar Allah (imago Dei). Tuhan Yesus sendiri telah mengajarkan kepada kita bahwa di dalam diri sesama manusia yang miskin, tertindas dan terbaiakan adalah Diri-Nya sendiri. “Barang siapa yang memperhatikan salah seorang yang paling hina ini, ia memperhatikan Aku”. Orang miskin, tertindas, terbaikan adalah Pribadi Kristus Sendiri.  Ia memandang sesama sebagai dirinya yang lain atau dalam diri sesama terdapat juga dirinya; dan dalam dirinya terdapat diri sesama; sesamaku adalah aku yang lain, “ana to nuo yie, nuo to ana yie.” Pemahaman yang mendalam tentang manusia inilah yang mendoronya untuk menyuarakan kesamaan martabat dan penegakan serta pengakuan martabat manusia Papua sama dengan yang lain, karena pada dasarnya kita satu dari Allah dan Kristus sebagai kepala Gereja dan kita adalah anggota-anggota-Nya. Jika satu atau sebagain anggota menderita sakit yang lainnya merasa sakit pula. Ia melihat bahwa Gereja Papua sakit dan ia pun merasakan sakit bersama mereka.  Hal itu bisa kita lihat dari jejak perjuangannya di mana memperjuangkan hak dan martabat perempuan Aifat Mare dan Meyah (AMM) dari himpitan dan kurungan budaya, sosial dan politik yang mengobjekkan dan menjadikan perempuan sebagai objek. Menurut Bofitwos Perempuan adalah bagian integral dari kaum pria. Seluruh eksistensi perempuan adalah eksistensi pria. Di dalam diri perempuan terpatri identitas dan jati diri pria. Maka pria dan wanita adalah satu entitas yang tidak dapat dipisahkan. Karena di dalam diri perempuan terkandung entitas pria dan sebaliknya. Keduanya saling terpaut dan terpatri. Maka dalam dalam bahasa Ibrani disebut Adam dan Adamah. Adama adalah pria dan Adamah adalah perempuan. Perbedaan hanya pada fungsi prokreasi (seks dan seksualitas) dan perannya dalam kehidupan sosial. Bukan hanya  perempuan yangn menjadi fokus perhatiannya tetapi martabat manusia pada umumnya. Bofitwos terlibat aktif dalam menyuarakan hak-hak asasi manusia tanah Papua, yakni hak hidup, hak masyarakat adat, ekonomi, pendidikan dan hukum yang terabaikan oleh pemerintah Indonesia. Bofitwos adalah pribadi yang krema karena berpirnsip tenang dan konsisten dalam melakukan dan menghasilkan sesuatu. Ia sosok rae ati yang memiliki sikap peduli, yhafri, yhaf mayia hadir mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di tanah Papua, Bofitwos dalam pelbagai tulisannya yang mnyebar di jubi dan media lainnya selalu menyerukan dialog adalah solusi penyelesain konflik di Papua. 

Catatan Reflektif

Pada bagian di atas kami telah menguraikan prinsip hidup dan perjuangan.  Maka point secara khusus merupakan catatan reflektif penulis atas Bofitwos. Mendalami berbagai karya Bofitwos menghantar saya pada gaya berpikir St. Augustinus yang  sistim berpkirnya terbuka dan universal, spekulatif, konfrontasional multi disipliner, solutif dan kontekstual. Sebagaimana dikatakan oleh Whitney J. Oates mengemukakan poin serupa dengan mengatakan bahwa pemikiran Agustinus adalah sistem “terbuka” sebagai lawan dari sistem “tertutup.” Seperti yang dijelaskan Oates mengenai perbedaan ini, sistem tertutup, seperti yang terdapat dalam tulisan-tulisan Aristoteles dan Aquinas, menghasilkan para penafsir yang lebih cenderung untuk menjelaskan pemikiran guru mereka daripada untuk mengembangkan penyelidikan filsafat. Sebaliknya, sistem filsafat terbuka, seperti yang dimiliki Plato, adalah sistem “yang mencakup semua aspek realitas di dalamnya, yang mengakui bahwa spekulasi manusia mengenai pertanyaan-pertanyaan terakhir selalu dalam proses, dan tidak dapat diselesaikan dalam arti yang final. Ia bersifat ‘germinal’ dan pada saat yang sama sangat rentan terhadap serangan rasional yang ketat. Dunia sebagai suatu sistem filsafat. Hal ini disarankan oleh bentuk penulisan Plato. Dialog-dialognya adalah sarana yang sempurna untuk menjaga penyelidikan filsafat terus bergerak dan mencegahnya mengeras menjadi sistem dogma (Bdk Nash, 1969: 2). Pandangan filsafati, teologis dan spiritual Agustinus sangat mempengaruhi arah dan cara berpikir Bofitwos. Hal ini terlihat dalam pelbagai tulisannya yang bentuk buku maupun artikel yang diterbitkan di media cetak maupun online. Arah pemikirannya bukan hanya pada tataran konseptual tetapi yang konseptual diwujudnyatakan dalam tindakan. Selain itu ia selalu berupaya menyederhanakan teologi dalam kontkes eropa agar tetap relevan dan  mudah ditangkap dalam konteks Papua. 

Bofitwos adalah seorang yang berpikir konfrontasional yang mampu mengintegrasikan interdisiplin ilmu dalam menaggapi situasi realitas sosial, politik, ham, ekonomi martabat kaum perempuan di tanah Papua. Mengintegrasikan ilmu teologi filsafat sosial budaya spiritualitas antropologi menanggapi berbagai persoalan di Papua. Bofitwos tidak hanya berpikir secara konfrontasional tetapi juga berpikir secara solutif. Di mana ia dengan prinsip yang tegas mengkritik pemerintah dan para penguasa tetapi ia juga mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan keadilan dan kemanusian di Papua. Menurutnya dialog adalah cara terbaik untuk mengatasi konflik di Papua kurang lebih enam puluh tahun lebih. Karena dengan dialog saling menghormati martabat korban dan pelaku dan tidak. Ia juga menentang penyelesain konflik  Papua dengan cara perang. Kemudian ia berpikir secara kontemplatif. berpikir kontemplatif adalah cara berpkir yang mendalam, reflektif dan introspektif. Dalam epsistemologis berpikir kontemplatif berarti melampaui dunia empiris, inderawi, persepsi, akal budi naik pada taraf intelek. Artinya berpikir pada taraf spektulatif dan probabilitas tertinggi yang menggantung sepenuhnya kepada rasio ilahi. Dalam bahasa Augustinus disebut “trinitas imanen” yaitu rasio (intelektual), kontemplatif, dan dilectio. Rasio adalah jiwa rasional yaitu struktur esensial batin (hati yang merupakan sentra pertemuan komunikasi manusia dengan Allah, dirinya sendiri, dan sesama. Jadi intelek merupakan unsur terpenting yang mengungkapkan kebenaran ilahi. Menurut Guigi II, dalam bukunya Scala Claustralium, kontemplasi merupakan suatu lectio divina, artinya suatu keterarahan jiwa (kehendak, akal budi, intelek) kepada Allah (Bdk. Bofitwos,2022: 77). Dalam alam pemikiran orang Maybrat (Aifat-Mare) disebut yakit yno mnan artinya berpikir luas melampaui akal budi mendekati Rae Yanes Yakit (cara berpikir Tuhan). Pada tataran ini biasanya orang itu terlihat sederhana mendalam, reflektif. Bofitwos pun demikian karena cara berpikirnya mendalam reflektif terlihat dalam ungkapan, kotbah dan tulisan-tulisannya.

Penutup

Bofitwos adalah sosok rae ati yang hidup sesuai kodrat rae tunya yaitu bertanggung jawab atas hidup dan kehidupannya sebagai seorang biarawan Augutinian. Ia adalah pribadi terlihat tenang tegas, dan sederhana mempunyai prinsip hidup. Selain hidup susuai kodrat biarawanya, ia  menjadi sosok rae ati terlihat dari cara berpikirnya mendalam, reflektif universal. Kemudian Bofitwos adalah rae ati yang yakit ynit po mase, ynot po mnan dan ynot po moof, yhaf myia (sikap bela rasa kepada yang kecil, tertindas, miskin dan terpinggirkan). Hal inilah yang memperlihatkan bahwa ia adalah sosok rae ati yang sejati, rae popot (bukan dalam arti modern yang mengejar status quo, prestisi, pengakuan) tetapi sesuai kodratnya sebagai manusia. Bofitwos adalah sosok rae ati yang hidup sesuai kodratnya, di sisi lain ia rae ati karena rae wuon yang mengabdikan hidupnya sebagai pelayan Tuhan.

Penulis : Fr. Ebaseddy Baru, OSA. Frater adalah seorang Augustinian yang sedang mencari Tuhan dalam doa dan studi di STFT Fajar Timur, Abepura-Jayapura.