Renungan Harian: Damai sejati hanya dapat dialami oleh mereka yang membuka hati dengan kerendahan

43

Renungan Harian
Selasa, 02 Desember 2025
Bacaan I: Yes 11:1–10
Bacaan Injil: Luk 10:21–24

Setiap orang pasti merindukan hidup yang rukun dan damai—suasana batin yang bebas dari konflik, kekerasan, dan perpecahan. Kerinduan itu sesungguhnya adalah gema dari kehendak Allah sendiri. Ia menghendaki agar manusia hidup dalam harmoni: dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan alam, dan terlebih dengan Dia, Sang Sumber Damai.

Dalam bacaan pertama hari ini, Nabi Yesaya menyampaikan sebuah visi yang sangat indah sekaligus profetis: ketika Allah memerintah sepenuhnya atas umat-Nya, dunia akan dipenuhi damai yang sempurna. Tanda-tanda permusuhan akan tiada lagi. Serigala, anak domba, anak lembu, dan anak singa hidup bersama. Gambaran ini bukan sekadar puisi, melainkan janji bahwa ketika manusia sungguh mengenal Tuhan, maka kekerasan, kebusukan hati, dan niat jahat akan sirna.

Yesaya menegaskan, “Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan, seperti air laut yang menutupi dasarnya.” (Yes 11:9).

Segala yang dicita-citakan itu mencapai kepenuhannya dalam diri Kristus—Tunas yang tumbuh dari tunggul Isai. Dialah Raja Damai yang membawa roh kebijaksanaan, pengertian, nasihat, keperkasaan, pengenalan, dan takut akan Tuhan. Dalam Dia, dunia baru yang dicita-citakan para nabi menjadi nyata.

Injil hari ini (Luk 10:21–24) menambahkan satu hal penting: damai sejati hanya dapat dialami oleh mereka yang membuka hati dengan kerendahan. Yesus bersyukur kepada Bapa karena misteri keselamatan justru diungkapkan kepada “orang kecil,” mereka yang rendah hati dan bersandar sepenuhnya pada rahmat Tuhan. Mereka inilah yang mampu mengenal Dia dan mengalami kedamaian yang dijanjikan.

Maka, apa yang dapat kita renungkan hari ini Pertama, damai adalah buah persatuan dengan Allah. Kita tidak bisa mengandalkannya dari kemampuan atau strategi manusia semata. Damai tumbuh dari hati yang mengenal Tuhan.

Kedua, kerendahan hati membuka jalan bagi rahmat. Hati yang lembut dan terbuka memampukan kita melihat karya Allah, seperti para murid yang dipuji oleh Yesus.

Ketiga, kita dipanggil menjadi pembawa damai. Jika Kristus adalah Raja Damai, maka kita adalah utusan-Nya: menghadirkan rekonsiliasi, sikap saling memahami, dan kasih di lingkungan kita masing-masing.

Marilah hari ini kita memperbaharui komitmen untuk mengenal Tuhan lebih dalam—melalui doa, firman-Nya, dan kehidupan sakramental—sehingga damai Kristus sungguh mengalir melalui hidup kita.

Tuhan memberkati. Ave Maria!