Bagian I
Mengenal Makna Lambang dan Motto Uskup Manokwari-Sorong, Mgr. Hilarion Datus Lega
1. Topi Berbulu Burung
Topi Berbulu Burung merupakan lambang kepemimpinan lokal konteks Papua.
2. Tali dan Simpul-simpul
Tali dan Simpul-simpul berwarna hijau merupakan lambang hirarki gereja sebagai lembaga pemersatu antar semua elemen dalam kehidupan umat masyarakat.
3. Salib
Salib adalah lambang kepercayaan kepada Tuhan yang Mahaesa, dan secara khusus salib melambangkan iman dan kepercayaan umat Katolik akan Yesus Kristus dan ajaran-ajaran-Nya.
4. Topi, Mitra, dan Tongkat Uskup
Topi, Mitra, dan Tongkat Uskup adalah lambang kepemimpinan (tugas kegembalaan) dalam tubuh Gereja Katolik. Kepemimpinan bukan dalam arti kuasa dan pengawasan, melainkan melulu pelayanan kepada umat demi kemuliaan Allah.
5. Bingkai Segi-tiga
Bingkai Segi-tiga adalah lambang komunikasi integral antar sesama umat manusia, dan antar umat manusia dengan Sang Pencipta. Di dalam bingkai ‘komunikasi integral’ itu terdapat simbol-simbol dinamika kehidupan umat/masyarakat manusia berupa: sinar mentari di kecerahan awan biru, dalam keteduhan pepohonan hutan yang menaungi rumah tempat tinggal, dan dikitari lautan di pesisir pantai, sementara ada nyanyian kehidupan seekor burung.
Ini tentu saja cuma sebagian elemen yang hidup di tanah Papua, secara khusus di Keuskupan Manokwari-Sorong. Sendi-sendi kehidupan tentu jauh lebih kaya dan mendalam dari hanya beberapa yang dilambangkan di sini.
6. Motto Uskup Hilarion Datus Lega
“NOMEN TUUM GLORIFICETUR”, yang artinya “NAMA-MU YA TUHAN DIMULIAKAN”. Motto ini diinspirasikan oleh Mazmur 115:1. Selengkapnya berbunyi “BUKAN KEPADA KAMI, YA TUHAN, BUKAN KEPADA KAMI, TETAPI KEPADA NAMA-MULAH BERI KEMULIAAN” (NON NOBIS, NON NOBIS DOMINE, SED NOMINI TUO DA GLORIAM).
Bagian II
Mengenal Sejarah Singkat, Motto 3 Uskup, Dan Visi-Misi Keuskupan Manokwari-Sorong
1. Sejarah Singkat terbentuknya Keuskupan Manokwari-Sorong
Keuskupan Manokwari-Sorong merupakan keuskupan sufragan pada provinsi Gerejani Keuskupan Agung Merauke, dan luas wilayahnya berukuran 111.830 km2. Keuskupan Manokwari-Sorong terletak di bagian Barat Papua dan meliputi dua provinsi yakni provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua Barat Daya.
Sebelum menjadi sebuah keuskupan, pada tanggal 19 Desember 1959 wilayah ‘Kepala Burung’ berdiri sebagai Prefektur Apostolik Manokwari dan memisahkan diri dari Vikariat Apostolik Hollandia (Jayapura). Status Prefektur Apostolik Manokwari kemudian ditingkatkan menjadi Keuskupan Manokwari pada tanggal 15 November 1966 yang ditandai dengan ditahbiskannya Mgr. Petrus Malachias Van Diepen, OSA sebagai Uskup Keuskupan Manokwari. Paroki Santo Agustinus Manokwari sekarang ini adalah dulunya sebagai Gereja Katedral Keuskupan Manokwari.
Kemudian pada tanggal 14 Mei 1974 berganti nama menjadi Keuskupan Manokwari-Sorong lantaran cathedra atau takhta Uskup Keuskupan Manokwari dipindahkan dari Manokwari ke Sorong dengan Mgr. Petrus Malachias van Diepen, OSA sebagai Uskup pertama Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong. Walaupun baru menjadi suatu keuskupan di tahun 1966, akan tetapi status resmi berdirinya Keuskupan Manokwari-Sorong itu sudah terhitung sejak 19 Desember 1959. Mgr. Petrus van Diepen menjabat sebagai Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong pada tanggal 15 November 1966 – 05 Mei 1988.
Selanjutnya, Uskup penggantinya adalah Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm. Mgr. Hadisumarta menjabat sebagai Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong pada tanggal 5 Mei 1988 – 30 Juni 2003. Pada 30 Juni 2003, Pastor Hilarion Datus Lega, Pr (imam Diosesan Ruteng) terpilih menjadi Uskup ketiga Keuskupan Manokwari-Sorong hingga sekarang.
2. Motto Tiga Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong
Dalam mengemban tugas kegembalaan di Keuskupan Manokwari-Sorong sejak tahun 2003, Mgr. Hilarion Datus Lega memaknai suatu semangat-dasar kegembalaan yang berkesinambungan berdasarkan tiga motto kegembalaan dari ketiga Uskup, yakni Mgr. Petrus van Diepen, OSA, Mgr. Hadisumarta, O.Carm, dan Mgr. Hilarion Datus Lega. Hal itu secara simbolik diungkapkan oleh Mgr. Hilarion Datus Lega, bahwa “Ketiga motto [kegembalaan] dapat dipandang merangkai dinamika perjalanannya, baik yang sudah berlalu, sedang berlangsung, maupun pada masa yang akan datang.
Dari kacamata dinamika sejarah yang terus bertumbuh, saya memandang motto tiga Uskup yang pernah (dan sampai sekarang) memimpin Keuskupan Manokwari-Sorong merupakan sebuah mata-rantai yang menghubungkan hampir segala dimensi kegiatan berpastoral yang telah dan masih harus terus diselenggarakan di medan pastoral Keuskupan Manokwari-Sorong.
Seperti ada kesinambungan erat satu sama lain, ketiga motto merangkum ikatan kebersamaan dalam karya pastoral. Bukan karena demikian pentingnya sang Uskup dengan mottonya masing-masing, melainkan semata-mata lantaran ada jalinan yang bisa merangkum tapak-tapak perjalanan dari dahulu sampai sekarang, bahkan nanti!”.
Ada pun tiga motto dari ketiga Uskup tersebut, sebagai berikut:
Pertama, Uskup Petrus van Diepen, OSA (1967 – 1988) dengan motto “Orietur Vobis Sol Justitiae” yang artinya “Bagimu akan terbit surya kebenaran” (bdk. Maleakhi 4:2). Motto ini menandaskan sejak awal bahwa Keuskupan Manokwari-Sorong ini memang maju! Dalam motto tersebut tersirat sebuah keyakinan akan kemajuan. Baik ‘surya’ maupun ‘kebenaran’, dalam motto Uskup van Diepen, merupakan ymbol-nyata terang alias cahaya yang selalu bersinar! Menarik bahwa kedua simbol-nyata itu terbit dari timur, yaitu Tanah Papua di Kepala Burung.
Sebagian dari umat Katolik dan warga Keuskupan Manokwari-Sorong masih merupakan saksi sejarah kemajuan itu. Uskup van Diepen bersama segenap kiprah dan pergumulan hidup sepertinya melambangkan surya yang memang terbit dari timur: bergerak naik menyinari bumi cendrawasih ini.
Kedua, Uskup Hadisumarta, O.Carm (1988 – 2003) memiliki motto “Evangelium Christi” yang berarti “Mewartakan Kabar Gembira [Injil] Kristus” (bdk. Roma 15:19). Motto ini dapat dimengerti sebagai upaya kemandirian Gereja; Gereja yang mandiri! Tidak bisa tidak, Evangelium Christi pada hakekatnya merupakan usaha memandirikan gereja atau keuskupan dalam segala aspek hidupnya. Evangelium Christi merupakan tugas dan tanggung-jawab kita pada saat ini dan di sini.
Dengan demikian, tidak berlebihan untuk menyimpulkan bahwa kemajuan sebagaimana ditandaskan motto Uskup van Diepen pada saatnya mendapat aktualisasi baru di tangan penggembalaan Uskup Hadisumarta dengan semangat kemandirian menggereja.
Ketiga, Uskup Hilarion Datus Lega (2003 – sekarang) dengan motto “Nomen Tuum Glorificetur”, diterjamahkan yakni “Nama-Mu, ya Tuhan, Dimuliakan” (bdk. Mazmur 115:1). Motto ini menyiratkan keluhuran martabat! Bahwa memuliakan Tuhan tidaklah lain daripada meluhurkan martabat manusia dalam segala sepak terjang hidupnya. Dengan kata lain, Tuhan hanya bisa dimuliakan apabila makhluk ciptaan-Nya dimuliakan, dihargai, dan dicintai.
Mgr. Hilarion Datus Lega melanjutkan kemajuan yang telah ditanamkan Uskup van Diepen dan kemandirian yang dicanangkan Uskup Hadisumarta dengan berusaha mengedepankan betapa harus bermartabatnya kemajuan serta kemandirian itu di tangan kita dan generasi penerus.
Bagi Uskup Hilarion, memajukan dan memandirikan Gereja atau keuskupan yang masih terus berlanjut haruslah dengan cara dan upaya yang bermartabat melalui pencerdasan dan pencerahan manusia. Dengan demikian, ketiga motto kegembalaan itu semacam menjadi satu mata-rantai penghubung yang menjadi acuan dasar semangat pelayanan dalam tugas penggembalaan Mgr. Hilarion Datus Lega, sehingga secara lebih visioner beliau menuangkannya ke dalam visi dan misi Keuskupan Manokwari-Sorong saat ini.
3. Visi Keuskupan Manokwari-Sorong
Berdasarkan tiga motto kegembalaan dari tiga Uskup, sebagaimana yang telah diulas di atas, maka Uskup Hilarion Datus Lega merumuskan visi Keuskupan Manokwari-Sorong saat ini menjadi 3 (tiga) bagian, antara lain:
1). Maju
2). Mandiri
3). Bermartabat
4. Misi Keuskupan Manokwari-Sorong
Melalui tiga visi di atas kemudian dirumuskan lebih lanjut dalam beberapa butir misi Keuskupan Manokwari-Sorong saat ini, sebagai berikut:
1). Memberdayakan umat Allah yang sehati dan sejiwa menuju Gereja yang maju, mandiri dan bermartabat.
2). Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan-pelayanan pastoral yang lebih sesuai dengan konteks umat.
3). Mengembangkan dan memajukan mutu pendidikan di wilayah Keuskupan Manokwari-Sorong, terutama bagi Orang Asli Papua.
4). Mengembangkan dan meningkatkan kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan kesehatan umat.
(Penulis: RD. Iven Kocu)
DAFTAR PUSTAKA
Komisi Seminari Konferensi Waligereja Indonesia. 2007. Profil Seminari Menengah Indonesia: Regio Sulawesi – Ambon – Papua. Jakarta: Komisi Seminari KWI.
Kathino, Frans Pr. 2009. Meneropong Sejarah Keuskupan Manokwari-Sorong, dalam Buku Kenangan Yubileum 50 tahun Keuskupan Manokwari-Sorong. Sorong: Panitia Yubileum 50 tahun Keuskupan Manokwari-Sorong.
Kocu, Iventus Ivos. 2022. Tesis: Formatio Calon Imam yang Berdimensi Kontekstual bagi Calon Imam Keuskupan Manokwari-Sorong dalam Terang Pastores Dabo Vobis 42-59. Bandung: Sekretariat Fakultas Filsafat Unpar.
H. Datus Lega. 2009. Setelah Lima Puluh Tahun Keuskupan Manokwari-Sorong: Maju, Mandiri dan Bermartabat dalam Buku Kenangan Yubileum 50 tahun Keuskupan Manokwari-Sorong (Sorong: Panitia Yubileum 50 tahun Keuskupan Manokwari-Sorong.