Renungan Harian: Menjadi apakah anak ini nanti?

123
ILUSTRASI

Renungan Harian, 24 Juni 2025
Hari Raya Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis
Bacaan Injil: Lukas 1:57–66.80

“Menjadi apakah anak ini nanti?” (Luk 1:66)

Hari ini Gereja merayakan dengan penuh sukacita Hari Raya Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis, satu-satunya orang kudus selain Yesus dan Bunda Maria yang kelahirannya dirayakan secara liturgis. Mengapa begitu istimewa? Karena Yohanes adalah nabi terakhir dan terbesar, yang dipilih Allah sejak dari kandungan untuk mempersiapkan jalan bagi Mesias.

Kisah kelahiran Yohanes dalam Injil Lukas adalah kisah tentang iman, pengharapan, dan ketaatan. Elisabet dan Zakaria, pasangan suami-istri yang sudah lanjut usia dan selama bertahun-tahun menantikan kehadiran seorang anak, akhirnya menerima anugerah besar dari Allah. Di balik penantian yang panjang itu, tersimpan kesetiaan mereka dalam berdoa, tetap melayani Tuhan, dan percaya bahwa segala sesuatu indah pada waktu-Nya.

Zakaria, sang imam, awalnya sempat meragukan kabar gembira dari malaikat. Ia menjadi bisu sebagai tanda dan teguran dari Allah. Tapi dalam kebisuannya, ia belajar untuk mendengarkan lebih dalam. Dan saat Yohanes lahir, Zakaria menunjukkan ketaatan dan iman yang telah diperbaharui: “Namanya adalah Yohanes,” tulisnya di batu tulis. Ketika ia taat kepada kehendak Allah, mulutnya pun terbuka dan lidahnya lepas. Ia tidak lagi bisu, melainkan berkata-kata dan memuji Allah. Sebuah pelajaran rohani bagi kita: ketaatan membuka pintu berkat.

Pertanyaan orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu—“Menjadi apakah anak ini nanti?”—menggemakan rasa kagum akan karya Allah yang luar biasa. Pertanyaan itu bukan hanya tentang Yohanes, tetapi juga tentang setiap anak, setiap pribadi, termasuk kita: “Akan menjadi apa aku dalam rencana Allah?”

Yohanes Pembaptis hidup dalam kesetiaan pada panggilannya: hidup sederhana di padang gurun, bersuara nyaring menyerukan pertobatan, dan akhirnya dengan berani menyampaikan kebenaran hingga harus kehilangan nyawanya. Ia tidak mencari kemuliaan diri, bahkan rela berkata, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” (Yoh 3:30).

Oleh karena itu, sebagaimana Yohanes Pembaptis, marilah kita terus bersuara bagi kebenaran walau tidak populer. Kita juga belajar hidup setia seperti Zakaria dan Elisabet, berharap dan percaya dalam doa, meski Tuhan belum menjawab. Kita terus berani hidup sesuai rencana Tuhan, bukan rencana pribadi Kita sendiri.

Marilah kita menimba teladan dari keluarga kudus ini: iman yang kokoh, harapan yang tak putus, dan ketaatan yang penuh kasih. Jadikanlah setiap peristiwa hidup sebagai kesempatan untuk memuliakan Allah, seperti Yohanes, Elisabet, dan Zakaria.

Selamat merayakan Hari Raya Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis.
Tuhan memberkati dan Ave Maria!