Refleksi Atas Konsep Kerajaan Allah Dalam Surat-Surat Pastoral

117
Gambar Ilustrasi

(RD. Renold Aleksander Laike)

Pengantar
Kerajaan Allah merupakan inti pokok dalam karya pewartaan dan pelayanan yang dilakukan oleh Yesus di seluruh Palestina. Hal tersebut dengan jelas tampak dalam isi pewartaan Yesus, saat Ia memulai karya-Nya di Galilea: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Bdk. Mrk. 1:15). Pertanyaan mendasar dalam tulisan ini adalah “apa itu Kerajaan Allah?” Dengan kata lain, Kerajaan Allah sebenarnya merupakan sebuah tempat (ruang) atau yang lain. Kata “Kerajaan Allah” memang paling sering muncul di dalam keempat Injil. Kendati demikian, tulisan ini menawarkan perspektif yang lain untuk memahami konsep Kerajaan Allah, yaitu dengan merefleksikan konsep tersebut dalam Surat-surat Pastoral. Surat-surat Pastoral yang dimaksud adalah Surat Pertama dan Kedua Rasul Paulus kepada Timotius (1-2 Tim.) dan Surat Rasul Paulus kepada Titus (Tit.).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membaca tulisan ini, antara lain sebagai berikut. Pertama, tulisan ini adalah sebuah refleksi secara teologis-biblis, namun tidak ketat secara akademis. Kedua, oleh karena itu, tulisan ini bukanlah sebuah eksegese atau penafsiran atas teks-teks Kitab Suci. Ketiga, tulisan ini dimaksudkan untuk membantu kita memahami konsep mengenai Kerajaan Allah.

Kerajaan Surgawi yang Kekal
Surat Pertama dan Kedua Rasul Paulus kepada Timotius (1-2 Tim) dan Surat Rasul Paulus kepada Titus (Tit.) disebut sebagai Surat-surat Pastoral karena memberikan semacam pedoman dasar pastoral kepada para pemimpin jemaat di daerah Asia Depan. Ketiga surat tersebut saling berdekatan satu sama lain. Surat 1Timotius dan Titus berisi mengenai instruksi pastoral tentang kehidupan jemaat (menggereja), sedangkan surat 2 Timotius berupa semacam wasiat rohani, dari Paulus kepada Timotius.

Dalam keseluruhan Surat-surat Pastoral (dari 1Timotius sampai Titus) hanya muncul dua kali kata Basileia (artinya: Kerajaan). Kata tersebut dapat ditemukan dalam 2Tim. 4:1 dan 2Tim. 4:18. Teks 2Tim. 4:1 berbunyi demikian: “Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi pernyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya.” Tentu saja, kata “Kerajaan-Nya” merujuk pada Kerajaan Allah. Teks 2 Tim. 4:18 menyebutkan “… masuk ke dalam Kerajaan-Nya di sorga”. Dalam versi bahasa Yunani disebutkan εἰς τὴν βασιλείαν αὐτοῦ τὴν ἐπουράνιον (eis ten basileia auto ten epouranion), yang artinya “ke dalam Kerajaan surgawi-Nya” (dalam teks Inggrisnya/KJV, His Heavenly Kingdom). Dari teks-teks tersebut, kerajaan yang dimaksudkan bukanlah kerajaan-kerajaan duniawi atau kerajaan-kerajaan yang ada di dunia, melainkan Kerajaan Allah atau Kerajaan yang bersifat surgawi.

Kerajaan yang dimaksudkan oleh teks 2Tim. 4:1 dan 2Tim. 4:18 bersifat surgawi atau rohani. Itu artinya Kerajaan tersebut tidak dibatasi dalam tata ruang dan waktu yang terbatas, tetapi sangat berhubungan dengan hidup kekal. Hidup kekal tersebut merupakan hal yang dijanjikan oleh Allah sebelum permulaan zaman (Bdk. Tit. 1:2). Teks 1Tim. 1:17 menyebutkan Allah sebagai “Yang Kekal, Raja segala zaman, yang tidak tampak, yang esa”. Allah adalah Raja di Kerajaan-Nya. Jika Allah itu bersifat kekal, maka Kerajaan-Nya pun kekal. Di samping itu, Kerajaan-Nya pun adalah Kerajaan yang tidak tampak. Kata “tidak tampak” mungkin lebih tepat dimengerti sebagai yang tersembunyi.

Epiphaneia: Kedatangan dan Penyingkapan

Kata kunci lain yang berkaitan dengan konsep Kerajaan Allah adalah Epiphaneia. Kata tersebut dalam bahasa Inggris berarti to appear, appearance. Oleh karena itu, kata Epiphaneia (ἐπιφάνεια) bisa berarti menunjukkan “rupa atau kemuliaan” (Bdk. 1Tim. 6:14). Di dalam Surat-surat Pastoral, Epiphaneia berkaitan dengan kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Kedatangan Kristus, baik yang “pertama dan kedua”, dihubungkan dengan penyingkapan Kerajaan Allah yang tersembunyi tersebut. Penyingkapan tersebut mendatang hidup yang bersifat kekal. Kita dapat membandingkan dengan konsep kebangkitan Kristus, yaitu Kristus mengalahkan maut sehingga manusia memperoleh rahmat kehidupan kekal. Selain itu, Surat-surat Paulus juga membahas mengenai waktu kedatangan Kristus kedua kalinya. Ternyata, waktunya tidak menentu karena hanya Allah saja yang mengetahuinya (Bdk. 1Tim.6:15; Tit. 1:2).

Rahmat Allah dan Kesalehan Jemaat
Surat-surat Paulus percaya bahwa Kerajaan Allah adalah semata-mata inisiatif Allah; atau Allah yang berinisiatif terlebih dahulu daripada manusia. Itu artinya bahwa manusia dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah bukan karena perbuatan-perbuatan baiknya saja, melainkan karena rahmat Allah berada di tempat yang paling pertama (Bdk. Tit. 3:5). Teks Tit. 3:5 berbunyi: “… bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus”. Teks tersebut menunjuk pada dua sakramen, yaitu Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma. Sakramen memang menjadi tanda yang kelihatan dari rahmat yang tidak kelihatan itu.

Rahmat keselamatan tersebut sudah dilimpahkan kepada manusia oleh Yesus Kristus (Bdk. Tit. 3:6). Oleh karena itu, satu-satunya sikap logis yang perlu dilakukan oleh manusia adalah menanggapi rahmat dengan percaya kepada Yesus Kristus, yang bangkit dari orang mati, yang dilahirkan dari keturunan Daud (Bdk. 2Tim. 2:8). Pandangan Surat-surat Pastoral tersebut sebenarnya senada dengan iman jemaat-jemaat Kristen, bahwa Yesus adalah “jalan dan kebenaran dan hidup” sebagaimana yang terungkap di dalam Yoh. 14:6. Dengan kata lain, Kristus menjadi pintu untuk masuk ke dalam keselamatan atau Kerajaan Allah (bdk. Yoh. 10:2, 7). Sebenarnya, bukan hanya dengan percaya saja, melainkan juga melalui solidaritas dengan Kristus, hidup, wafat dan kebangkitan-Nya, jemaat dapat memperoleh keselamatan dalam Kristus dengan kemuliaan yang kekal (Bdk. 2Tim. 2:10-11).

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, ada kemungkinan akan muncul pernyataan: “Jika masuk ke dalam Kerajaan Allah adalah rahmat Allah, maka jemaat tidak perlu berbuat baik, karena toh sia-sia.” Sebenarnya, pernyataan tersebut sangat keliru dan sesat. Surat-surat Pastoral menganjurkan jemaat untuk tetap hidup tidak bercela (sesuai dengan ajaran yang sehat) hingga kedatangan Tuhan (bdk. 1Tim. 6:17-21; Tit. 2:11-13). Anjuran tersebut sangat berguna karena pada masa itu jemaat mengalami semacam keputusasaan karena “penundaan Parousia”. Perbuatan baik dan kesalehan sangat berguna dalam berbagai hal, baik di masa kini maupun di masa mendatang (Bdk. 2Tim. 4:2-8). Perbuatan baik dan kesalehan mengarahkan jemaat kepada Kerajaan Allah. Lagipula, perbuatan baik dan kesalehan merupakan konsekuensi logis dari pilihan percaya kepada Yesus Kristus. Hal yang paling penting adalah perbuatan baik dan kesalehan tersebut merupakan bukti nyata jemaat merindukan kedatangan Tuhan (bdk. 2Tim. 4:8).

Penutup
Dari uraian tersebut, ada beberapa poin yang bisa menjadi kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

•Kerajaan Allah adalah Kerajaan surgawi, bukan duniawi. Kerajaan Allah itu adalah tempat dan suasana, yang mana ada unsur kehidupan kekal; dimana Allah yang kekal dan tidak tampak meraja untuk selama-lamanya.

•Yang berhak masuk ke dalam Kerajaan Allah adalah umat pilihan Allah.

•Kerajaan Allah ada di surga dan kepenuhannya akan tampak pada dunia terutama pada saat Parousia (kedatangan Tuhan kedua kalinya).

•Kerajaan Allah akan hadir dalam waktu yang tidak menentu. Hanya Allah satu-satunya yang mengetahuinya. Namun, Parousia sudah dimulai dengan adanya tanda-tanda masa kesukaran. Oleh karena itu, jemaat mempersiapkan diri ke sana, terutama dengan peka terhadap tanda-tanda zaman.

•Umat Allah dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah pertama-tama oleh rahmat Allah, karena Allah sendirilah yang berinisiatif untuk menyelamatkan manusia. Rahmat Allah tersebut menjadi tampak di dalam sakramen-sakramen. Jemaat dituntut untuk percaya dan solider pada Kristus agar menjadi umat pilihan Allah. Kendati demikian, jemaat juga mempersiapkan diri dengan hidup yang tidak bercela. Perbuatan baik dan kesalehan mengarahkan jemaat kepada Kerajaan Allah.

Referensi
Adapun beberapa bahan bacaan yang menginspirasi tulisan ini, sekaligus bisa menjadi bahan referensi mengenai Surat-surat Pastoral, antara lain sebagai berikut.
•Balz, H. R., & Schneider, G. Exegetical Dictionary Of The New Testament, Grand Rapids, Mich.: Eerdmans, 1990.
•Brown, Raymond, Dkk. (Ed.), The New Jerome Biblical Commentary, New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1989.
•Fitzmyer, J. A. S. The Letter To Philemon: A New Translation With Introduction And Commentary, London: Yale University Press, 2008.
•Groenen, C. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1984.