PESAN PAUS FRANSISKUS
UNTUK
HARI ORANG MUDA SEDUNIA KE-39
“Mereka yang Berharap kepada Tuhan, Berjalan Tanpa Lelah”
(Yesaya 40:31)
Orang-orang muda yang terkasih!
Tahun lalu kita telah menempuh jalan pengharapan menuju Yubileum Agung dengan merefleksikan ungkapan Santo Paulus “Bersukacitalah dalam Pengharapan“ (Roma 12:12). Untuk mempersiapkan diri kita dalam ziarah Yubileum tahun 2025, tahun ini, kita mengambil inspirasi dari Nabi Yesaya yang mengatakan “Mereka yang berharap kepada Tuhan […] berjalan tanpa lelah“ (Yesaya 40:31). Ungkapan tersebut terdapat dalam bagian kitab Yesaya yang disebut Kitab Penghiburan (Yesaya 40–55). Bagian tersebut merupakan bagian yang menandakan akhir dari pembuangan Israel di Babel dan merupakan awal dari masa baru yang penuh pengharapan dan kelahiran kembali bagi umat Allah yang dapat kembali ke tanah air mereka berkat “jalan“ yang, dalam sejarah, Tuhan membukanya untuk anak-anak-Nya (bdk. Yesaya 40:3).
Saat ini, kita juga hidup di masa yang ditandai dengan situasi dramatis yang menimbulkan keputusasaan dan menghalangi kita untuk menatap masa depan dengan keyakinan: tragedi perang, ketidakadilan sosial, ketidaksetaraan, kelaparan, eksploitasi manusia dan ciptaan lain. Seringkali kalianlah orang muda yang terpaksa harus merasakan ketidakpastian akan masa depan dan tidak melihat jalan keluar yang pasti untuk mimpi-mimpi kalian. Hal itu membuat kalian harus menghadapi risiko untuk hidup tanpa harapan, menjadi tawanan kebosanan dan kemurungan, terkadang juga terseret dalam ilusi pelanggaran dan realitas yang merusak (bdk. Spes non confundit, 12). Karena itulah, orang muda yang terkasih, saya ingin agar, seperti yang terjadi pada bangsa Israel di Babel, pewartaan akan pengharapan juga datang kepada kalian: bahkan hari ini Tuhan membuka sebuah jalan di depan kalian dan Ia mengundang kalian untuk berjalan di sepanjang jalan itu dengan sukacita dan harapan.
- Peziarahan hidup dan tantangan-tantangannya
Yesaya mengatakan sebuah ”perjalanan tanpa lelah”. Sekarang, mari kita merenungkan dua aspek nubuat itu: perjalanan dan lelah.
Hidup kita adalah sebuah peziarahan, sebuah perjalanan yang mendorong kita untuk melampaui diri kita sendiri, sebuah perjalanan akan pencarian kebahagiaan. Dalam kehidupan kristiani, secara khusus, hidup adalah sebuah peziarahan menuju pada Allah, keselamatan kita dan kepenuhan akan segala sesuatu yang baik. Pencapaian-pencapaian, penaklukan-penaklukan dan keberhasilan-keberhasilan ada di sepanjang perjalanan. Jika mereka tetap hanya bersifat material, masih membuat kita lapar akan hal lain; pada kenyataannya, mereka tidak sepenuhnya memuaskan jiwa kita, karena kita adalah ciptaan Tuhan yang tak dapat dibatasi. Oleh karena itu, di dalam diri kita berdiam hasrat untuk bertransendensi, kegelisahan yang terus menerus terhadap pemenuhan aspirasi yang lebih besar, menuju sesuatu yang “lebih“. Itulah sebabnya, seperti yang telah saya katakan berkali-kali, “melihat kehidupan dari balkon” tidaklah cukup bagi kalian, wahai anak muda.
Akan tetapi, normal bahwa, meskipun kita memulai perjalanan kita dengan sangat antusias, cepat atau lambat kita akan mulai merasakan kelelahan. Dalam beberapa kasus, yang menyebabkan kegelisahan dan kelelahan batin adalah tekanan sosial yang mendorong kita untuk memenuhi standar keberhasilan tertentu dalam studi, pekerjaan, dan juga kehidupan pribadi. Hal ini menimbulkan kesedihan karena kita hidup dalam hiruk-pikuk aktivisme kosong yang membawa kita mengisi hari-hari kita dengan ribuan hal dan meskipun demikian, kita merasa tidak pernah cukup bisa melakukan banyak hal dan bahwa kita tidak pernah cukup baik. Kelelahan ini seringkali disertai dengan rasa bosan. Ini adalah suatu keadaan yang apatis dan tidak puas dari mereka yang tidak dalam perjalanan, tidak memutuskan, tidak memilih, tidak pernah mengambil risiko, dan lebih senang tinggal dalam zona nyaman, menutup diri, melihat dan menilai dunia dari balik layar, tanpa pernah “mengotori tangan mereka“ dengan masalah, dengan orang lain, dan dengan kehidupan sekitar. Kelelahan seperti ini seperti semen yang membenamkan kaki kita yang pada akhirnya akan mengeras, menjadi berat, melumpuhkan kita untuk bergerak maju. Saya lebih senang dengan kelelahan karena sedang dalam sebuah perjalanan daripada kebosanan karena berhenti dan tidak ingin untuk berjalan!
Solusi untuk mengatasi kelelahan, secara paradoks, bukanlah dengan duduk diam untuk beristirahat. Justru hal yang perlu dilakukan adalah dengan beranjak dan menjadi peziarah harapan. Inilah undangan saya untuk kalian semua: berjalanlah dengan penuh pengharapan! Pengharapan mengatasi setiap kelelahan, setiap krisis, dan setiap kecemasan. Selain itu juga memberikan kita sebuah motivasi yang kuat untuk terus maju karena itu adalah rahmat yang kita terima dari Allah: Dia mengisi waktu kita dengan makna, menerangi kita dalam perjalanan, menunjukkan kepada kita arah dan tujuan hidup. Rasul Paulus menggunakan gambaran seorang atlet yang berlari di stadion untuk menerima hadiah kemenangan (bdk. 1Kor 9:24). Siapa di antara kalian yang pernah berpartisipasi dalam pertandingan olahraga – bukan sebagai penonton, tapi sebagai atlet – pasti paham dengan baik kekuatan batin yang dibutuhkan untuk mencapai garis finish. Pengharapan adalah kekuatan baru yang Allah tanamkan di dalam diri kita, yang memampukan kita untuk bertekun dalam perlombaan, yang membuat kita memiliki “visi yang jauh“ yang melampaui kesulitan-kesulitan saat ini dan mengarahkan kita pada suatu tujuan tertentu: persekutuan dengan Allah dan kepenuhan hidup kekal. Jika ada tujuan yang indah, jika kehidupan tidak menuju pada ketiadaan, jika tidak ada yang saya impikan, rencana dan perwujudan akan hilang, maka baiklah kita berjalan dan berkeringat, menanggung segala rintangan dan menghadapi kelelahan karena di akhir akan ada hadiah yang luar biasa!
- Para peziarah di Padang Gurun
Dalam perjalanan hidup pasti akan ada tantangan yang harus dihadapi. Pada zaman dulu, dalam perjalanan yang lebih panjang, seseorang harus menghadapi perubahan musim dan iklim; melintasi padang rumput yang menyenangkan dan hutan yang sejuk, tetapi juga pegunungan yang tertutup salju dan padang gurun yang panas terik. Jadi, bahkan bagi orang beriman, peziarahan seumur hidup dan perjalanan ke tempat tujuan yang jauh pasti akan melelahkan, seperti halnya perjalanan di padang gurun menuju Tanah Terjanji.
Demikian juga berlaku untuk kalian semua. Bahkan berlaku pula untuk mereka yang telah menerima karunia iman. Ada saat-saat membahagiakan ketika Allah telah hadir dan kalian merasakan Dia dekat. Ada pula saat-saat lain ketika kalian mengalami kekeringan seperti di padang gurun. Dapat terjadi bahwa antusiasme di awal dalam belajar atau dalam bekerja, atau dorongan kuat untuk mengikuti Kristus, – baik dalam pernikahan, hidup imamat maupun hidup bakti – diikuti oleh saat-saat krisis yang membuat hidup ini tampak seperti sebuah perjalanan yang sulit seperti di padang gurun. Akan tetapi, saat-saat sulit itu bukanlah saat-saat yang hilang atau penuh kesia-siaan, tetapi justru menjadi kesempatan yang penting untuk bertumbuh. Masa-masa itu adalah masa untuk memurnikan harapan! Dalam krisis, pada kenyataannya, datang banyak “harapan“ palsu, yang terlalu kecil untuk hati kita; mereka membuka kedoknya dan, dengan demikian, kita tetap telanjang terhadap diri kita sendiri dan terhadap pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kehidupan. Di luar itu, semua adalah ilusi. Pada saat itulah, setiap dari kita dapat bertanya pada diri sendiri: pada harapan apa aku mendasarkan hidupku? Apakah itu harapan yang benar atau hanya ilusi?
Pada saat-saat seperti itu, Tuhan tidak meninggalkan kita; Dia mendekat dengan kebapaan-Nya dan selalu memberikan kita Roti yang yang memberikan kekuatan untuk kita dan menuntun kita dalam perjalanan kita. Mari kita ingat akan bangsa Israel yang ada di padang gurun dan Tuhan memberikan roti manna kepada mereka (bdk. Kel. 16) dan juga kepada Nabi Elia, dalam keadaan letih dan patah semangat dua kali ia menawarkan sepotong roti dan hari agar ia dapat berjalan selama “40 hari dan 40 malam hingga sampai ke gunung Allah di Horeb” (bdk. 1Raj 19:3–8). Dalam kisah-kisah alkitabiah ini, iman Gereja telah melihat tanda dari karunia Ekaristi, manna yang sejati dan viaticum yang sejati, yang Tuhan berikan kepada kita untuk menopang kita dalam perjalanan hidup kita. Seperti yang dikatakan beato Carlo Acutis, Ekaristi adalah jalan tol untuk menuju surga. Seorang remaja yang menjadikan Ekaristi sebagai janji hariannya yang paling penting! Dengan demikian, bersatu secara intim dengan Tuhan, kita akan berjalan tanpa lelah karena Dia berjalan bersama kita (bdk. Mat. 28:20). Saya mengundang kalian untuk menemukan kembali anugerah agung Ekaristi!
Pada saat-saat kelelahan yang tak terelakkan dalam perjalanan ziarah kita di dunia ini, marilah kita belajar untuk beristirahat seperti Yesus dan di dalam Yesus. Dia, yang menganjurkan para murid untuk beristirahat setelah mereka kembali dari tugas misi mereka (bdk. Mrk 6:31), mengakui kebutuhan tubuh kita untuk beristirahat, waktu untuk bersantai, menikmati kebersamaan dengan teman-teman, untuk berolahraga juga untuk tidur. Tetapi ada juga istirahat yang lebih dalam, yaitu istirahat jiwa, yang dicari banyak orang tetapi sedikit yang menemukannya, yang menemukannya di dalam Kristus. Ketahuilah bahwa segala kelelahan batin kita dapat memperoleh kelegaan di dalam Tuhan yang bersabda kepada kalian, “Datanglah kepada-Ku kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat; Aku akan memberikan kelegaan kepada kalian” (Mat. 11:28). Ketika kelelahan dari perjalanan membuat kalian terbebani, kembalilah kepada Yesus, belajarlah dan beristirahatlah di dalam Dia, karena “orang-orang yang menaruh harapan kepada Tuhan […] berjalan tanpa lelah” (Yes. 40:31).
- Dari turis menjadi peziarah
Kaum muda yang terkasih, undangan yang saya berikan kepada kalian adalah untuk memulai sebuah perjalanan, untuk menemukan kehidupan, dalam jejak cinta kasih, untuk mencari wajah Allah. Tetapi, yang saya sarankan kepada kalian adalah: berangkatlah bukan sebagai turis, melainkan sebagai peziarah.Perjalanan kalian bukan hanya sebuah perjalanan yang melewati tempat-tempat yang dangkal dalam kehidupan ini, tanpa menangkap keindahan dari apa yang kalian temui di jalan, tanpa menemukan makna dari jalan yang kalian lalui, dan hanya mengabadikan momen-momen singkat yang ditangkap dalam sebuah foto selfie. Itulah yang dilakukan para turis. Sementara itu, sebagai peziarah, kalian bisa membenamkan diri sepenuhnya pada tempat-tempat yang ditemui, membuat tempat-tempat tersebut berbicara, menjadikan mereka menjadi bagian dari pencarian akan kebahagiaan. Peziarahan Yubileum ingin menjadi tanda perjalanan batin di mana kita semua dipanggil untuk melakukannya, untuk mencapai tujuan akhir.
Dengan sikap-sikap tersebut, kita semua mempersiapkan diri untuk Tahun Yubileum. Saya berharap bahwa banyak di antara kalian akan mungkin datang ke Roma untuk berziarah dan melewati Pintu Suci. Bagi setiap orang, dalam hal tertentu, akan ada kemungkinan untuk melakukan peziarahan ini juga di gereja-gereja lokal, untuk menembukan kembali banyak tempat suci lokal yang menjaga iman dan kesalehan umat Allah yang kudus dan setia. Itulah harapan saya, bahwa peziarahan yubileum ini akan menjadi bagi kita masing-masing “sebuah momen perjumpaan yang hidup dan personal dengan Tuhan Yesus, ‘Sang Pintu Keselamatan’” (Spes non confundit, 1). Saya mendorong kalian untuk menghayatinya dengan tiga sikap mendasar: bersyukur, semoga hati kalian dapat terbuka untu memuji karunia yang telah diterima, terutama karunia hidup; mencari, semoga perjalanan ini mengekspresikan keinginan hati kalian untuk terus menerus mencari Tuhan dan bukan untuk memuaskan dahaga hati kalian saja; yang terakhir adalah pertobatan, yang membantu kita semua untuk melihat ke dalam diri kita, untuk mengenali jalan-jalan dan pilihan-pilihan yang salah yang terkadang kita ambil, dengan demikian dapat mengubah diri kita kepada Tuhan dan kepada terang Injil-Nya.
- Para peziarah harapan untuk misi
Saya berikan satu lagi gambar yang menggugah semangat untuk perjalanan kalian. Sesampainya di Basilika Santo Petrus di Roma, kalian akan menyeberangi lapangan yang dikelilingi barisan tiang yang dibuat oleh arsitek dan pematung hebat bernama Gian Lorenzo Bernini. Barisan tiang, secara keseluruhan, tampak seperti sebuah pelukan yang besar: yaitu dua tangan terbuka dari Gereja, ibu kita, yang menyambut semua anak-anaknya! Dalam Tahun Harapan, saya mengundang kalian semua untuk mengalami pelukan Allah yang penuh belaskasih, untuk mengalami pengampunan-Nya, pengampunan semua “hutang batin” kita, seperti tradisi dalam perayaan-perayaan Alkitab. Maka, disambut oleh Allah dan dilahirkan kembali di dalam Dia, kalian juga menjadi tangan tangan yang terbuka bagi banyak teman-teman kalian yang perlu untuk merasakan pelukan yang sama, melalui penerimaan kalian sebagai tanda kasih Allah Bapa. Masing-masing dari kalian dapat memberikan “bahkan hanya dengan sebuah senyuman, sebuah isyarat persahabatan, sebuah tatapan persaudaraan, sebuah sikap untuk mendengarkan dengan tulus, sebuah pelayanan yang cuma-cuma, tahu bahwa, di dalam Roh Yesus, hal ini dapat menjadi benih pengharapan yang berbuah bagi mereka yang menerimanya (ibid, 18), dan dengan demikian, kalian dapat menjadi misionaris sukacita yang tak kenal lelah.
Ketika kalian berjalan, angkatlah pandangan mata kalian dengan mata iman kepada orang-orang kudus yang telah mendahului kita dalam perjalanan ini, yang telah mencapai tujuan dan memberikan kesaksian yang membesarkan hati mereka: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.” (2Tim 4:7–8). Teladan dari para kudus ini sangat menarik dan akan menopang kita.
Jangan menyerah! Saya membawa kalian semua di dalam hati saya dan saya memercayakan perjalanan kalian masing-masing kepada Perawan Maria sehingga dengan mengikuti teladannya, kalian dapat mengetahui bagaimana menunggu dengan sabar dan penuh percaya diri untuk apa yang kalian harapkan, tetap berada di jalan kalian sebagai peziarah harápan dan cinta.
Roma, Santo Yohanes Lateran, 29 Agustus 2024, Peringatan Martir Santo Yohanes Pembaptis
FRANSISKUS