Paus Fransiskus Merilis Ensiklik Baru Berjudul Dilexit Nos

43

Paus Fransiskus kembali mengeluarkan sebuah ensiklik pada 24 Oktober 2024 dengan judul Dilexit Nos (artinya: “Ia telah mengasihi kita”). Ensiklik ini mau mengajak kita untuk merenungkan pentingnya kasih Tuhan dengan memandang pada Hati Yesus yang penuh kasih.

Dilexit Nos menjadi ensiklik keempat Paus Fransiskus, setelah Lumen Fidei yang ditulis bersama dengan Paus Benediktus (29 Juni 2013), Laudato Si (24 Mei 2015), Fratelli Tutti (3 Oktober 2020). 

Ensiklik ini diterbitkan bertepatan dengan perayaan 350 tahun penampakan pertama Hati Kudus Yesus kepada Santa Margaret Mary Alacoque pada tahun 1673. Tepatnya pada tanggal 27 Desember 1673, Yesus menampakkan diri kepada biarawati muda yang baru berusia 26 tahun itu. Dalam penampakan tersebut Yesus mempercayakan sebuah misi untuk menyebarkan kasih-Nya, khususnya kepada para pendosa. Penampakan yang terjadi di Biara Paray-le-Monial, Burgundy, berlanjut selama 17 tahun.

Ensiklik yang menggarisbawahi peran hati ini diterbitkan pada saat dunia sedang menghadapi tantangan global yang cukup berat. Dunia saat ini sedang dilanda perang, kesenjangan sosial dan ekonomi, konsumerisme yang makin masif dan teknologi yang mengancam rusaknya kodrat manusia. Untuk itu dalam Ensiklik ini, Paus Fransiskus menyerukan agar umat menemukan kembali hal paling penting yaitu hati. Paus mengajak untuk merefleksikan dengan berfokus pada Hati Yesus yang penuh cinta.

Dalam Ensiklik keempat ini, pada bagian pertama, Paus Fransiskus menyoroti makna hati dan situasi dunia saat ini yang didominasi oleh kapitalisme konsumtif. Paus melihat nilai manusia direduksi menjadi nilai transaksional. Paus sangat prihatin dan mengecam kegilaan akumulasi dan konsumsi yang menghancurkan nilai relasional tersebut. Hal itu bukan hanya merusak relasi antar manusia namun juga dengan alam sekitarnya.  

Melalui Ensiklik ini, Paus Fransiskus menyerukan agar membebaskan diri dari perbudakan materialisme dan individualisme. Paus mengajak untuk berpaling pada kasih Kristus yang termanifestasi pada peristiwa inkarnasi dan sekaligus pengorbanan-Nya. 

Ensiklik ini sesungguhnya masih terkait erat dengan dua ensiklik sebelumnya, Fratelli Tutti dan Laudato Si. Melalui inspirasi kedua ensiklik tersebut, Paus Fransiskus memperluas diskusi tentang ekologi dan persaudaraan universal. Dalam Dilexit Nos, Paus menghubungkan tentang tanggung jawab manusia untuk memelihara dan merawat bumi sebagaimana ditekankan dalam Laudato Si dan mengembangkan solidaritas antar manusia dalam ensiklik Fratelli Tutti, dengan kasih Kristus. Paus menegaskan, dunia dapat berubah dimulai dengan hati (Lih. Dilexit Nos no. 28-31).

Pada bagian kedua, Ensiklik Dilexit Nos, menekankan tentang perwujudan kasih dalam tindakan. Paus Fransiskus memperdalam renungan tentang komunitas dan solidaritas dalam kehidupan beragama dan sosial. Paus menekankan agar hubungan ini diperkuat dengan tindakan kasih yang konkret. Paus mengajak untuk melihat setiap perbuatan kasih sebagai perwujudan kasih Kristus yang menyembuhkan dan memulihkan. 

Paus menantang umat beriman agar tidak membatasi iman mereka pada pengalaman spiritual personal. Iman harus diaktualisasikan dalam tindakan nyata yang mendukung keadilan, perdamaian, perhatian pada orang lemah dan miskin. Berkaitan dengan hal ini, Paus mengajak untuk menimba inspirasi dari kehidupan para Santo. Beberapa Santo yang diangkat adalah St. Fransiskus dari Sales, St. Margaret Mary Alacoque St. Claude De La Colombiere, St. Charles De Foucauld dan St. Teresa dari Kanak-kanak Yesus.

Hal lain yang bisa kita pelajari dari Dilexit Nos adalah kemampuan manusia untuk menggunakan hati di tengah arus perkembangan teknologi (lih. Dilexit Nos no. 17-23), teristimewa di era perkembangan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence). 

Berhadapan dengan Kecerdasan Buatan ini, Paus Fransiskus, mengingatkan akan inti terdalam manusia adalah “hati” (lih. Dilexit Nos no. 20) Hanya dengan hati manusia bisa mengintegrasikan seluruh dimensi pribadinya, spiritual, emosional dan fisik. Hanya dengan hati manusia menyadari jati dirinya secara utuh. “jika cinta berkuasa, orang bisa mewujudkan identitasnya secara penuh dan terang, karena setiap manusia diciptakan terutama untuk mencintai” (Dilexit Nos, 21). Dalam hal ini, Paus Fransiskus menegaskan bahwa hakikat manusia sesungguhnya terletak pada kemampuan untuk mencintai. Kondisi ini melampaui fungsi kognitif dan teknis. Untuk itu, Paus Fransiskus menegaskan agar di era Kecerdasan Buatan (artificial Intelligence) ini, hati harus menjadi pemandu jalan hidup kita.

Untuk itu, Paus Fransiskus mengajak untuk belajar dari Hati Yesus yang penuh kasih. Hati Yesus yang merupakan ungkapan belas kasih dan kerahiman Allah memanggil kita untuk hidup dalam kasih. Air dan darah yang mengalir dari dalam hatinya mengundang kita untuk mencurahkan cinta kasih kepada sesama, teristimewa mereka yang miskin, lemah dan terpinggirkan.

Paus Fransiskus menegaskan bahwa devosi kepada Hati Kudus Yesus berarti tanggapan atas undangan Tuhan untuk membiarkan Kasih Allah mengalir, meresap dan mengubah kehidupan kita. Dan, kasih ini pulalah yang memotivasi untuk mengarahkan kita untuk hidup dalam semangat persaudaraan, baik kepada sesama maupun lingkungan semesta (Lih. Dilexit Nos n. 181-211).

Pada akhirnya, kita diingatkan bahwa Dilexit Nos merupakan seruan Apostolik untuk memulihkan integritas dan harmoni kehidupan bersama berdasarkan kasih yang terpancar dari Hati Yesus yang Maha Kudus.

Penulis: RD. Fransiskus Katino