Sorong, Malanu – Hentakan kaki seirama tabuhan tifa serta lantunan lagu tradisional Suku Muyu Mandobo menggema di bukit Malasilen untuk menyambut dan mengiringi Uskup Manokwari-Sorong, Mgr. H. Datus Lega, ke Gereja baru (14/12/2024). Cuaca mendung dan sedikit gerimis tidak menyurutkan sukacita mereka. Ungkapan sukacita ini merupakan ungkapan syukur atas jerih payah selama 7 tahun pembangunan Gereja yang hari itu akan diberkati.
Perayaan yang cukup meriah tersebut dipimpin oleh Uskup Manokwari-Sorong, didampingi oleh Pastor Paroki dan sejumlah imam. Hadir dalam acara tersebut wakil Gubernur Papua Barat Daya terpilih, Ahmad Nausrau, wakil Ketua DPRD Provinsi Papua Barat Daya, Anneke Lieke Makatuuk, SE, dan wakil ketua Majelis Rakyat Papua Barat Daya, Paulus Baru.
Dalam homilinya, Uskup mengatakan bahwa Gereja St. Yoseph Freinademetz merupakan Gereja yang ke 100 yang diberkatinya selama 20 tahun terakhir.
“Gereja St. Yoseph Freinademetz ini merupakan Gereja yang keseratus yang telah saya berkati dalam 20 tahun. Tidak terhitung kapela-kapela yang ada di sekolah-sekolah,” kata Uskup Datus Lega.
Semua itu, bagi Uskup, bukan hanya sekedar angka. Namun, lebih dari pada itu, semangat dan kerjasama umat yang terbangun selama proses pembangunan Gereja.
“Gereja yang saya berkati pertama, pada tahun 2003, adalah Gereja di Mosun. Dan Gereja keseratus yang saya berkati adalah Gereja St. Yoseph Freinademetz, di Malasilen. Gereja-gereja ini sangat membesarkan hati sebagai orang beriman.” tegas Uskup.
Dikatakan membanggakan karena semuanya itu adalah inisiatif dari umat dan diupayakan oleh umat dengan swadaya umat yang notabene adalah Orang Asli Papua. Ini menjadi point penting. Jadi sarana peribadatan adalah sarana yang kita upayakan dan perjuangkan dengan segala kemampuan kita.
Bagi Uskup, Gereja pertama dan keseratus yang diberkati, juga merupakan simbol perjuangan umat Asli Papua dalam hidup menggereja. Hal itu menunjukkan bahwa umat mampu, umat bisa, dan umat mandiri.
Selain itu, kemampuan dan kemandirian ini menunjukkan martabat kemanusiaan kita. Kita memiliki jiwa pejuang, jiwa petarung, jiwa yang mau terus maju tanpa bergantung pada orang lain.
Uskup Datus mengapresiasi kerjasama dan kerja keras umat Stasi St. Joseph Freinademetz selama proses pembangunan Gereja.
“Kita baru saja menyaksikan pemberkatan Gereja yang bagus. Bukti dari kerjasama, kegotongroyongan, semangat juang dan pengorbanan dari umat yang berada di Stasi Malasilen ini,” kata Uskup Datus.
Selain menghargai semangat kerjasama dan kegotongroyongan umat, Uskup juga menghargai semangat dan keberlanjutan yang akan dilaksanakan di Stasi tersebut. Uskup menyadari bahwa setelah pembangunan Gereja secara fisik ini, umat sudah tahu ada pekerjaan-pekerjaan rumah yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban mereka. Keuskupan Manokwari-Sorong akan mendampingi, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui Paroki St. Arnoldus Janssen Malanu.
Uskup berharap agar usaha-usaha baik yang terus berlanjut dibukit Malasilen, yang mayoritas umat Orang Asli Papua, dapat sungguh menjadi andalan dan contoh dari dinamika Gereja yang kita banggakan.
Ketua Panitia pembangunan, Lukas Tikporop menilai semangat umat di tempat ini sangat tinggi. Hal ini terbukti dengan komitmen mereka untuk mengumpulkan dana dan sumbangsih tenaga selama proses pembangunan.
“Sumbangan umat Stasi Malasilen cukup besar. Pemerintah, melalui Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, membantu dana awal sebesar 900 juta” kata Lukas.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Stasi, Obet Siep. Menurutnya, antusias umat dalam proses pembangunan cukup tinggi.
“Gereja yang begitu megah hanya dapat bantuan dari pemerintah sebesar 900 juta. Sisa dari semuanya itu kerja keras dari umat yang rela mengumpulkan dana untuk menyelesaikan pembangunan ini” kata Obet Siep.
Obet berharap agar sesudah pembangunan gedung fisik ini akan dilanjutkan dengan membangun manusianya.
“Sesudah pembangunan fisik, Gedung Gereja, stasi Malasilen ini diharapkan dapat dilanjutkan untuk pembangunan manusia. Keuskupan Manokwari-Sorong harap memberi perhatian kepada umat Asli Papua yang ada di tempat ini melalui pendidikan” lanjut Obet Siep.
Perayaan yang berlangsung meriah diakhiri dengan jamuan kasih dengan hidangan tradisional. Umat dari suku Mayu Mandobo menyiapkan menu sagu sep sedangkan umat dari Wamena menyiapkan bakar batu. Tidak kurang 28 ekor babi dipersembahkan umat dalam acara tersebut. (FK)