Memanggul Salib Kehidupan (LUKAS 14 : 25 – 33)

1127

Salib Tanda Kasih Yesus Kepada UmatNya

Salib menjadi identitas hidup bagi kita yang hendak mengikuti Yesus. Salib menjadi tanda keselamatan, penyucian, penebusan, dan terutama tanda kasih Yesus kepada umat manusia. Melalui salib, Yesus memberikan diri-Nya seutuhnya; menjadi bukti cinta-Nya yang paling dalam untuk kita manusia yang berdosa ini. Salib pun menjadi tanda perutusan Yesus.

Pada suatu hari seorang sahabat Yesus, mengeluh katanya, salib yang dipikulnya terlalu berat. Yesus lalu membawa orang itu ke suatu tempat di mana terkumpul semua salib dari berbagai jenis. Yesus lalu berkata, “silakan memilih salah satu salib yang anda suka.” orang itu meletakkan salibnya di salah satu sudut ruangan dan mulai mencari-cari salib yang lebih ringan menurutnya. Banyak salib yang telah dicobanya. Namun, tidak satu pun yang cocok. Ada salib yang terlalu panjang. Ada salib yang pakunya terlalu banyak. Ada salib yang terlalu besar dan ada salib yang terlalu berat. Kemudia ia sampai disalah satu sudut ruangan. Dia mengamati sebuah salib yang kira-kira sesuai dengan kemampuannya. Dia coba mengangkatnya dan ternyata sangat cocok. Dia pun mengambil dan memikulnya. Namun, ketika diamatiya kembali dengan teliti, ternyata salib itu adalah salibnya sendiri yag dilatakkannya sebelum ia mencari salib-salib lain yang lebih ringan.

Petikan injil Lukas pada renungan ini, menegaskan bahwa salah satu syarat  untuk mengikuti-Nya adalah kemampuan untuk memikul salib. “Barang siapa tidak memikul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku, (Luk 14 :27 ). Artinya, memikul salib adalah sebagian dari syarat mengikuti Yesus. Memikul salib adalah bagian dari syarat menjadi sahabat Yesus. Menghindari salib berarti menjauhi persahabatn dengan Yesus. Sebaliknya, menerima salib berarti menerima persahabatan dengan Yesus.

Kelihatannya, orang-orang yang dekat dengan Yesus dan setia mengikuti Yesus harus selalu siap menderita banyak. Santa Teresia dari Avila, misalnya, Dia adalah teman baik Yesus. Namun, dia tidak pernah luput dari penderitaan. Penderitaannya bahkan  begitu tidak tertahankan sehingga pada suatu hari ia bertanya kepada Tuhan Yesus, “Tuhan, mengapa Engkau memperbolehkan semua penderitaan dan pencobaan ini? Mengapa Engkau membiarkan penderitaan ini mendatangi aku? Kemudian, Tuhan menampakkan diri kepada Sta. Teresia dan menjawab; “Teresia, demikianlah cara aku memperlakukan teman-teman-Ku. Lalu Teresia berkata, Tuhan, itulah sebabnya Engkau Cuma memiliki sedikit teman. Menjadi teman-Mu berarti menderita bersama Engkau.”

Banyak dari sahabat Yesus yang menderita bukan karena apa-apa melainkan semata-mata karena mereka adalah sahabat Yesus. Kalau kita menderita, bukan berarti bahwa Tuhan tidak mencintai kita. Tapi karena kita adalah sahabat-sahabat Tuhan Yesus sendiri.  Kalau Yesus yang adalah Guru dan Tuhan pernah menderita, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menderita. Dan apa bila kita menderita maka hal itu disebabkan karena Allah mau membagikan kepada kita harta milik-Nya yang paling istimewa yakni SALIB itu.

Yesus menempatkan salib itu jauh di dalam lubuk hatiNya. Karena itu, Dia memberikan salib itu hanya kepada orang-orang yang dekat dengan-Nya. Sayangnya, orang-orang yang dekat dengan Yesus adalah Anda dan saya. Karena itu, kita harus menderita sebagai akibat persahabatan kita dengan Yesus. Sahabat-sahabat Yesus tidak akan pernah menghindari salib. Kita akan disalibkan juga bersama Yesus melalui penderitaan-penderitaan kita. Namun, satu yang perlu kita ingat, Yesus tidak pernah memberikan kita salib yang tidak bisa kita pikul.  

Sekali pun ada penderitaan, selalu saja ada jalan keluar yang dapat kita selesaikan. Sekalipun salib itu berat, kita dapat memikulnya. Tuhan merangkai hidup ini tak seindah apa yang kita pikirkan, tak seperti apa yang kita bayangkan. Tuhan merajut hidup kita dengan kasih bersemikan tangis dan senyum, seakan tak pandang perasaan kita, tetapi dengan bijak Tuhan melihat ketulusan hati kita, dalam belajar memahami maksudnya. Dengan penderitaan, kita bisa memahami arti sebuah kehidupan. Dan dari penderitaan membuat kita semakin berkembang menjadi orang-orang yang lebih baik dan lebih berguna. (P. Petrus Plu’e)