Mantan Pimpinan Umum OSA Menjadi Prefek Kongregasi bagi Para Uskup dan Harapan Gereja Katolik Papua

972
Mantan Pimpinan Umum OSA Menjadi Prefek Kongregasi
Foto Dokumentasi

(Penulis: Athanasius Bame,OSA)

Komsoskms.org-Pada 30 Januari 2023 lalu, mantan Prior Jenderal (Pemimpin Umum) Ordo Santo Agustinus (OSA) dua periode (2001-2013), Uskup Agung Emeritus Robert Francis Prevost, O.S.A dipercaya oleh Paus Fransiskus sebagai Prefek Kongregasi para Uskup (Congregatio pro Episcopis) menggantikan pendahulunya Kardinal Marc Ouellet, seorang prelatus Kanada yang diangkat oleh Paus Benediktus XVI pada 30 Juni 2010. Lalu, tanggal 12 April 2023 minggu lalu, mantan Pemimpin Umum OSA yang pernah mengunjungi Papua beberapa kali ini dan mantan uskup Chiclayo Peru mulai menjalankan tugas barunya sebagi Prefek Kongregasi tersebut. Ahli hukum Gereja jebolan Universitas St. Thomas Roma (Angelicum) ini juga sekaligus menjabat sebagai Presiden/Kepala Komisi Kepausan untuk Amerika Latin.

Beberapa Tugas Pokok Prefek Kongregasi para Uskup

Dikasteri atau ‘Departemen’ untuk Para Uskup yang sekarang dipimpin oleh Uskup Agung Robert Prevost,OSA pertama kali didirikan pada tahun 1588 oleh Paus Sixtus V sebagai Kongregasi Konsistorial Suci. Paulus VI mengubah namanya menjadi Kongregasi Para Uskup pada tahun 1967, dan Paus Fransiskus menamainya menjadi Dikasteri (‘Departemen’) para Uskup (The Dicastery for Bishops) pada tahun 2022.

Dari Website resmi Vatican kita melihat beberapa tugas pokok dari Departemen ini. Dikatakan bahwa Dikasteri, setelah mengumpulkan informasi yang diperlukan dan bekerja sama dengan para Uskup dan Konferensi Waligereja, menangani semua hal mengenai konstitusi, pembagian, penyatuan, dan setiap perubahan lain dari Gereja partikular dan pengelompokannya. Ia juga bertanggung jawab untuk mendirikan Ordinariat militer.

Selanjutnya disebutkan dalam tiga pasal (paragraf) teratas tentang tugas menyeleksi, dan merekomendasikan nama calon uskup dan tugas-tugas terkait. § 1. Dikasteri menangani semua hal mengenai pengangkatan Uskup diosesan dan tituler, Administrator Apostolik dan, secara umum, ketentuan Gereja-Gereja partikular. Itu dilakukan dengan mempertimbangkan usulan yang diajukan oleh Gereja-Gereja partikular, Konferensi Waligereja dan Perwakilan Kepausan, dan setelah berkonsultasi dengan pejabat eksekutif dari masing-masing Konferensi Waligereja dan Metropolitan.

Dalam cara-cara yang tepat, itu juga melibatkan anggota-anggota umat Allah dari keuskupan-keuskupan yang bersangkutan dalam proses ini. § 2. Dikasteri, dengan berkonsultasi dengan Konferensi Waligereja dan pengelompokan regional dan kontinental mereka, menentukan kriteria pemilihan calon. Kriteria ini harus mempertimbangkan kebutuhan budaya yang berbeda dan harus dievaluasi secara berkala. § 3. Dikasteri juga membahas pengunduran diri para Uskup dari jabatannya, sesuai dengan norma-norma kanonik. (https://www.vatican.va/content/romancuria/en/dicasteri/dicastero-vescovi/profilo.html).

Secara khusus, terkait calon uskup baru, Prefek/Kepala Kongregasi para Uskup bertugas untuk menyeleksi, membahas, memilih dan merekomendasikan nama calon uskup untuk dipilih oleh Paus. Departemen ini berperan penting dalam melakukan seleksi calon uskup seluruh dunia (Ritus Latin) dan merekomendasikannya kepada Sri Paus. Prefek Kongregasi untuk Uskup memimpin pertemuan rutin anggota kongregasi yang membahas dan memilih nama calon untuk diajukan kepada paus, yang mengambil keputusan akhir. Pekerjaan 24 anggota dikasteri ini termasuk mengevaluasi profil imam atau uskup untuk keuskupan yang kosong (sede vacante). Pekerjaan mereka sangat bergantung pada usulan nunsius apostolik di negara-negara bersangkutan, yang mengajukan tiga nama ke Roma untuk setiap keuskupan.

Selain Nuncio, Prefek dan timnya juga mesti memperhatikan keterlibatan anggota-anggota umat Allah dari keuskupan-keuskupan yang bersangkutan dalam proses ini dan mempertimbangkan kebutuhan budaya. Hampir seluruh uskup yg berada di Gereja Ritus Latin/Barat merupakan hasil rekomendasi dari badan ini. Jadi sebagai Prefek, Uskup Agung Emeritus Robert Francis Prevost,OSA akan menjadi penasihat utama paus dalam hal-hal yang berkaitan dengan pencalonan uskup untuk gereja Latin. Prefek juga bertemu dengan paus secara teratur dan memberi nasihat kepada paus tentang hal-hal lain yang berkaitan dengan para uskup seperti pengunduran diri, pembinaan para uskup baru, penugasan kembali, pengaduan dan penyelidikan terhadap para uskup, dan menjaga hubungan dekat dengan nuncio.

Selain tugas itu, Prefek Kongregasi ini sekaligus merangkap sebagai Presiden/Kepala Komisi Kepausan untuk Amerika Latin. Hal ini menunjukkan bahwa Uskup Agung Emeritus Robert Francis Prevost,OSA sebagai Prefek baru akan bertanggungjawab dengan urusan Gereja-Gereja Partikular dari wilayah di mana dia berasal. Dikatakan bahwa bagian dari Dikasteri ini adalah Komisi Kepausan untuk Amerika Latin, yang bertanggung jawab untuk mempelajari pertanyaan-pertanyaan mengenai kehidupan dan pertumbuhan Gereja-Gereja partikular sebagai sarana untuk membantu Kongregasi-Kongregasi Kepausan lainnya yang berurusan dengan mereka karena kompetensi mereka, dan untuk membantu Gereja-Gereja tersebut dengan nasihat dan sumber daya ekonomi. Ia juga bertanggung jawab membina hubungan antara lembaga-lembaga gerejawi internasional dan nasional yang bekerja di kawasan-kawasan Amerika Latin dan dengan lembaga-lembaga Kuria.” (§ 1 dan § 2).

Siapa Prefek Uskup Agung (‘Kardinal’) Robert Francis Prevost,OSA

Lahir di Chicago, 14 September 1955, dia belajar di seminari menengah Augustinian pada tahun 1973, dan kemudian memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Pengetahuan Matematika dari Universitas Villanova pada tahun 1977. Ia menjalani masa novisiat pada September 1977-1978 di Provinsi Chicago dan mengikrarkan kaul pertama pada tahun 1978. Setelah mengucapkan kaul kekalnya pada 29 Agustus 1981, frater Robert memperoleh gelar Lisensiat Teologi dari Catholic Theological Union of Chicago pada tahun 1982. Ia ditahbiskan menjadi imam di Roma pada 19 Juni 1982. Imam muda Augustinian ini kemudian memperoleh gelar master (1984) dan doktor (1987) dalam bidang Hukum Kanonik dari Universitas Kepausan St. Thomas Aquinas (“Angelicum”) di Roma. Thesis doktoralnya tentang “Peran Prior Lokal/Komunitas dalam Ordo Santo Agustinus.”

Setelah studi di Roma, imam muda ini ditugas sebagai direktur panggilan dan direktur misi Provinsi Augustinian “Bunda Penasihat yang Baik.” Setahun kemudian (1988) dia berangkat ke Peru. Dia diutus sebagai misionaris di Trujillo dan diangkat sebagai direktur proyek formasi umum untuk calon Augustinian dari Vikariat Chulucanas, Iquitos, dan Apurímac. Di sana juga ia menjabat sebagai prior komunitas (1988-1992), direktur pembinaan (1988-1998), dan guru bagi para frater kaul sementara (1992-1998). Di Keuskupan Agung Trujillo, ia menjadi vikaris yudisial (1989-1998), dan dosen Hukum Kanonik, Patristik, dan Moral di Seminari Tinggi San Carlos e San Marcelo di Keuskupan Trujillo (peru bagian barat laut). Dia juga melayani sebagai pastor paroki di pinggiran kota Trujillo.

Dari Peru, Pater Prevost kembali ke Chicago pada tahun 1999 setelah dipilih sebagai Provinsial dari Provinsi Agustinian Chicago. Namun dua tahun kemudian (2001), dia pindah ke Roma setelah dia terpilih sebagai Prior Jenderal Ordo Santo Agustinus, sebuah jabatan yang dia pegang selama dua periode (2001-2013). Selama menjabat sebagai Prior Jenderal OSA, dia beberapa kali melakukan visitasi ke Papua. Itu berarti secara tidak langsung Uskup Agung Emeritus ini mengetahui secara umum situasi Gereja dan masyarakat di Papua.

Setelah menjalankan tugasnya selama dua belas tahun di Roma, pada bulan Oktober 2013 ia kembali ke provinsinya untuk menjadi pembina dan guru bagi para frater kaul sementara dan wakil provinsi; posisi yang dipegangnya sampai Paus Fransiskus mengangkatnya sebagai administrator apostolik Keuskupan Chiclayo, Peru, pada 3 November 2014, dan sebagai uskup tituler Keuskupan Sufar. Pater Prevost ditahbiskan sebagai uskup tituler Keuskupan Sufar pada tanggal 12 Desember 2014, pada Pesta Bunda Kita dari Guadalupe, di Katedral keuskupannya oleh Nuncio Apostolik Uskup Agung James Patrick Green. Kemudian dia diangkat menjadi uskup Chiclayo sejak 26 September 2015.

Uskup muda ini kemudian dipilih sebagai wakil presiden kedua Konferensi Waligereja Peru sejak Maret 2018. Selain itu, uskup Robert Prevost,OSA terpilih pada tahun 2019 sebagai presiden Komisi Pendidikan dan Kebudayaan Konferensi Waligereja Peru dan juga anggota kepemimpinan Caritas di Peru. Lebih dari itu, Paus Fransiskus mengangkatnya sebagai anggota Kongregasi Klerus pada 2019 dan anggota Kongregasi Uskup pada tahun 2020. Pada 30 Januari 2023 lalu, dia dipercaya oleh Paus Fransiskus sebagai Prefek Kongregasi para Uskup. Selanjutnya, dia akan diangkat menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus pada konsistori berikutnya.

• Kisah Uskup Robert dan Harapan dari Umat Katolik Papua

Satu hal menarik yang patut diberi apresiasi dan ditiru dari kisah perjalanan Uskup Agung emeritus Robert Prevost,OSA adalah bahwa Paus Fransiskus tidak mengangakat ‘orang/imam asing’ bagi sebuah keuskupan baru. Dia mengangkat seorang uskup yang lahir dari konteks iman, gereja dan pastoral setempat. Dan hal ini hemat saya sangat tepat dan bermanfaat sejauh imam-imam di Gereja lokal tersebut memenuhi kriteria yang sudah diketahui umum. Misalnya Prefek Robert Prevost,OSA telah bekerja di Peru selama hampir 20 tahun, termasuk delapan tahun terakhir sebagai uskup Chiclayo di wilayah barat laut negara Peru. Jadi, sebelum pencalonannya sebagai uskup, Uskup Robert Prevost,OSA telah tinggal dan melakukan pelayanan pastoral di Peru selama sekitar 12 tahun (1985-1986) dan (1988-1999).

Semoga Prefek Kongregasi ini juga dengan peka dan jeli dan jelas mendengarkan suara-suara kerinduan dan mengamati kebutuhan umat katolik di Papua akan uskup-uskup di Tanah Papua yang lahir dari rahim mama-mama dan bumi Papua sekaligus rahim atau dapur pendidikan seminari dan pastoral-gerejawi Papua. Imam-imam yang lahir dari baik rahim biologis-kultural maupun rahim spritual-iman di Papua sejatinya membuka diri akan karya Roh Kudus dan menguatkan dasar intelektual, spiritual dan pastoral agar ‘nampak’ di permukaan bagi perwakilan Tahta Suci. Semoga dia juga tajam dan lurus dalam mengambil keputusan demi kemajuan dan keselamatan jiwa-jiwa di Papua dan di wilayah lain di dunia ini. Doa kami untukmu, dalam tugas dan pelayananmu.*