Hari Minggu Biasa XVIII (Minggu, 04 Agustus 2024) “Sikap Peduli: Jalan Membebaskan Sesama”

117
Pater Ardus Endi, guru dan staf pembina pada Seminari Petrus van Diepen

Saudara/-I terkasih dalam Kristus. Selamat berhari Minggu untuk kita semua. Iman kita kembali diteguhkan berkat pewartaan Sabda Tuhan melalui bacaan-bacaan suci hari ini (Bacaan I: Kel. 16:2-4,12-15; II: Ef. 4:17.20-24; Injil: Yoh. 6:24-35). Salah satu pesan yang sangat kuat terungkap adalah ajakan bagi kita untuk menjadi pribadi yang selalu peduli dengan sesama dan dunia sekitar. Kita semua, tanpa terkecuali dituntut untuk menumbuhkembangkan sikap ini dalam kebersamaan dengan yang lain, entah kapan dan di manapun kita berada, baik dalam kehidupan berkeluarga, komunitas-komunitas belajar, dalam lingkup pemerintah maupun di tengah masyarakat. Nah, menjadi sebuah pertanyaan, seberapa pentingkah sikap peduli itu dalam hidup kita?

Dalam sebuah kesempatan, Paus Fransiskus pernah mengatakan bahwa setiap penderitaan terutama kelaparan, kemiskinan, konflik dan bencana lainnya seringkali terjadi bukan karena faktor-faktor alam, akan tetapi akar dari semuanya itu adalah adanya globalisasi ketidakpedulian. Sikap apatis atau tidak peduli menjadi akar dari setiap krisis yang ada, yang kerapkali memenuhi beranda kehidupan manusia. Sikap apatis dalam bahasa kita di papua ini: sikap epen, cuek, ketika ada yang minta bantuan, lalu kita beri respon dengan kata2: “itu ko pu susah”. Kalau kita terus memelihara sikap ini, tentu akan melahirkan sejumlah krisis dalam berbagai aspek kehidupan kita. Karena itu, menurut Paus Fransiskus, membangun sikap peduli merupakan sebuah keharusan demi memutuskan rantai kemiskinan dan penderitaan. Sikap peduli menjadi jembatan untuk membebaskan sesama dan alam sekitar dari belenggu eksploitasi dan kekerasan.

Dari himbauan Paus Fransiskus ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa sikap peduli adalah cara terbaik untuk menyelamatkan sesama yang sedang menderita. Dalam konteks ini, mari kita bercermin pada Allah sendiri. Allah yang kita imani adalah sosok yang selalu peduli pada kebutuhan kita umat manusia. Hal itu dapat kita lihat, dalam bacaan I, yang diambil dari Kitab Keluaran. Penulis Kitab Keluaran menarasikan dengan sangat jelas bagaimana Allah merespons situasi “kegersangan” (kelaparan) yang dialami oleh bangsa Israel dalam perjalanan keluar dari tanah Mesir. Orang-orang Israel bersungut-sungut kepada Musa meminta makanan. Mereka lapar dan haus. Musa sadar betul bahwa ia tidak memiliki apa-apa karena itu ia kemudian meminta kepada Allah. Dan Allah peduli pada doa dan permintaan Musa lalu Ia “menurunkan dari langit hujan roti” sebagai makanan bagi mereka. Di sini, Allah sungguh peduli pada rintihan dan kebutuhan orang-orang Israel: “Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan makan roti sampai kenyang” (Kel. 16:13).

Selanjutnya, dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus memberikan kesaksian bahwa Allah tidak pernah meninggalkan manusia dalam kondisi apapun. Ia setia menyertai dan peduli kepada semua orang. Wujud kepedulian yang paling sempurna dari Allah adalah dengan mengutus Yesus Kristus, Putera-Nya menjadi tebusan bagi dosa dan kesalahan manusia. Yesus Kristus menjadi jaminan keselamatan bagi semua umat manusia. Dalam berbagai karya pelayanan-Nya, Yesus selalu peduli dengan kebutuhan dari orang-orang miskin, terlantar dan yang menderita. Beberapa di antaranya: Ia menyembuhkan orang sakit, membuat yang lumpuh bisa berjalan, dan memberi makan kepada orang lapar. Bahkan dalam Injil hari ini, Yesus perkenalkan diri-Nya sebagai “Roti Hidup”: “Akulah roti hidup! Barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi” (Yoh. 6:35). Dengan melihat kenyataan ini, dan berkaca pada pengalaman masing-masing, kita akhirnya sepakat dengan Mike Mohede dengan syair lagunya: Allah mengerti, Allah peduli segala persoalan yang kita hadapi. Tak akan pernah dibiarkan-Nya, ku bergumul sendiri, sebab Allah mengerti…

Mari kita belajar pada Allah sendiri, terutama untuk selalu bersikap peduli terhadap sesama. Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang selalu menunjukkan hal ini misalnya dengan memberikan sumbangan, derma, bantuan sosial, dan semua pemberian lainnya berupa makanan, minuman dan pakaian. Ini semua tentu baik dan amat sangat membantu banyak orang, namun, sesuai dengan amanat Yesus dalam Injil hari ini, selain kita peduli pada kebutuhan jasmani, kita juga perlu untuk saling peduli pada hal-hal rohani, pada urusan-urusan moril dan spiritual; antara lain misalnya: memberi motivasi atau dukungan, memberikan nasihat yang bijak, selalu mengeluarkan energi positif dengan bertutur kata yang baik dan santun terhadap sesama dan terutama mendoakan orang lain. Yesus sendiri pernah mengingatkan para murid, termasuk kita semua agar kita tidak boleh membenci melainkan senantiasa berdoa untuk semua orang bahkan untuk musuh sekalipun. Tentang hal ini, kita bisa baca dalam teks Mat. 5:43-44: “Kamu telah mendengar firman: kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”

Dasar utama dari perintah Yesus ini adalah pada kenyataan bahwa kita semua adalah saudara. Tidak ada seorang pun yang terlahir sebagai musuh bagi yang lain. Sekali lagi, kita semua adalah saudara, karena itu, kita wajib saling menghargai, menghormati, saling menyapa, merangkul, saling peduli dan berbagi kasih. Dan dalam hal mengasihi, kita diingatkan untuk tidak boleh membuat pembedaan atau penomoran-penomoran. Artinya, kita mesti mengasihi semua orang tanpa pandang bulu dan tanpa terkecuali. Dalam konteks kehidupan berkeluarga misalnya jangan ada pembedaan antara si sulung dan si bungsu. Jangan sampai karena si bungsu lebih disayangi maka selalu dikasi roti, sedangkan si sulung kasi kasbi saja. Sikap saling peduli akan tumbuh ketika kita mampu memiliki hati untuk saling mengasihi. Hati yang sering dihiasi oleh rasa benci dan dendam, mustahil untuk bisa peduli dan berbagi. Hanya orang-orang yang punya hati terbukalah yang dapat dengan setia menyapa dan merangkul sesama. Karena itu, kita perlu belajar dari cara Allah mengasihi dan peduli dengan kita. Ia memberikan diri-Nya sehabis-habisnya untuk keselamatan semua orang. Kita pun berjuang untuk memberikan diri kita dalam berbagai tugas pelayanan kita untuk kemuliaan Allah dan kebahagiaan sesama yang berada di sekitar kita. Dan kepada kita semua, Yesus ingatkan dalam Injil tadi supaya kita tidak hanya memperhatikan kebutuhan jasmani tetapi juga kebutuhan rohani. Jadi, sebagaimana kita setia menjaga imun tubuh kita dengan mencari makan dan minuman, demikian juga kita harus setia merawat iman kita kepada Tuhan dengan bertekun dalam doa dan ikut Misa. Semoga Tuhan berkenan memberkati kita semua. Amin.