Baru-baru ini, tepatnya pada hari Kamis, 19 September 2024, diadakan perayaan pemberkatan Patung Yesus Sang Penyelamat di Sibeabea, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Patung Yesus ini dinobatkan sebagai patung tertinggi di seluruh dunia dengan ketinggian 61 mater. Patung yang berdiri kokoh di atas puncak bukit Sibeabea dengan panorama danau Toba yang sangat indah seakan mengundang semua orang untuk datang ke hadirat-Nya dan merasakan damai yang mengalir dari-Nya.
Namun, moment seperti itu seringkali menggelitik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering dilontarkan dan seakan menyatakan orang Katolik itu adalah penyembah patung. Ditambah lagi, kalau kita masuk ke dalam Gereja-gereja Katolik, kita akan melihat patung-patung, gambar-gambar, icon-icon, dan lain sebagainya. Ditambah lagi, terkadang kita menjumpai orang mencium ikon atau patung salib, berlutut di depan Bunda Maria, menaruh bunga di depan patung Bunda Maria atau orang Kudus, membakar lilin dan lain sebagainya. Semuanya itu menimbulkan kecurigaan bagi orang yang tidak memahaminya bahwa orang Katolik melakukan ritual penyembahan terhadap benda-benda mati.
Kalau kita menyelami ajaran iman Katolik, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa Gereja Katolik tidak melakukan penyembahan patung. Dalam iman Katolik ditegaskan bahwa “Menyembah Allah berarti dengan penuh hormat dan ketaklukan absolut mengakui ‘keadaan makhluk yang tidak bernilai’, yang memperoleh seluruh keberadaannya dari Allah” (KGK 2097). Gereja Katolik melarang melakukan penyembahan terhadap patung.
Hal tersebut ditegaskan Allah sendiri dalam Perjanjian Lama. “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah. Jangan sujud menyembah kepadanya, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu…” (Kel 20:4-5). Demikian juga dalam Kitab Imamat ditegaskan “Janganlah kamu berpaling kepada berhala-berhala dan janganlah kamu membuat bagimu dewa tuangan; Akulah Tuhan, Allahmu.” (Im 19:4).
Gereja Katolik tetap memegang keyakinan bahwa hanya ada satu Allah, sebagaimana dikatakan oleh Yesus sendiri, “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti” (Luk 4:8).
Dengan semuanya itu amat jelas bahwa Gereja Katolik tidak menyembah patung. Namun, kalau tidak menyembah patung, kenapa dibuat banyak sekali patung-patung atau gambar-gambar di Gereja Katolik?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita bisa merujuk kembali penjelasan dalam Kitab Perjanjian Lama. Konteks larangan Allah kepada bangsa Israel yang tertuang dalam Kitab Keluaran dan Imamat sesungguhnya larangan penyembahan terhadap patung. Jadi larangan itu bukan berkaitan dengan pembuatan patung. Yang dilarang adalah “keberadaan allah lain dihadapan Allah” (Bdk. Kel 20:3). Allah adalah satu-satunya yang harus disembah. Jadi, yang dilarang bukan pembuatan patung karena Allah sendirilah yang juga meminta bangsa Israel untuk membuat patung, yaitu patung dua kerub dari emas maupun dari kayu (bdk. Kel 25:1, 18-20; 1Taw 28:18-19). Allah juga meminta Musa untuk membuat patung ular tedung (Bdk. Bil 21:8).
Jadi, Gereja Katolik menggunakan patung atau lukisan sesungguhnya sebagai simbol atau sarana yang dapat membantu orang mengimani pribadi yang ditampilkan dalam patung atau lukisan tersebut. Kita menghormati patung karena apa yang dilambangkan oleh patung itu sendiri. Dengan kata lain kita memberikan penghormatan kepada pribadinya.
Jadi, ketika seorang Katolik berlutut di hadapan sebuah patung atau menciumnya, hal ini bukan berarti seorang Katolik itu menyembah patung tersebut. Yesus sendiri bersujud dengan mukanya sampai ke tanah di hadapan Tabut Perjanjian. Ingat, dalam Tabut ini ada patung kerub. Yesus berlutut dan berdoa kepada Allah sambil menghormati Tabut (Yos 7:6-9). Demikian juga orang Katolik, ketika dia menghormati patung kudus, itu dilakukan sambil berdoa kepada Allah. Dia bukan berdoa kepada patung.
Santo Basilius pernah mengatakan, “penghormatan yang kita berikan kepada satu gambar menyangkut gambar asli di baliknya” (Basilius, Spir. 18,45). Demikian juga Santo Thomas Aquinas dengan tegas mengatakan bahwa Gereja tidak pernah menyembah patung, tetapi sebagai sarana semata untuk membawa kepada Allah. “Penghormatan kepada Allah tidak diberikan kepada gambar sebagai benda, tetapi hanya sejauh mereka itu gambar-gambar, yang mengantar kepada Allah yang menjadi manusia. Gerakan yang mengarahkan ke gambar sebagai gambar, tidak tinggal di dalam ini, tetapi mengarah kepada Dia, yang dilukiskan di dalam gambar itu” (ST II-II, Q. 81.3. ad. 3).
Dengan demikian, patung dalam gereja Katolik sebagai sarana untuk berkontemplasi tentang pribadi mereka. Patung atau ikon dalam gereja sesungguhnya menghubungkan kita dengan misteri pokok keselamatan kita.