Renungan Harian, Minggu, 10 Agustus 2025
Hari Raya SP Maria Diangkat Ke Surga
Bacaan Injil Lukas 1: 39-59
RD. Ardus Endi
“Belajar dari Maria, Menjadi Bentara Kasih Allah”
Bersama Gereja sejagat, pada hari ini, kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-XIX. Bertepatan dengan ini, kita juga merayakan Hari Raya St. Perawan Maria Diangkat Ke Surga. Gereja Katolik menempatkan bacaan-bacaan suci dengan bertitik fokus pada permenungan tentang rencana keselamatan Allah bagi dunia yang terwujud dalam diri Bunda Maria. Seperti yang dinarasikan dalam Injil-Injil sinoptik, kita mengenal Maria sebagai seorang gadis desa yang berperawakan sederhana. Ia adalah orang biasa dan tidak memiliki status sosial yang mentereng. Namun demikian, ia justeru dipilih oleh Allah untuk menjadi mediator keselamatan bagi dunia.
Dalam dan melalui dirinya tersingkaplah sebuah rahasia besar, yakni rahimnya dipakai Allah untuk menjadi tempat persemaian benih sabda Allah. Rahimnya menjadi lokus awal sekaligus tempat istimewa terlaksananya peristiwa inkarnasi. “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus” (Luk. 1:31) demikian isi kabar Malaikat Gabriel kepada Maria ketika pertama kali berjumpa di Kota Nazareth. Pada bagian akhir dari narasi perjumpaan itu, Maria menjawab: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38).
Jawaban Maria hendak memperlihatkan kesiapsediaannya untuk memikul tanggung jawab dan kepercayaan yang besar dari Allah. Dan persis inilah yang menjadi titik awal dari keseluruhan narasi keselamatan yang dibentangkan dalam konteks dunia Perjanjian Baru. Maria menjadi sosok penting dan bahwa seluruh hidupnya dibaktikan kepada Allah. Ia sungguh-sungguh hadir sebagai sosok Ibu bagi Yesus yang taat dan setia baik dalam suka maupun dalam duka. Totalitas dan pemberian diri yang purna inilah pada akhirnya Maria menerima anugerah dari Allah sendiri. Jiwa dan raganya diangkat ke Surga dan masuk dalam kemuliaan Allah di surga.
Kira-kira, apa pesan penting bagi kita melalui perayaan iman hari ini? Terinspirasi dari keseluruhan narasi bacaan suci hari ini, hemat saya, ada satu ajakan penting bagi kita yakni kita harus berani dan bersiapsedia menjadi pengantara rahmat Allah. Kita semua, tanpa terkecuali sesungguhnya telah dipilih dan dipanggil oleh Allah untuk menjadi mediator atau penyalur rahmat-Nya kepada sesama. Dalam berbagai profesi dan aneka tugas kita masing-masing, Allah sebetulnya sejak semula menghendaki agar kita semua senantiasa menjadi bentara kasih-Nya kepada sesama. Sebagai bentara kasih Allah, kita diajak untuk selalu peduli dan terus berbagi dengan siapa saja yang kita jumpai, entah kapan dan di mana saja kita berada.
Dalam hubungannya dengan ini, mari kita bercermin diri pada Bunda Maria. Dalam kisah Injil hari ini, kita mendengar bahwa setelah Maria menerima rahmat dan berkat dari Allah, berupa kabar sukacita dari Malaikat Gabriel, ia dengan sigap pergi dan bergegas mengunjungi Elisabeth, saudaranya. Tindakan Maria ini memperlihatkan kepada kita tentang komitmennya untuk berbagi rahmat dan sukacita kepada sesama. Rahmat dan sukacita yang diterimanya dari Allah tidak hanya menjadi konsumsi pribadi, tetapi juga dibagikan kepada sesama.
Seperti yang terungkap jelas dalam narasi Injil hari ini, untuk sampai ke rumah Elisabeth di pegunungan Yehuda, Maria butuh perjuangan. Ia rela menempuh perjalanan yang jauh dan dilaluinya dengan berjalan kaki. Kerikil tajam, tanjakan dan belokan di setiap bukit menghiasi perjalanannya. Namun, aneka tantangan itu, tidak membuat Maria patah semangat. Ia terus berjalan, pantang mundur. Maria tidak memperhitungkan seberapa banyak tenaga dan energi yang terkuras sepanjang perjalanan. Ia juga tidak menghitung seberapa banyak bukit yang didakinya dan seberapa banyak lembah yang dilaluinya dalam perjalanan. Ia juga tidak peduli seberapa banyak waktu yang dihabiskan hingga ia tiba di rumah Elisabeth. Maria terus berlangkah dan tetap setia pada misi mulianya untuk membagikan rahmat itu kepada saudaranya, Elisabeth. Dan pada akhirnya, perjumpaan antara Maria dan Elisabeth ternyata tidak hanya mendatangkan sukacita bagi keduanya, tetapi juga dialami oleh anak yang sedang di dalam rahim Elisabeth. Hal ini secara terang-terangan diungkapkan oleh Elisabeth: “Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai di telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan” (Luk. 1:44).
Sekali lagi, untuk selalu bersikap peduli dan terus berbagi, kita perlu belajar dari pribadi Maria. Kita butuh komitmen yang kuat seperti Maria. Sebab kita harus melawan tantangan yang tidak sedikit. Aneka tantangan itu lebih banyak bersumber dari dalam diri, antara lain misalnya, sikap egois. Kita seringkali terlalu peduli dan hanya memfokuskan perhatian pada diri sendiri lalu lupa melihat keadaan sesama. Motivasi untuk berbagi juga kerapkali dihalangi oleh rasa dendam, dengki dan iri hati. Orang Papua bilang: “kalo hati su ta iris, jang harap ko dapat kasi meski ko mengemis deng cara menangis” (kalau hati sudah tersakiti, jangan berharap untuk mendapatkan donasi meski diminta dengan cara menangis). Selain itu, kita seringkali enggan untuk berbagi lantaran kita selalu membuat kalkulasi untung-rugi.
Ingatlah, bahwa Tuhan tidak pernah menghitung-hitung rahmat-Nya kepada kita. Ia selalu mengalirkan rahmat kesehatan, nafas kehidupan, dan juga kesuksesan. Ia juga menganugerahi aneka talenta dan potensi dalam diri kita. Ia selalu bersikap adil dengan terus menerbitkan matahari, baik bagi orang jahat maupun orang baik; serta menurunkan hujan baik bagi orang berdosa maupun orang-orang yang tidak berdosa (bdk. Mat. 5:45). Dia mencintai kita semua dengan sempurna, tanpa memandang perbedaan.
Karena itu, terinsipirasi dari bacaan-bacaan suci hari ini, semoga kita bisa seperti Bunda Maria, berani mengedepankan misi untuk selalu peduli dan terus berbagi tanpa harus membuat kalkulasi yang bertubi-tubi. Kita harus berani menyingkirkan“kerikil-kerikil” yang ada dalam diri yang kerapkali merintangi kita untuk berdonasi. Segala sesuatu yang ada pada kita adalah berkat dari Tuhan sendiri, maka baiklah kita selalu peduli dan terus berbagi.
Tuhan senantiasa memberkati kita semua. Amin.
Penulis: RD. Ardus Endi