Perubahan Perilaku Generasi Z Membangun Kematangan Dalam Diri Self-Leadership

182
RD. Yulianus Korain, Penulis dan Kepala Sekolah SMP Petrus van Diepen, Aimas, Kabupaten Sorong.

Allah pasti tidak menghendaki sesuatu yang melampaui batas kemampuan anda. Allah menghendaki agar kita merasa puas dengan apa yang kita miliki (Santo Vinsensius)

 INTRODUCTION

Penelitian terkait perbedaan generasi ini pertama kali dilakukan oleh Manheim. Menurutnya generasi adalah konstruksi sosial yang di dalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki umur dan pengalaman historis yang sama. Kebiasaan setiap generasi juga punya karakteristik masing-masing sesuai dengan perkembangan zaman. Howe dan Strauss mendefinisikan generasi milenial sebagai generasi yang kaya, berpendidikan lebih baik, beragam etnis, dan fokus pada kerja tim, prestasi, kesederhanaan, dan perilaku yang baik (Sirajul Fuad Zis, 2021).

Istilah generasi milenial pertama kali dicetuskan oleh William dan Neil. Menurutnya generasi milenial adalah orang yang lahir dari rasio tahun 1980-1995 dikenal juga sebagai generasi Y. Generasi milenial memiliki karakter unik berdasarkan wilayah dan kondisi sosial-ekonomi. Salah satu ciri utama generasi milenial ditandai dengan peningkatan penggunaan dan keakraban komunikasi, media dan teknologi digital. Generasi ini memiliki ciri kreatif dan informatif yang punya passion dan produktivitas sesuai perkembangan kemajuan teknologi (Sirajul Fuad Zis, 2021).

Sementara itu, ada generasi Z (selanjutnya Gen Z) yang lahir setelah generasi milenial mereka lahir rentang tahun 1995-2010. Gen Z atau penduduk asli era digital lahir di dunia digital dengan teknologi lengkap Personal Computer (PC), ponsel, perangkat gaming dan internet. Mereka menghabiskan waktu luang untuk menjelajahi web, lebih suka tinggal di dalam ruangan dan bermain online dari pada pergi keluar dan bermain di luar ruangan. Peralihan generasi ini terjadi saat berkembang pesatnya teknologi global, yang kemudian melahirkan Gen Z punya pola pikir cenderung menginginkan hal serba instan. Gen Z punya keterkaitan erat dengan teknologi, kebutuhan bergantung kepada internet baik di dunia sosial, pendidikan, pengetahuan akan suatu hal yang membuat mereka kaku berkomunikasi di dunia nyata. Menurut pendapat populer, karakteristik Gen Z adalah tingginya pemahaman mereka akan teknologi. Hal ini karena sejak lahir sudah bersentuhan dengan gawai (Zorn, 2017). Untuk selanjutnya dapat difokuskan peneulisan pada gen Z.

KRISIS IMAN GEN Z

Kitab Amsal menjadi semacam fondasi untuk membantu kita merenungkan tentang identitas kita sebagai Gen Z, mendidik kita untuk mengenal perkara-perkara hidup menjadi bijak (Ams 10-31). Gen Z harus menjaga hati dengan segala kewaspadaan dan mengarahkan pandangannya hanya ke depan (Ams 4:1-9, 10-19, 20-27). Hati adalah sumber kehidupan (Ams 4:23). Hati manusia perlu dididik untuk mendengarkan pengajaran Tuhan sendiri. Beruntunglah kita yang hidup dalam zaman akhir ini menerima wahyu bahwa Tuhan berkenan diam dalam hati manusia. Apabila hati kita berjaga maka kita akan mendengar Tuhan sendiri. Situasi yang paling khusus ialah iman dan kebenaran hidup dalam Yesus Kristus. Iman Katolik bertumpu pada kenyataan Yesus Kristus karena itu Gen Z perlu dikuatkan agar segala bidang hidup diresapi oleh kekuatan iman yang ilahi.

Yesus senantiasa menemani, membimbing, mengarahkan setiap langkah perjalanan kita, manakala kita berhadapan dengan situasi terjal, susah, kegelapan dan kecemasan. Yesus adalah sahabat bagi kita dan bagi setiap orang yang kehilangan harapan, putus harapan, putus cinta dan semacamnya Dalam situasi semacam, individu mudah tertarik oleh sesuatu yang jasmaniah dan ditentukan oleh dorongan naluri jasmaniah, yang akan bervondasikan pada krisis daya tahan pada manusia itu sendiri. 

Prinsip yang jelas kita tidak bisa menolak langsung daya tarik duniawi, karena yang kelihatan dan ditawarkan itulah sesuatu yang baik dan menarik. Singkat kata, kita boleh mengikuti tantangan perubahan yang terjadi dewasa ini asal tahu batas dan mampu melihat akibat yang jahat. Gen Z terpukau oleh berbagai hobby, selalu ingin keluar rumah, kalau di dalam rumah mereka menyendiri dengan hobby “dunia mereka”. Masa ini penuh fantasi, ada keinginan menonjolkan diri, ingin diperhatikan dan bisa jadi ingin membandel. Selain itu masa ini, mereka ingin bertanggungjawab dalam kehidupan di rumah. Amat sulit memberi deskripsi yang jelas dan pasti. Perlu diterima bahwa seringkali ada orangtua yang mengeluh mengenai anaknya yang bermalasan, berkeluyuran, gamean dan seterusnya. 

SELF-LEADERSHIP

Kepemimpinan dalam diri adalah cara kita yang secara sengaja mempengaruhi mempengaruhi pikiran, perasaan, dan tindakan kita sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Self-leadership erat kaitannya dengan kepekaan dalam menemukan, membatikan nilai-nilai yang tergambar dalam diri. Setiap orang diharapkan mampu mengenal dirinya secara baik dan utuh sebelum menyeberang mengenal diri sesama. Dapat disebutkan empat aspek yang menjadi fondasi membangun self leadership:

Pertama, Self-awareness adalah kemampuan seseorang mengenal diri sendiri untuk memahami perasaan, pikiran dan evaluasi diri. Self-awareness membantu kita untuk memahami kekuatan, kelemahan, potensi dan nilai dalam diri. Kedua, Self-management yaitu kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri terhadap sesuatu yang akan diucapkan atau dilakukan. Ketiga, Other awareness Adalah kemampuan untuk mengenal kekurangan dan kelebihan yang dimiliki orang lain. Keempat, Other management adalah kemampuan memotivasi orang lain untuk mengembangkan bakat, kemampuan, talenta, dan potensi yang dimilikinya, demi mewujudkan visi, melaksanakan misi dan mencapai tujuan yg hendak digumuli. Ada beberapa kiat-kiat semacam percikan yang diulas oleh Prof Armada kirannya menjadi bahan reflektif untuk self-leadership.

Entusiasme yaitu spiritualitas hidup kita sehari-hari. Entusiasme memaksudkan kehendak, semangat, aneka keputusan harian yang menjadi milik sendiri. Entusiasme tidak berhenti pada perkara semangat kerja, melainkan semangat hidup yang tidak bisa disempitkan hanya dalam urusan kerja. Ketabahan maksudnya tidak gampang menyerah dalam kondisi-kondisi sulit. Ketabahan melukiskan kekokohan dan keberanian. Orang yang tabah seringkali menjadi cetusan orang yang hidupnya bermutu. Ketabahan juga mengatakan kedalaman rohani dan sekaligus kematangan manusiawi. Gen Z kerap memiliki kesulitan mendulang ketabahan. Ketekunan merupakan salah satu tantangan berat revolusi industri 4.0 bagi Gen Z yaitu instan mentality. Mentalitas ini membangun jebakan baru bagi Gen Z yakni pudarnya ketekunan. Instan bukan hanya perkara kenikmatan makanan, tetapi juga menyentuh cara berpikir secara keseluruhan. Ketika mencari pekerjaan dewasa ini merupakan sebuah tindakan yang sangat sulit, diperlukan kesadaran semacam ini. Ketika persahabatan lenyap manusia bukan hanya kekurangan kenyamanan tetapi juga secara naif memandang kehadiran orang lain sebagai ancaman bagi dirinya.

Dialogalitas mengatakan ranah kebersamaan yang mengatasi sekat-sekat mentalitas primordial. Gen Z adalah eksponen utama persahabatan dalam societas untuk menghadapi tantangan hebat zaman digitalisasi. Dialogalitas konteks hidup Gen Z adalah lahan persahabatan. Persahabatan menjadi faktor leadership-diri yang dapat menawarkan energi dan kekuatan yang tak terguda. Orang disebut sahabat semata berada dalam kehadirannya yang mendengarkan, menyapa, berdialog dengan sesamanya, saling menolong bekerjasama. Inovasi  dimengerti sebagai sikap dasar untuk terus menemukan. Pendek kata setiap Gen Z tidak boleh jatuh dalam determinisme nasib atau kelemahan sejarah hidupnya, dia bisa tampil mengejutkan

Invensi mengarah pada apa yang harus dikerjakan jika lapangan pekerjaan terbatas. Gen Z memiliki ranah karakter inventif. Setiap orang perlu mencari terobosan baru, menciptakan lapangan kerja tak sekadar menjadi pekerja. Visi dan nilai merupakan kematangan diri dibangun dalam sikap teguh Cogito (kesadaran). Visi mengandaikan orang tidak pernah berhenti berpikir. Visi kerap dimengerti sebagai pandangan ke depan. Visi juga mengatakan secara tegas siapa dirinya. Nilai memungkinkan suatu kesibukan harian menemukan maknanya. Apabila orang tidak menemukan makna dia akan jatuh dalam kebosanan dan kebuntuan. Singkat kata visi dan nilai dimengerti sebagai penemuan identitas diri yang bermakna beriring badai zaman digitalisasi. 

Keahlian  diraih dengan kerja keras dan kemaun tinggi untuk menyimak, menganalisis dan melatih diri. Keahlian di sini bukan sesuatu yang dicurahkan melainkan sesuatu yang harus dikejar, dipelajari, dilatihkan. Singkat kata Gen Z mesti ahli mengenai hidupnya sendiri, komunitasnya dan societasnya. Asah Gergaji Anda prinsip ini berasal dari prinsip nomor tujuah dari the seven habits of highly effective people (Stepehen R. Covey: 1993). Kemajuan hidup mengenal prinsip gergaji, tidak pernah tetap. Suatu upaya pembaharuan hidup seringkali menjadi kenyataan justru karena orang rajin terus-menerus mengulanginya, ada kebosanan tapi ada perkembangan. Hidup baik bukanlah hidup yang harus berganti-ganti dengan aneka suasana yang terus menerus baru, hidup baik terjadi kalau orang terus-menerus mengulang-ulang aktivitas yang positif dan konstruktif. Dibutuhkan kecerdasan untuk menyadari bahwa kemajuan sesungguhnya terletak pada ketekunan untuk mengulang-ulang suatu kebaikan. 

CONCLUSION

Gen Z atau yang disebut produk asli penduduk era digital lahir di dunia digital dengan teknologi lengkap. Gen Z lebih suka tinggal di dalam ruangan dan bermain online dari pada pergi keluar dan bermain di luar ruangan. Gen Z punya pola pikir cenderung menginginkan hal serba instan. Gen Z harus menjaga hati dengan segala kewaspadaan dan mengarahkan pandangannya hanya ke depan (Ams 4:1-9, 10-19, 20-27). Hati adalah sumber kehidupan (Ams 4:23). 

Penulis : RD. Yulianus Korain (Kepala Sekolah SMP Petrus van Diepen, Kab. Sorong)