Paus Fransiskus dalam rangkaian lawatannya di Indonesia mengunjungi Masjid Istiqlal Jakarta pada Kamis (6/9/2024) pada pukul 09.15 WIB. Paus yang didorong menggunakan kursi roda disambut hangat oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar dan disambut kelompok tabuhan marawis yang melantunkan lagu-lagu yang indah.
Dalam lawatannya itu, Imam Besar Masjid Istiqlal mengantar Paus Fransiskus mengunjungi terowongan silaturahmi. Terowongan tersebut menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral Jakarta. Pada momen tersebut Paus Fransiskus memberkati terowongan yang menjadi simbol pemersatu kehidupan beragama di Indonesia.
Paus Fransiskus dalam Interreligious Meeting tersebut menyampaikan pidato dihadapan semua yang hadir dalam bahasa Italia dan diterjemahkan oleh P. Dr. Markus Solo Kewuta, SVD. Dalam pidatonya, Paus pertama-tama menyampaikan rasa syukur atas pertemuan yang sangat indah di Masjid Istiqlal Jakarta ini.
Paus merasakan bahagia berada di Masjid terbesar di Asia tersebut. Paus juga mengapresiasi sambutan Imam Besar Masjid Istiqlal yang menegaskan bahwa tempat ibadah ini juga merupakan rumah besar untuk umat manusia. Tempat setiap manusia dapat masuk dan meluangkan diri guna menciptakan ruang kerinduan akan Dia yang tak terbatas, untuk mencari perjumpaan dengan Sang Ilahi dan mengalami sukacita persahabatan dengan sesama.
Paus mengenang dengan senang hati bahwa masjid istiqlal ini dirancang oleh arsitek Friedrich Silaban, seorang Kristen yang memenangkan sayembara desain. Ini membuktikan bahwa dalam sejarah bangsa Indonesia, dalam budaya yang berkembang di Indonesia, masjid seperti tempat ibadah lainnya adalah ruang dialog, ruang untuk saling menghormati dan hidup bersama dengan damai diantara agama-agama dan berbagai kepentingan rohani yang berbeda.
Paus menegaskan bahwa semuanya ini merupakan sebuah anugerah besar dimana setiap hari kita dipanggil untuk merawatnya sehingga pengalaman keagamaan dapat menjadi titik rujukan bagi masyarakat yang damai dan bersaudara dan tidak pernah menjadi alasan untuk menutup diri dan berseteru.
Berkaitan dengan hal tersebut, lanjut Paus Fransiskus, terowongan bawah tanah adalah terowongan persahabatan yang menghubungkan masjid Istiqlal dan Katedral Santa Maria Diangkat Ke Surga. Ini adalah simbol yang bermakna yang memperkenankan dua tempat ibadah agung tidak hanya berhadapan satu sama lain tetapi juga terhubung satu sama lain.
Sungguh, lorong ini memungkinkan perjumpaan, dialog, dan kemungkinan untuk menemukan dan membagikan mistik hidup bersama, berbaur dan bertemu, mengambil bagian dalam gelombang yang meskipun agak kacau dapat menjadi pengalaman nyata persaudaraan dalam iring-iringan solidaritas, peziarahan suci.
Paus mendorong semua untuk melanjutkan di jalan ini. Sehingga semua bersama-sama, masing-masing mengembangkan spiritualitasnya dan mengamalkan agamanya, dalam pencarian akan Allah.
Paus juga mengajak untuk berkontribusi dalam membangun masyarakat yang terbuka yang didasarkan atas sikap saling menghargai dan mengasihi satu sama lain. Mampu melindungi diri dari kekerasan hati, fundamentalisme dan ekstrimisme yang selalu berbahaya dan tidak pernah dapat dibenarkan.
Berkaitan semuanya itu, Paus meninggalkan dua pesan untuk kita semua. Pertama, Paus mengajak untuk selalu melihat secara mendalam, karena hanya di sanalah kita dapat menemukan apa yang mempersatukan di balik perbedaan. Faktanya, sementara dipermukaan ada ruang Masjid dan Katedral yang didefinisikan dengan baik dan sering dikunjungi oleh orang beriman beriman masing-masing. Di bawah tanah, di sepanjang terowongan, orang-orang yang berbeda itu bertemu dan dapat mengakses dunia keagamaan yang lain.
Gambaran ini mengingatkan kita pada suatu yang penting bahwa aspek-aspek agama yang terlihat, ritus, praktik dan sebagainya adalah warisan tradisional yang harus dilindungi dan hormati. Tetapi apa yang mengalir di bawah tanah, seperti halnya terowongan persahabatan, kita bisa mengatakan akar umum dari semua kepekaan keagamaan hanya satu pencarian, perjumpaan dengan yang Ilahi, dahaga akan ketidakterbatasan yang telah ditempatkan oleh Yang Mahatinggi di hati kita masing-masing. Pencarian akan kegembiraan yang lebih besar dan kehidupan yang lebih kuat dari kematian apapun yang menghidupkan perjalanan hidup kita dan mendorong kita untuk keluar dari ego kita untuk menuju Allah.
Di sini, Paus mengajak kita untuk mengingat satu hal ini, memandang secara mendalam, memahami secara mendalam, apa yang mengalir di dalam kehidupan kita, hasrat untuk mencapai kepenuhan yang bersemayam di kedalaman hati kita. Kita menemukan bahwa kita semua adalah saudara. Semua peziarah, semua dalam perjalanan menuju Allah melampaui apa yang membedakan kita.
Pesan Paus yang kedua adalah agar menjaga ikatan. Terowongan itu dibangun dari satu sisi ke sisi lain untuk menciptakan hubungan dua tempat yang berbeda dan berjauhan. Inilah yang dilakukan lorong bawah tanah, yakni menghubungkan, yaitu menciptakan ikatan.
Kadang-kadang kita berpikir bahwa perjumpaan antar agama-agama soal mencari titik temu antara doktrin dan pengakuan agama yang berbeda dengan segala cara. Kenyataannya, pendekatan seperti itu akan berakhir dengan memecah belah kita. Karena doktrin dan dogma, serta pengalaman keagamaan itu berbeda.
Paus menegaskan, yang benar-benar mendekatkan kita adalah menghubungkan antara perbedaan-perbedaan kita dengan menjaga agar ikatan persahabatan, perhatian dan rasa timbal balik tumbuh. Itu adalah hubungan di mana masing-masing pihak terbuka kepada pihak lain. Dimana kita berkomitmen untuk mencari kebenaran bersama dengan belajar dari tradisi agama pihak lain untuk memenuhi kebutuhan manusia dan spiritual. Itu ikatan yang memungkinkan kita untuk bekerjasama, untuk maju bersama dalam mengejar suatu tujuan, dalam membela martabat manusia, dalam memerangi kemiskinan, dalam memajukan perdamaian. Persatuan lahir dari ikatan persahabatan pribadi dari rasa saling menghormati, dari saling mempertahankan ruang dan ide orang lain.
Paus juga menegaskan bahwa meneguhkan kerukunan umat beragama untuk kemanusiaan adalah inspirasi yang harus kita ikuti dan yang juga menjadi judul deklarasi bersama yang disiapkan untuk kesempatan ini. Di dalamnya kita bertanggung jawab menghadapi krisis serius dan kadang dramatis yang mengancam masa depan umat manusia. Khususnya perang dan konflik yang didalamnya juga dipicu oleh eksploitasi agama. Tetapi juga krisis lingkungan yang menjadi hambatan dan pertumbuhan bagi kehidupan bersama masyarakat. Dan menghadapi skenario ini penting untuk memajukan dan memperkuat nilai-nilai yang sama bagi semua tradisi agama. Membantu masyarakat untuk mengalahkan budaya kekerasan dan ketidakpedulian, dan untuk memajukan rekonsiliasi dan perdamaian.
Paus mengucapkan terima kasih atas perjalanan bersama yang harus kita teruskan. Indonesia adalah negara besar, mozaik budaya, suku, adat istiadat, keberagaman yang sangat kaya, yang tercermin pula dalam keanekaragaman ekosistem dan lingkungan sekitarnya.
Paus selanjutnya mengatakan, dan jika benar, kalian adalah tuan rumah tambang emas terbesar di dunia, ketahuilah bahwa harta yang paling berharga adalah kemauan agar perbedaan tidak menjadi alasan untuk bertikai tetapi diselaraskan dalam kerukunan dan rasa saling menghormati. Jangan sia-siakan anugerah ini. Jangan pernah memiskinkan diri kalian dari kekayaan yang besar ini. Sebaliknya kembangkan dan wariskan, terutama kepada kaum muda. Semoga tidak ada seorang pun yang terjerumus pada pesona fundamentalisme dan kekerasan. Semoga semua orang justru terpesona oleh impian sebuah masyarakat dan orang yang bebas, bersaudara dan damai.
Paus juga mengucapkan terima kasih atas senyuman yang selalu terpancar, yang merupakan tanda kecantikan dan keterbukaan batin. Pada akhirnya Paus berdoa, semoga Allah melestarikan anugerah ini. dan dengan pertolongan dan berkat-Nya, maju terus. Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu jua.
Penulis: Fransiskus Katino, Pr