Ini Baru Imam: RD. Iventus Ivos Kocu

445
Ini Baru Imam: RD. Iventus Ivos Kocu
Iven Kocu (baju merah) pertama dari kiri, Foto bersama Bapa Uskup (tengah) dan Pater Daniel Gobai

Pater Daniel W. Gobai, Pr

Catatan awal

Diakon Iventus Ivos Kocu (selanjutnya: Iven), calon imam Keuskupan Manokwari-Sorong (Baca: KMS) merupakan buah cinta dari pasangan Silas Kocu dan Ibu Regina Asem. Ia anak ketiga dari delapan bersaudara. Ia dilahirkan di Sorong 27 Juli 1995. Masuk sekolah sejak tahun 2001 di SD Inpres 45 Klamalu SP 1 Mariat Aimas Kab. Sorong.

Iven merupakan angkatan ketiga Seminari Petrus van Diepen. Ia awalnya dipandang sebelah mata lantaran nakal juga karena hal lainnya. Namun, Iven bukan mereka, begitu pula mereka bukan Iven.

Diakon Iven Kocu (bermain bola kaki, posisi, penjaga gawang) foto waktu masih duduk di bangku SMP Seminari Petrus van Diepen

Masing-masing memiliki kualitas dan kecakapan sendiri. Selama di seminari, ia mengalami aneka macam pengalaman pasang surut. Ada yang menyenangkan namun ada pula yang menyakitkan. Dia pernah tidak lulus Ujian Nasional SMP, akan tetapi tahun itu adalah tahun beramat baginya, sebab ada kebijakan pemerintah pusat untuk mengadakan ujian ulangan yang sama bobotnya dengan ujian. Akhirnya Iven pun lulus, berhasil menamatkan diri dengan hasil yang amat baik dari SMP (2007-2010) dan SMA (2010-2013).

Setelah lulus SMA, Iven melamar menjadi calon imam projo KMS dan pada tahun 2013-2014, akhirnya untuk pertama kalinya, ia menginjakkan kaki di kota Jeruk Nabire untuk mengawali rangkaian panjang perjalanan peziarahan menuju imamatnya. Di Tahun Rohani St. Paulus Nabire, ia banyak belajar berbagai hal. Inilah modal mendasar yang kemudian menjadikan dirinya raksasa.

Iven lalu ke STFT Fajar Timur Abepura dan ia mulai kuliah di lembaga asuhan alm. Neles Tebai antara tahun 2014-2018. Bagi penulis, Iven memiliki rekam jejak belajar yang baik. ia cerdas dan sanggup lulus dengan torehan hasil maksimal. Ia yang awalnya diragukan kini, sungguh berbeda menjadi tenaga handal Tuhan. Ini baru imam, RD. Iven Kocu. Setamat dari Fajar Timur, ia menjalani tahun pastoral di tahun rohani, sementara tahun karya dijalani di Bernardus di paroki asalnya sendiri. Rupanya, ia jago kandang maupun tandang pula, sebab ia bertahun pastoral lintas provinsi dan keuskupan tadi.

Kini semua tahun praktek ia sukses lalui tentu dalam balutan suka duka yang bervariasi. Keuskupan akhirnya mengirim ia bersama dua rekannya untuk melanjutkan studi di Kota Bandung. Rencana bakal berkuliah di Universitas Parahyangan Bandung. Namun, tes pertama untuk kuliah di kampus tersebut tidak berhasil alias gagal. Ia tidak patah semangat, apalagi berpikir untuk menguburkan mimpi dan niat untuk menjadi imam Tuhan. Ini baru Imam RD. Iven Kocu.

Tahun-tahun selanjutnya, akhirnya ia berhasil menunjukkan kehebatannya. Iven berhasil lulus dengan hasil yang patut diancungi jempol. Ia anak Papua Asli, penuh talenta dan berbakat. Pandai menulis, kontributor dan pengurus KOMSOS KMS, akan tetapi ia juga adalah pianis yang handal. Kemampuan memainkan jemari jari-jari kecil mungil di atas tuts Keybroad pun lihai. Ia mampu memikat hati, bukan karena ganteng semata, melainkan kualitas bermusik tadi. Inilah imam Tuhan selamanya, RD. Iven Kocu. Berikut penulis mencoba meramu beberapa hal/informasi seputar orang hebat tamatan Seminari Petrus van Diepen ini.

Anak Nakal Dan Bakal Kacau

Seperti anak kecil lainnya, Iven sejak kecil ia gemar bermain. Ia menuturkan kepada penulis begini, “patoga saya waktu itu dianggap sebelah mata. Bukan hanya karena nakal, tetapi juga karena orangtua saya yang sederhana. Saya seperti diramal oleh tetangga-tetangga maupun teman-teman saya bahwa masuk seminaripun pasti tidak bakal lama, pasti tidak bertahan dan pasti bakal kacau”. Kira-kira demikian, diakon Iven menjelaskan bagaimana ia dipandang sebelah mata ketika dia bermimpi besar masuk seminari guna menjawab panggilan dan cita-citanya menjadi imam.

Atas alasan dasarnya inilah, ia lalu memilih motto tahbisan martabat imamatnya, “Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah Mrk 10:27”. Ia boleh lahir dari keluarga sederhana. Dia tidak memilih lahir dari situasi dan keadaan seperti itu sebab semua itu merupakan rancangan dan rencana Allah. Namun justru dalam kelemahan dan kekurangan diakon Iven, Kuasa Allah menjadi makin penuh dan sempurna (bdk. 2 Kor 12: 9-10). Dia sungguh orang pilihan Allah, imam Papua Asli yang handal. Sebab ia tidak terprovokasi dalam aneka hinaan dan cacian atapun labelan diri apapun, namun ia mampu melalui dengan baik, konsisten dan militant segala ujian kehidupan demi ujian kehidupan dengan baik dan setia.

Jatuh Ujian dan Lulus

Hal paling diingat oleh diakon Iven antara lain adalah dia tidak lulus ujian nasional SMP namun dia sepertinya diuji oleh sang waktu dan Sang Maha Tuhan. Akan tetapi, menarik adalah bahwa ada ujian ulangan yang setara bagi dia dan rekan-rekannya untuk kembali mengikuti ujian ulang. Alhasil ia berhasil dengan prestasi luar biasa.

Iven sejatinya sosok handal juga cerdas. Kerikil demi kerikil cobaan dan hambatan ia hadapi. Dia terbiasa berjuang, alam lingkuangan hidupnya telah mengajarkan dia untuk tidak menyerah pada keadaan apapun. Apalagi membiarkan diri terpenjara dalam lautan hinaan dan anggapan konyol subjektif sekalangan umat atau masyarakat yang sentiment dan tendensius padanya.

Sempat Tidak Lulus Masuk Unpar

Iven sungguh terkenal baik di Bandung dan karena itu ia pernah menjalankan pula tahun praktek pastoral sebagai staf komisi kateketik Keuskupan Bandung-Jawa Barat. Walaupun demikian, kisah awal masuk Unpar Bandung tetap membekas, bagaimana ia gagal dalam beberapa tes.

Sekali lagi, dia menunjukkan kelasnya sebagai anak Papua asli yang hebat. Dia setelah setahun kemudian, ia mengikuti tes dan lulus, bahkan ia mampu melampui rekan-rekan lainnya dalam hal studi. Dia kembali dengan segudang ilmu dan pengalaman guna membangun umat Allah di seantero KMS yang terkasih ini.

Ini Baru Imam: RD. Iventus Ivos Kocu

Iven sungguh mengenal dirinya. Ia membuktikan kalau dia sama bahkan lebih bisa dari orang lain pada umumnya. Ia pandai berfilsafat dan dengan bijak sering pula memanfaatkan media sosial sebagai bahan edukasi. Dia memberi support dan apresiasi kepada rekan-rekan di dunia maya maupun dunia nyata. Bagi penulis, Iven adalah maha guru. Ketika penulis menjalani tahun tahun sulit di STFT Fajar Timur, kala itu penulis berniat untuk keluar dari calon imam KMS, akan tetapi Diakon Iven inilah yang memberi nasehat dan motivasi. Dia seorang guru dan orangtua bagi penulis. Dia masih lebih muda namun memberi nasehat terbaik bagi penulis.

Sejatinya, ini baru imam, RD. Iven Kocu. Putra Aifat Timur Maybrat ini, rupanya telah berdamai dengan masa lalunya. Kini justru ia berubah memberi semangat kepada orang lain. Ini baru imam RD. Iven Kocu. Ia telah mengebal dirinya dengan baik dan ia telah mengubahnya menjadi untaian kisah hidup indah. Bila Penulis melihat riwayat panggilan dan riwayat hidup studi diakon Iven, seolah-olah ia hendak menegaskan hal-hal berikut.

Belajarlah mencintai diri apa adanya? Siapakah “aku” kalau “aku” memiliki nama, latar belakang, penampilan, prestasi, kepandaian, dan keterampilan tertentu yang kurang baik, janganlah berkecil hati. Sebab eksistensi “aku” bukan hanya sebuah nama, penampilan, prestasi, latar belakang, dan keterampilan tertentu. “Aku lebih dari pada semua itu. “Aku tidak ditakdirkan untuk memiliki kekurangan, tetapi juga memiliki kelebihan, dan bahkan kemuliaan dari Tuhan.

Aku mencakup seluruh kedirian, yang meliputi hidupku, termasuk di dalamnya baik-buruk latar belakang dan keluargaku, baik-buruk pengalaman hidupku, dan segala kelebihan dan kekurangan yang meliputi diriku. Belajar mencintai diri apa adanya, berarti belajar menerima baik-buruk dan segala hal yang meliputi seluruh hidupku.

Menyangkal sesuatu yang menjadi bagian hidupku, adalah menyangkal dan menolak diri sendiri atau tegasnya belum bisa mencintai diri sendiri. Mencintai diri berarti menerima diri apa adanya. Menerima diri apa adanya, tidak berarti pasrah dan membiarkan diri terbelenggu oleh situasi hidup tertentu yang kurang baik, melainkan dengan kebesaran jiwa berani menerima kenyataan yang meliputi keberadaan diri, dan mengambil langkah untuk membangun masa depan.

Kalau ada sesuatu yang masih membelenggu, di masa lampau dan masa kini, apapun bentuk belenggunya, termasuk dalam hal relasi, kita harus berani tegas melepaskannya, demi menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan. Tidak ada istilah terlambat, terlanjur, dan dosa bagi mereka yang bertindak ingin menghargai dan menyelamatkan hidup demi membangun masa depan yang lebih baik, sesuai panggilan Tuhan bagi setiap insan.

Setiap manusia bertanggungjawab terhadap hidup pribadinya. Oleh karena itu, ia harus berani menata dan melepaskan diri dari segala belenggu dan ketergantungan hidup dengan segala hal dan juga relasi yang tidak mendukung menuju jalan hidup yang benar dan baik. Meskipun anda sebagai manusia memiliki tanggungjawab untuk mengasihi sesama, tetapi kalau anda belum bisa mengasihi dan menyelamatkan diri sendiri, bagaimana anda melakukannya? Bukankah sabda Tuhan menegaskan, “kasihilah sesamamu manusia, seperti dirimu sendiri mat 22:39”. Bagaimana anda dapat hidup sebagai bagian dari umat manusia untuk dapat berbagi kalau anda belum bisa menerima dan mengasihi diri sendiri?

Jangan menjadi orang yang suka iri hati. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. kekuranganku adalah kelebihanmu, dan kelebihanku adalah kekurangamu. Mengapa anda harus menggelisahkan diri dengan iri hati pada orang lain? Bahkan ingin menjadi orang lain. Bukanlah Tuhan sudah memberi banyak kelebihan kepada diri anda yang tidak dimiliki orang lain, selain diri anda sendiri?

Tidakkah anda tahu bahwa ada begitu banyak orang secara diam diam iri hati dengan kelebihan yang ada pada diri anda dan anda tidak pernah melihatnya. Karena anda terbelenggu melihat kekurangan dirimu. Anda terlalu sibuk melihat keluar dan terlalu sibuk mencari apa yang tidak anda miliki?

Saat anda memilih ingin menjadi seperti orang lain, betapapun hebat dan gemilang prestasi dan hidupnya, anda sesungguhnya telah “melacurkan” diri anda. Bersedihlah dan merataplah jiwa anda. Karena anda tak berani melepaskan diri dari “pelacuran” ini, karena anda selalu ingin menjadi orang lain, dan tidak bisa hidup damai dengan diri sendiri.

Iri hati ibarat sebutir pasir di mata anda, yang akan menyakitkan diri anda, dan membuat diri tidak pernah bisa mengagumi keindahan hidup pribadi yang dimiliki diri anda sendiri. hidup pribadi anda, tidak akan pernah menjadi lebih baik, kalau tidak mendapat penerimaan dan penghargaan yang sepantasnya. maka belajarlah mencintai diri sendiri, dengan menerima diri apa adanya. Tanpa sikap cinta ini, anda tidak akan pernah memiliki apapun dalam hidup ini, termasuk akan kehilangan diri anda, sendiri. inilah jalan kebijaksanaan menjadi orang besar dan berkenan di mata Tuhan (Bdk. Pater Dago bahan penuntun refleksi akhir tahun para frater).

PROFISIAT ATAS TAHBISANMU DIAKON IVEN
ORANG HEBAT, GURU SAYA YANG HANDAL,
TUHAN MEMBERKATIMU IMAM PAPUA ASLI
PUTRA TERBAIK MAYBRAT.
INI BARU IMAM; RD. IVENTUS IVOS KOCU

(Pater Daniel W. Gobai, Imam KMS, tinggal di Abepura)