Renungan Harian 20 November 2025
Bacaan I: 1Mak 2:15-29
Bacaan Injil: Luk 19:41-44
Yesus yang kita imani adalah Allah yang penuh belaskasihan. Setiap kali manusia jatuh ke dalam dosa, hati-Nya tidak tinggal diam. Ia tidak tega melihat penderitaan manusia yang sesungguhnya lahir dari ketegaran hati dan penolakan terhadap kasih-Nya. Injil hari ini menampilkan sisi terdalam dari hati Yesus: Ia menangisi Yerusalem. Tangisan yang bukan tanda kelemahan, tetapi tanda kasih yang begitu besar.
Yerusalem, kota suci tempat Bait Allah berdiri megah, menjadi pusat penyembahan dan simbol keberadaan bangsa Israel. Namun Yesus melihat apa yang tidak dilihat manusia: sebuah kota yang indah tetapi rapuh, yang akan hancur karena menolak Tuhan sendiri. Ia melihat masa depan yang kelam—pengepungan, kehancuran, dan ratap tangis yang tak terhindarkan karena hati yang tidak bertobat.
Yesus menangis bukan karena kebencian atau kemarahan, tetapi karena kasih yang begitu dalam. Ia melihat bagaimana umat pilihan-Nya hanya memuji Allah dengan bibir, namun hati mereka jauh. Mereka tidak mengenal saat Allah melawat mereka. Bahkan, mereka menolak dan membunuh Dia yang datang membawa keselamatan.
Tangisan Yesus atas Yerusalem adalah juga tangisan atas diri kita—atas setiap hati yang keras, setiap dosa yang kita pertahankan, setiap kali kita menutup pintu bagi kasih dan kerahiman-Nya. Yesus menangisi pendosa yang menolak disentuh oleh rahmat-Nya. Ia menangisi hati yang tidak mau dibentuk, tidak mau bertobat, tidak mau kembali kepada-Nya.
Dalam bacaan pertama, Matatias menunjukkan ketegasan iman: ia menolak kompromi terhadap iman demi kenyamanan sementara. Keberaniannya menjadi panggilan bagi kita untuk tidak goyah dalam kesetiaan. Di tengah dunia yang sering mengajak kita menjauh dari Tuhan, kita diajak memiliki hati yang tetap terbuka dan setia.
Maka hari ini, marilah kita: Membuka kembali hati kita bagi Tuhan yang melawat. Tidak mengeraskan hati, tetapi merendah dan bertobat. Menjaga kesucian diri sebagai bait Roh Kudus. Menyambut kasih Yesus yang selalu mendahului kita.
Jangan sampai kita menjadi seperti Yerusalem yang tidak mengenali saat Tuhan mendekat. Biarlah setiap hari kita menjadi kesempatan baru untuk kembali kepada-Nya.
Tuhan memberkati. Ave Maria!





