Tahukah Anda (Katekese Liturgi Seri-2)

418
RD. Zepto Triffon Polii, Pr. Pastor Paroki Gereja Sto. Albertus Agung Teminabuan

Tahukah Anda

  • Bahwa perarakan imam dan para pelayan didahului oleh petugas pembawa bukan salib-prosesi, tetapi thuribullum berasap?
  • Bahwa membawa salib prosesi merupakan salah satu tugas penting akolit-terlantik?
  • Bahwa ketika perarakan masuk lektor membawa evangeliarium dan menempatkannya di atas altar?

Perayaan Ekaristi dimulai dengan Nyanyian Pembuka. Kurang tepat. Dimulai dengan perarakan imam dan para pelayan. Juga keliru! Lalu apa? Gereja menghayati Perayaan Ekaristi bukan semata-mata sebagai tindakan praktis, tetapi terutama simbolis. Gereja sangat kaya dngan simbol-simbol, baik barang/benda maupun tindakan. Misteri ilahi dirayakan lewat simbol-simbol. Oleh karena itu, dalam penghayatan liturgis Gereja, tindakan paling pertama dalam Perayaan Ekaristi adalah berhimpunnya umat beriman. Umat beriman yang merayakan Ekaristi merupakan umat kudus, umat yang dipilih oleh Allah, yang dianugerahi martabat imam dan raja. Umat beriman yang berhimpun merupakan anggota Tubuh Kristus sebagai perhimpunan yang liturgis. “Setelah umat berkumpul, barulah imam dan para pelayan berarak masuk.” (Referensi: lih. PUMR 120, 95).

Memang, tidak ada ketentuan yang mengatur dari mana perarakan imam dan para pelayan dimulai. Beberapa hal bisa saja menjadi pertimbangan, misalnya: tata bangunan dan tata ruangan gereja, masa liturgi, ataupun tingkat-tingkatan perayaan. Namun yang pasti, arah dan tujuan perarakan itu adalah altar, simbol Yesus Kristus yang hadir di tengah-tengah persekutuan umat beriman. Sementara itu, perarakan imam dan para pelayan tersebut memperlihatkan kesatuan dan kepenuhan persekutuan itu sendiri.

Tentang urut-urutan dalam perarakan, jelas-jelas pedoman misa menyebutkan bahwa paling depan dalam perarakan adalah pelayan pembawa thuribullum berasap (thuriferarius cum thuribulo fumigante). Adapun, penggunaan pendupaan merupakan ungkapan hormat dan doa sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Suci, sebagaimana bisa kita baca, misalnya dari Mzm 141:2 dan Why 8:3. Oleh karena itu, sekiranya paroki/stasi hendak menyesuaikan diri dengan norma-norma liturgi, maka ketika thuribullum dibawa dalam perarakan tersebut, hendaklah diisikan dupa selama perarakan masuk, dan pelayan pendupaan berjalan paling depan; dalam perarakan itu, pelayan pembawa salib-prosesi bukanlah yang paling terdepan, sekiranya thuribullum digunakan (Referensi: lih. PUMR 120a, 276).

Sesudah pelayan pembawa thuribullum berasap, pada baris kedua terdapat pembawa salib-prosesi yang diapit oleh pelayan yang membawa lilin bernyala (cereos accensos). Siapa yang bertugas membawa salib-prosesi? Prioritas pertama ada pada akolit terlantik (acolythus), sekiranya dia tidak ada, maka tugas itu bisa dijalankan oleh para petugas lainnya (plures ministros). Dengan ini, pedoman liturgi jelas-jelas hendak membedakan antara akolit-terlantik dari para petugas lain. Ada pembedaan antara tindakan-tindakan liturgis yang diemban oleh akolit terlantik; dan fungsi-fungsi liturgis yang dijalankan oleh umat beriman awam. Selain dalam PUMR, hal ini disinggung juga dalam Caeremoniale Episcoporum (CE), pedoman liturgis untuk perayaan-perayaan gerejawi yang dipimpin oleh uskup. (Referensi: lih. PUMR 120; CE 27-29).

Meskipun nampaknya sepele, membawa salib-prosesi dalam perarakan, termasuk dalam kategori tugas-tugas yang lebih penting (quae potioris sunt momenti) yang harus diemban oleh akolit-terlantik. Pedoman liturgi menyebutkan bahwa bila ada beberapa tugas yang harus dilaksanakan pada saat yang sama oleh jumlah akolit yang terbatas, maka tugas-tugas yang paling pentinglah yang harus direservasi bagi akolit terlantik. Nyata bahwa tugas membawa salib-prosesi lebih penting dari pada membawa lilin bernyala.

Namun demikian, hal pokok yang harus dihayati bahwa baik akolit-terlantik maupun para petugas lainnya sungguh dibutuhkan, dan sama-sama berkontribusi dalam Perayaan Ekaristi. Maka, masing-masing harus mempersiapkan diri dan menjalankan tugasnya dengan penuh kasih dan tanggung jawab. (Referensi: Lih. PUMR 187).

Dalam perarakan masuk, pelayan pembaca firman (Lector) membawa Kitab Injil (Evangeliarium) dengan posisi terangkat sedikit lebih tinggi. Jadi, lektor bukan membawa Buku Bacaan Pertama dan Kedua (Lectionarium), juga bukan Alkitab. Seturut ketentuan liturgi, sebelum perayaan dimulai Lectionarium sudah terlebih dahulu disiapkan di mimbar, sedangkan Evangeliarium diarak dan ditempatkan di atas altar pada bagian tengah. (Referensi: lih. PUMR 118b; 120d).

Di beberapa tempat, aspek ini sering diabaikan demi alasan praktis: memilih yang gampang, mudah dan murah; meskipun sebenarnya kemampuan finansial, untuk pengadaan Evangeliarium misalnya, lebih dari cukup, dan fasilitas lain memadai. Aspek simbolis dari perayaan liturgis menjadi lebih kental dan mengena ketika aneka kekayaan liturgis diupayakan secara maksimal.
Dan, yang paling terakhir dalam perarakan adalah “imam yang memimpin misa (saccerdos missam celebraturus)”.

Imam menunjuk pada fungsi sebagai pembawa doa dan kurban pengudusan. Secara lebih tepat, kita perlu memahami bahwa yang dimaksud di sini adalah pemimpin perayaan, orang yang memimpin Perayaan Ekaristi. Imam tidak dipahami secara sempit dan terbatas pada romo, pater, pastor semata-mata. Mengapa demikian? Ini soal ketepatan penyebutan, yang serentak mencerminkan ketepatan pemahaman tentang pastor/imam. (Referensi: lih. PUMR 120e).

Dalam Perayaan Ekaristi, fungsi imam ini dapat dijalankan hanya oleh orang-orang yang menerima tahbisan imamat, dan yang sedang tidak terhalang untuk mengemban fungsi imamatnya. Imam-imam yang dimaksudkan ini bisa saja berada pada tingkat-tingkatan gerejani yang berbeda-beda, misalnya: romo/pater, uskup, uskup agung, kardinal, paus. Oleh karena itu, “imam yang memimpin misa” berlaku juga bagi semua imam atau pejabat tinggi gerejani yang berada pada semua tingkatan gerejani tersebut.

Untuk jelasnya, mari kita belajar bersama dari PUMR:

<< ”Setelah jemaat berkumpul, imam dan para pelayan, dengan mengenakan busana liturgis masing-masing, berarak menuju altar. Urutannya sebagai berikut: (a) Pelayan yang membawa pedupaan berasap, bila dipakai dupa; (b) Pelayan-pelayan yang membawa lilin bernyala, mengapit akolit atau pelayan lain yang membawa salib; (c) Para akolit dan pelayan-pelayan yang lain; (d) Lektor, dapat membawa Kitab Injil (Evangeliarium), bukan Buku Bacaan Misa (Lectionarium), yang sedikit diangkat; (e) Imam yang memimpin perayaan Misa. Kalau dipakai dupa, sebelum perarakan mulai, imam membubuhkan dupa ke dalam pedupaan dan memberkatinya dengan tanda salib tanpa mengatakan apa-apa.” (PUMR 120) >>

Wa Shaloom
Zepto@Teminabuan