Santo Yosep Sebagai Pelindung Paroki Ayawasi: Mari Belajar dan Mengikuti St. Yosep Sebagai Model Iman Kita

424
Penulis: P. Athanasius Bame,OSA. San Agustin Center of Studies (SACS) 18 Maret 2024 Filipina

Pada tanggal 29 Juni 2023 telah diadakan pemberkataan gedung gereja paroki St. Yosep Ayawasi oleh Mgr. Piero Pioppo, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia. Peristiwa sukacita dan berahmat ini diarayakan oleh umat katolik khususnya mereka yang berdomisili di wilayah paroki St. Yosep Ayawasi, dan pelbagai kelompok sosial. Saya pun ikut merayakannya dengan membuat tulisan singkat tentang peristiwa sejarah dan pemaknaannya pada kesempatan pertama.

Sedangkan tulisan/refleksi tentang Santo Yosep ini terinspirasi dari homili saya pada Hari Minggu Adven Keempat tahun 2022 dan Pesta Santo Yosep Suami Maria pada tanggal 19 Maret 2023 dan 2024 ini serta 01 Mei 2023 yang saya bawakan di kapela biara di San Agustin Center of Studies (SACS) di Quezon City di Filipina. Tulisan ini berisi gambaran umum tentang St. Yosep, lima karateristik atau kriteria St. Yosep sebagai model iman kita dan pesannya bagi kita semua sebagai umat paroki St. Yosep Ayawasi. Kiranya sharing iman ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Gereja paroki St. Yosep Ayawasi

A. Gambaran Umum Tentang Santo Yosep

Santo Yosef adalah seorang santo besar dan sangat penting dalam Gereja Katolik. Secara umum kita mengenal Santo Yoseph sebagai suami Maria dan ayah piara Yesus dari Nazareth. Santo Yoseph adalah pelindung Gereja universal, ayah, orang yang sekarat, pekerja/buruh, dan keadilan sosial. Santo Yosep adalah sosok penting dan teladan kesalehan dan ketaatan iman kita sehingga banyak gereja (seperti paroki Ayawasi) atau komunitas iman menggunakan namanya sebagai patron mereka.

Maka tidaklah mengherankan bila dalam penanggalan kalender liturgi, Gereja Katolik memberikan dua hari khusus untuk merayakan dan mengenangkan St. Yosep. Yang pertama ialah pada tanggal 19 Maret di mana kita merayakan Pesta St. Yosef, suami Bunda Maria dan bapa asuh Yesus. Dalam pesta ini Gereja mengenangkan hak, peran, dan tanggungjawab istimewa yang diperoleh oleh St. Yosep serta kesalehan dan ketaatannya dalam menerima dan mendampingi Maria sebagai istrinya, merawat dan membesarkan Yesus. Perayaan kedua ialah pada 01 Mei di mana Gereja memperingati St. Yosep Pekerja, bersamaan dengan Hari Buruh dan permulaan bulaan Maria selama bulan Mei. St. Yosep dikenal sebagai seorang tukang kayu di kota Nazareth. Meskipun pekerjaannya sederhana, dia bekerja dengan tekun dan taat demi menghidupi kebutuhan keluarga kecilnya. Paus Leo XIII (1891) membicarakan peran St. Yosep sebagai pekerja dalam Ensikliknya yang berjudul: Rerum Novarum. Pada tahun 1955, Paus Pius XII memaklumkan agar Pesta St. Yosef Pekerja dirayakan setiap tanggal 1 Mei dan sekaligus tanggal ini dijadikan sebagai Hari Buruh. Maksud dari perayaan ini adalah untuk meningkatkan martabat dan penghargaan atas kerja dan memperhatikan hak-hak kaum buruh di mana manusia bekerja tidak hanya untuk mengaktualisasi potensilitas diri demi memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi juga panggilan ilahi untuk mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai rekan kerja (co-worker) Allah. Manusia melalui pekerjaannya dipanggil untuk berpartisipasi dalam karya penciptaan (co-creator) dan karya penebusan (co-salvator) demi Kerajaan Allah di mana keadilan sosial dan kesejahteraan bersama semaksimal mungkin dapat tercapai.

B. Lima Kualitas St. Yosep Sebagai Model Iman Kita

Hemat saya, kiranya ada lima kualitas/karakteristik yang menjadikan St. Yosep sebagai model iman kita yang ingin saya kembangkan dan bagikan pada kesempatan ini.

1) Kehendak Tuhan diwujudkan oleh keterlibatan dan tindakkan manusiawi lewat pengenalan dan keyakinan timbal balik

• Allah berbicara dan melibatkan manusia

Tuhan senantiasa berelasi dan berkomunikasi dengan manusia dengan menggunakan pelbagai tanda, simbol dan sarana yang dipahami oleh manusia. Komunikasi dan relasi dengan manusia ini terwujud maka kita menyebut sebagai kesalamatan atau rahmat. Bila jembatan relasi dan komunikasi ini putus maka kita sebut dosa. Dosa adalah pikiran, rencana dan tindakkan manusia yang memutuskan relasi dan komunikasi atau ‘kontrak kerja’ dengan Tuhan secara sadar dan sepihak karena manusia lebih mengikuti pilihan dan kehendak dirinya.

Sikap komunikatif Allah tersebut memperlihatkan bahwa Allah kita adalah Allah yang yang mau bekerjasama dengan manusia dan senantiasa melibatkan manusia untuk mewujudkan rencana karya penciptaan dan penebusan (keselamatan). Berbagai kisah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tentang panggilan banyak tokoh iman menunjukkan betapa Tuhan membutuhkan kerjasama dan partisipasi manusia. Misalnya kisah panggilan dan plihan Maria dan Yosep sebagai orangtua dari Sang Juruselamat Yesus Kristus menunjukkan betapa luar biasanya Allah bekerjasama dan melibatkan manusia.

Khususnya, dalam kontek nas yang direnungkan di sini, Bunda Maria dengan kesediaannya menjadi perempuan yang diberi kepercayaan untuk mengandung dan melahirkan Yesus. Allah memakai rahimnya untuk dijadikan sebagai tempat kehidupan (place of life), tempat/sarana keselamatan (place of salvation) and sarana berkat (instrument of blessing). Begitu pun dengan Yosep, pria yang tulus hati itu akhirnya ditangkap dan dipilih oleh Allah untuk menjadi ayah angkat dari Yesus Kristus sehingga keabsahan Yesus sebagai anak manusia dari keturunan Daud dapat diterima dan diakui oleh komunitas sosial-budaya dan religius.

• Pengenalan Allah atas Yosep dan respon dari Yosep

Allah berbicara dengan Yosep, Allah memilih dan memakainya karena Allah terlebih dahulu mengenalnya. Tuhan mengenal dan dikenal oleh Yosep maka Tuhan memanggil Yosep dengan namanya dan menamai anak yang dikandung oleh Maria. Dalam Kitab Suci, memanggil seseorang dengan namanya (Samuel, Maria, Yosep), mengganti/mengubah nama (Abraham, Sara, Isak, Petrus, Paulus), atau memberi nama (Yesus) menunjukkan masuknya dan kehadiran Tuhan dalam kehidupan orang tersebut, serta hubungan pribadinya dengan Tuhan dan peran serta tanggung jawab unik yang diberikan Tuhan kepada orang tersebut.

Pengenalan Allah akan siapa diri Yosep mengubah segala pikiran keliru, keragu-raguan, ketakutan, kecemasan dan rencana pribadi dari seorang Yosep. Bukti pengenalan identitas Yosep nampak dari kata-kata pembuka percakapaan dari pihak Allah yang diucapkan oleh Malaikat Tuhan sendiri. “Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus” (Mat 1:20).

Terminologi ‘anak Daud’ menjadi sesuatu yang khas karena pengenalan Allah akan diri Yosep dihubungkan dengan geneologi darah bangsawan yang mengalir dalam tubuhnya atau hubungannya dapat ditelusuri sampai ke Raja Daud bapa leluhurnya (Mat 1:1-17). Dari keturunan Daud Tuhan Allah Bapa akan memberikan seorang Raja Damai (Yes 9:6-7) dan tunas keadilan yang memimpin Israel dengan adil dan benar (Yer 23:5-6 & Yes 33:15-17). Dalam kaitan dengan ini, hubungan dengan raja Daud dapat memberikan keabsahan Yesus sebagai anak manusia diterima dan diakui oleh komunitas kultural maupun spiritual.

Lalu, setelah sapaan yang menunjukkan pengenalan itu terjadi, perkataan Tuhan selanjutnya terarah kepada maksud komunikasi mereka dan Tuhan meyakinkan Yosep tentang Putra yang dikandung Maria. Sebaliknya, dari pihak Yosep terjadi suatu perubahan pandangan dan rencana karena dia mengetahui maksud Tuhan dan dia yakin bahwa Tuhan Allah memilihnya dan menjadikannya sebagai sarana dalam proyek keselamatan-Nya. Maka tidak ada pilihan lain selain mengikuti dan melaksanakan panggilan Tuhan ini.

2) Santo Yosef adalah model ketaatan kita: Ia menyerahkan diri dan menaati kehendak Allah secara total (misi, rencana dan rancangan Allah)

Kualitas kedua yang membuat St. Yosep sebagai model iman kita ialah karena dia memiliki ketaatan dan penyerahan diri secara total kepada rencana dan kehendak Tuhan. Kehendak Allah yang konkrit bagi St. Yosep ialah dia harus menerima dan mendampingi Maria sebagai istrinya, merawat dan membesarkan Yesus, Putera Allah yang menjadi manusia. Ia harus mengasihi Yesus dan Maria melampaui penilaian budaya, masyarakat dan agama pada zamannya. Tidak hanya itu, bukti penyerahan diri St. Yosep secara total ialah bahwa dia harus mengembangkan suatu relasi dan komunikasi yang khas dan khusus dengan Tuhan. Dia juga harus bekerjasama dengan dan menerima tawaran dari Tuhan.

Dalam pengertian di atas saya dapat mengatakan bahwa St. Yosep sebagai teladan ketaatan dengan beberapa alasan pemaknaan. Makna pertama ialah bahwa ketaatan membutuhkan pengenalan, relasi, dan kepercayaan. St Yosef dan Maria mempercayai Tuhan dan bersedia menderita karena ketaatan mereka kepada Tuhan. St. Yosep tidak hanya tahu akan resiko ketika menerima Maria tetapi juga dia tahu bahwa Allan senantiasa menyertai dia sebab dia menjadikan dirinya sarana dalam mewujudkan janji keselamatan dari Allah. Untuk itu, dia harus selalu membangun relasi dan menyandarkan dirinya pada Tuhan yang dia percaya dan sembah.

Makna kedua, ketaatan membutuhkan kesiapsediaan dan pengorbanan. St. Yosep siap sedia menanggalkan tekanan dan ketakutan personal, spiritual, dan sosio-kultural akibat menerima Maria yang hamil sebelum mereka hidup bersama sebagai suami-istri. Dia mengorbankan nama baik dan nama besar keluarganya yang tentu dinilai buruk akibat dia menerima Maria yang ‘sudah tercemar’ sebagai istrinya. Dia juga mampu menanggalkan pikiran kekecewaan atas dikeluarkannya sejumlah materi dalam pertunangan demi menerima Maria dan bayi Yesus.

Akhirnya pengertian terakhir ialah bahwa ketaatan seorang Yosep mengarah kepada kesabaran, tenang dan pendiam. Misalnya St. Yosep dengan sabar menemami Maria untuk mencari Yesus setelah hari raya Paskah. Setelah tiga hari mencari, mereka menemukan Yesus yang ada saat itu berumur dua belas tahun sedang bersoal jawab dengan para ahli taurat dan orang-orang farisi di dalam Bait Allah. Yosep dan Maria menghampirinya dan berbicara dengan-Nya. “Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (Luk 2:48-49). Dalam konteks ini, di satu pihak, penulis Injil tidak menampilkan dan melukiskan reaksi dan sikap Yosep sebagai ayah angkat Yesus. St. Yosep ditampilkan sebagai ayah yang diam, tenang dan sabar. Jika saya bandingkan dengan pengalaman dan kebiasaan dalam kebudayaan di mana saya hidup, seorang ayah pasti marah, berkata kasar dan bahkan memukul anaknya karena dia telah merepotkan mereka. Di pihak lain, ibunda Yesus saja yang ditampilkan oleh penulis Injil. Dia berbicara dengan sopan dan tenang.

3) St. Yosep sebagai teladan kemurnian dan kesederhanaan

St. Yosep dinilai sebagai teladan kemurnian atau kesalehan bagi umat Allah. Signal pertama makna kemurnian atau kesucian di sini berkaitan dengan kejujuran dan kepolosan seorang Yosep dalam mengucapkan apanya yang menjadi pergumulan dirinya. Kutipan berikut ini menjelaskan kepoloson dan kemurnian sikap dan perkataan seorang Yosep: “Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam” (Mat 1:18-19). Di sini St. Yosep tidak berbohong atau membuat janji dan komitmen palsu dengan Tuhan. Dia mengatakan apa yang sesungguh ada dalam kepalanya (pikiran dan pertimbangan), hati (intensi dan motif) dan tindakkanya (perceraian rahasia). Jadi, kemurnian personal ini terjadi ketika St. Yosep dengan hati dan pikiran yang murni sebagai seorang manusia sezaman hendak menceraikan Maria sebelum adanya intervensi dan inpirasi dari Tuhan.

Pasca intervesi dan inspirasi dari Tuhan, kemurnian atau kesucian dimaknai secara rohani. Kemurnian di sini tidak hanya menyangkut tiadanya kejahatan dan absent dari seks tetapi juga kemurnian hati, kemurnian pikiran, kemurnian motivasi, dan kemurnian tindakkan. Kemurnian yang dimaksud di sini berhubungan dengan kesatuan dan keterarahan motivasi dan komitmen, pengetahuan atau kesadaran, dan perbuatan yang tertuju kepada Tuhan. Kesatuan dan keterarahan kepada Tuhan secara penuh dengan melibatkan totalitas diri manusia (fisik, intelektual, personal, spiritual dan sosial). Kemurnian atau kesalehan di sini juga berhubungan dengan sikapnya sebagai seorang yang tulus hati dan utuh dirinya. Hidupnya tidak terbagi lagi untuk hal-hal lain selain terarah dan tertuju kepada Allah sendiri.

Implikasi dari kemurnian diri ialah bahwa St. Yosep hanya mengikuti kehendak Tuhan dengan hati yang tulus dan utuh. Misalnya kesucian dan kesalehannya terlihat di dalam ketaatannya pada kehendak Allah untuk menerima Maria sebagai istrinya serta mendampingi Maria dalam membesarkan Yesus. Setelah mendengarkan suara Tuhan dan menyatukan atau mengarahkan dirinya kepada Tuhan (pasca intervesi dan inspirasi dari Tuhan), St. Yosep tidak lagi memikirkan intensi pribadinya. Contoh kemurnian diri lainnya ialah bahwa St. Yosep tidak mencemarkan dirinya sendiri dengan kata-kata, sikap dan tindakkan yang mencemarkan dan merendahkan martabat istrinya dan buah hatinya. Dia mawas diri. Dia menjaga mulut (kata), hati (sikap) dan tangan (perbuatan).

Selain kemurnian, St. Yosep dinilai juga sebagai teladan kesederhanaan. Kesederhanaannya dapat kita ketahui melalui pekerjaannya sebagai seorang tukang kayu, dan cara hidupnya yang biasa-biasa saja di dalam masyarakat. Karena Yesus lahir di keluarga kecil ini maka kita mengenal dan percaya bahwa Yesus sebagai Raja Agung, Raja Semesta Alam yang sederhana dan tidak memiliki tahta (status), senjata (kekuasaan), harta (kekayaan) dan wanita (kenikmatan). Selain kesederhanaan secara fisik, St. Yosep juga memperlihatkan kesederhanaan secara batin atau rohani (rendah hati). Melalui peristiwa iman penerimaan Maria, kita dapat melihat bagaimana Santo Yosef begitu rendah hati dan memercayakan dirinya pada penyelenggaraan Allah (providentia Dei).

Jadi, sebagai teladan kemurnian atau kesalehan dan kesederhanaan, Santo Yoseph, orang suci yang pendiam ini, diberi tugas mulia oleh Allah Bapa untuk merawat dan menjaga Perawan Maria dan Yesus. Sekaligus dia kini berperan dalam merawat dan menjaga Gereja dan menjadi teladan kemurnian dan kesederhanaan hingga kerendahan hati bagi semua martabat pekerjaan manusia.

4) St. Yosep memiliki kemampuan untuk memahami bagaimana Tuhan berbicara kepadanya dalam mimpi

• Memahami cara dan sarana yang dipakai Tuhan

Kualitas keempat ialah St. Yosep memiliki kemampuan untuk mengenali simbol, cara dan kehendak Tuhan. Meskipun pada awalnya dia masih ragu-ragu dan bertanya-tanya, St. Yosep akhirnya memahami sepenuhnya bagaimana Tuhan berbicara dengannya dan apa rencana serta kehendak Tuhan baginya sekaligus menerima tugas besar dari Tuhan. Dengan kata lain dia mampu memahami dan mengenali tanda-tanda dan sarana atau cara yang digunakan oleh Tuhan, serta tujuan Tuhan baginya. Hal ini dapat terjadi karena hubungan khusus dengan Tuhan, iman dan ketaatan pada kehendak Allah. Misalnya dia memiliki kemampuan untuk memahami bagaimana Tuhan berbicara kepadanya lewat mimpi.

• Mimpi sebagai sebuah sarana yang dipakai Tuhan

Dalam Alkitab, mimpi atau penglihatan lebih dari sekedar ekspresi atau penggenapan dari apa yang tidak dapat kita capai di dunia nyata. Ini lebih dari sekedar penjelasan yang mewakili keinginan bawah sadar, menafsirkan sinyal dari otak dan tubuh saat tidur, serta mengkonsolidasikan dan memproses informasi. Namun, dalam budaya Timur atau Asia—budaya yang menghasilkan Alkitab—mimpi atau pengelihatan adalah gambaran masa depan tentang apa yang akan terjadi, tidak peduli seberapa baik atau buruknya hal tersebut. Mimpi atau pengelihatan boleh dikatakan sebagai jawaban atau respon terhadap apa yang akan terjadi. Ini bukan tentang masa lalu, tapi tentang masa depan. Banyak orang dan kelompok etnis Asia khususnya pada zaman kuno telah percaya dan berpikiran seperti ini bahkan sebelum masuknya agama Kristen.

Lalu, mengapa mimpi sebagai media pembicaraan Tuhan? Dalam Alkitab, mimpi atau pengelihatan adalah salah satu sarana paling penting dan efektif yang digunakan Tuhan untuk berkomunikasi dan mengajar umat-Nya. Tuhan berbicara kepada umat pilihan-Nya dan banyak tokoh iman kita, termasuk Musa, Abraham, Yakub, dan Yusuf, melalui mimpi atau penglihatan.

Misalnya seperti yang kita dengar dalam Injil hari ini. “Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat 1:20-21). Dalam Matius pasal 2:13: Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: “Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia” (Mat 2:13).

Isinya sangat singkat dan instruksinya sangat jelas di mana isinya bukan tentang masa lalu, tapi masa depan. Karena mimpi adalah tanda dan sarana yang dipakai oleh Tuhan untuk menyampaikan apa yang akan terjadi maka kualitas yang diperlukan ialah kualitas mendengarkan, mengingat, menceritakan kembali, dan menafsirkan serta bertindak. Kualitas-kualitas ini dimiliki oleh Yosep sehingga setelah mimpi dia harus mengikuti atau melaksanakan petunjuk atau perintah Allah yakni menerima Maria sebagai istrinya dan Yesus sebagai anak, membawa Yesus keluar dari wilayah kekuasaan Herodes. Dia harus menyelamatkan bayi Yesus dari ancaman pembunuhan raja Herodes. “Maka Yusufpun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati” (Mat 2:14-15).

5) Penerimaan dan solusi: St. Yosef menerima Maria dengan tulus melampaui penilaian atau kriteria budaya dan agama, dan dia tidak mempermalukan Maria dan meluarganya di depan umum

Dalam sebagian besar kebudayaan, seorang anak perempuan yang hamil sebelum ‘perkawinan sah’ merupakan suatu aib dan pelanggaran. Hal ini sangat memalukan dan mengecewakan bagi kedua pihak yang terlibat (pihak calon suami dan istri). Apalagi kalau dia sudah bertunangan dengan seseorang, seperti Maria dengan Yusuf. Maria sudah diketahui oleh keluarga dua pihak sebagai calon istri Yosep dan sebaliknya. Namun Maria diketahui hamil sebelum dia tinggal seatap, hidup bersama atau sebelum pernikahan resmi. Itulah masalah yang harus dihadapi Yosep. Apa yang harus dia lakukan: menolak dan mencemarkan nama Maria dan keluarganya atau mencari jalan yang lebih elegan dan bermartabat?

Salah satu sifat tulus Yusuf adalah dia tidak mempermalukan Maria dan keluarganya di depan umum. Ketika dia mengetahui Maria hamil, dia memutuskan untuk menceraikannya secara diam-diam atau secara rahasia. “Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam” (Mat 1:18-19).

Mengapa Yosep ingin menceraikan Maria secara diam-diam? Pertama, Yosep mengetahui akibat yang akan diderita Maria jika ia mengumumkan dan melaporkan kepada masyarakat apa yang menimpa mempelai perempuannya, Maria. Dia tahu bahwa jika dia mencela Maria yang dikasihinya, Maria akan menghadapi masalah serius, bahkan konsekuensin terakhir ialah kematian. Dengan kata lain, St Yosef sadar sepenuhnya akan implikasi budaya dan agama serta hukuman-hukuman yang dikenakan pada Maria jika ia mengumumkan kehamilannya. Kedua, St. Yosef mencari solusi lain. Ia mencari solusi yang menghormati martabat dan integritas Maria tercinta. Ketiga, St Yosef mengikuti rencana Tuhan daripada tuntutan perasaannya sendiri dan keyakinan budaya dan agamanya. Dia akhirnya bertanggung jawab setelah mendengar firman Tuhan melalui mimpi. Dia lebih memilih untuk mengikuti rencana Tuhan, meski dia bisa saja menolaknya. Artinya, St.Yosef menerima Maria dengan tulus terlepas dari semua kriteria atau standar budaya dan agama.

C. Pesan-Pesan Kehidupan dari Lima Karateristik St. Yosep untuk Umat Paroki St. Yosep di Ayawasi dan Paroki Lainnya yang Menggunakan Nama St. Yosep Sebagai Pelindung

Apa yang dapat kita ambil dari refleksi di atas sebagai pribadi, keluarga maupun komunitas iman? Di sini saya berusaha mengaitkan penghayatan lima kualitas dalam konteks umat paroki yang pelindung paroki mereka adalah St. Yosep khususnya Paroki Santo Yosep Ayawasi.

1) Keterlibatan aktif atas dasar pengenalan dan iman: Menyadari diri kita sebagai ‘co-creator’ and ‘co-salvator’ yang selalu diberkati

Tuhan mengenal dan dikenal oleh Yosep maka dia dipanggil dengan namanya dan dan diberi peran serta tanggung jawab unik. Sejauh mana Anda dan saya menyadari dan percaya bahwa kita mengenal dan dikenal oleh Tuhan? Apa maksud, rencana dan rancangan Tuhan bagi setiap kita? Apakah kita berusaha pasrah dan mengikuti perkataan dan kehendak Tuhan? Apa saja kerjasama dan partisipasi aktif kita dalam mengkuti Yesus dengan pola semangat St. Yosep?

Kita percaya bahwa kita dikenal oleh Tuhan dan kita mengenal-Nya. Tanda lahiriah, sosial, dan spiritual ialah bahwa kita diangkat sebagai anak-anak Allah lewat Sakramen Permandian. Nama kita dimasukan dalam komunitas iman Gereja Katolik melalui pendaftaran dalam buku Catatan Baptis Paroki St. Yosep Ayawasi. Kita juga sudah menerima sakramen sakramen lainnya dan menjalankan ajaran-ajaran Gereja. Selain itu tanda kita mengenal dan dikenal oleh Tuhan ialah kita melakukan kewajiban rohani, kebaikan-kebaikan menurut hukum Tuhan, ajaran dan tradisi Gereja, hukum sipil, serta amanat nilai-nilai luhur budaya yang mengarah pada kebaikan umum, kasih, keadilan, perdamaian dan kesatuan.

Sebagaimana Allah membutuhkan St. Yosep pelindung paroki kita, Tuhan juga membutuhkan dan mengajak kita untuk terlibat dalam melakukan hal-hal baik. Umat paroki St. Yosep dan semua orang Kristen diajak masuk menjadi rekan kerja Allah. Maka kita mesti menjawab panggilan itu untuk berpartisipasi bersama dan di dalam Allah. Kita melalui pekerjaan, relasi, aktifitas, kepercayaan, fungsi, tugas, keluarga, dan kebudayaan dipanggil untuk berpartisipasi dalam karya penciptaan (co-creator) dan karya penebusan (co-salvator). Guru mesti menunjukkan komitmen tinggi pada siswa, ilmu pengetahuan, sekolah, yayasan dan masyarakat. Seorang birokrat, pejabat dan ASN, dapat bekerja dengan baik dan tertib untuk memastikan pelayanan public dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Seorang anggota legistif harus memastikan produk hukum dan implementasinya dapat menjamin rasa keadilan dan kesejahteraan bersama. Pelayan Tuhan dapat memberikan pelayanan rohani secara total tanpa harus menuntut balasan. Orang muda diharapkan berkontribusi bagi pembangunan masyarakat. Tokoh masyarakat kampung dan tua-tua adat juga memainkan peran yang tidak kalah pentingnya bagi kebaikan dan keberlanjutan kampung dan adat. Pengurus dewan paroki dan stasi dan aktifis Gereja memberikan pelayanan tanpa pamrih sebagai bentuk partisipasi. Keluarga-keluarga katolik dapat menjalankan janji dan tujuan perkawinan katolik dengan setia dan bermartabat.

Keterlibatan konkrit lain yang menunjukkan kita dikenal dan mengenal Allah ialah bahwa gereja fisik yang canggih harus ‘diisi’ oleh Gereja, umat Allah lokal yang canggih pula. Apa yang dimaksud dengan ‘diisi’ oleh Gereja? Umat katolik pribumi/lokal yang menjadi mayoritas saat ini harus terlibat aktif partisipatif baik dalam aspek liturgis, sakramental, spiritual, pastoral dan finansial. Umat katolik pribumi dengan talenta dan karunia yang diberikan Tuhan harus dapat berkotribusi bagi keluhuran, kemuliaan dan kebesaran nama Tuhan. Kita berharap supaya umat katolik pribumi yang berapi-api dan berkontribusi membangun gereja fisik yang megah dan indah tidak boleh melupakan atau meniadakan keterlibatan di pelbagai aspek pelayanan Gereja.

Saya harus menyinggung keterlibatan umat katolik pribumi karena suatu fenomena umum di kota-kota besar di Papua di mana Gereja Katolik identik dengan ‘Gereja kaum pendatang’ jika kita menilai menurut keterlibatan umat. Setuju atau tidak, Ayawasi akan menjadi kota besar teriring dengan perubahan pengembangan pemerintahan dan ekonomi yang berdampak terhadap perubahan sosial, demografi dan infrastruktur. Secara otomatis dan autoritatif, kelompok pendatang termasuk orang katolik yang hendak mencari hidup yang lebih layak akan membanjiri wilayah ini. Kehadirian mereka akan berdampak juga terhadi pelayanan Gereja. Apakah orang katolik pribumi akan tetap eksis dan aktif partisipatif dalam aspek pelayanan Gereja? Sejauh mana orang katolik pribumi menghadapi sikap pasif, penonton dan menjadi ‘katolik ikut misa’ saja?

Keterlibatan aktif lainnya kita dikenal dan mengenal Allah ialah kita membangkitkan mendorong panggilan hidup religius di wilayah paroki St. Yosep Ayawasi. Partisipasi umat ialah bahwa keluarga-keluarga Katolik mesti membuka ruang dan menjadi sarana panggilan hidup religius. Kita tidak hanya ‘meminta’ apalagi ‘menuntut’ suster, bruder, imam atau uskup asli Papua tetapi membuka diri dan merelakan anak-anak kita untuk masuk seminari atau biara. Demikian juga kita dapat terlibat dengan mendukung biaya pendidikan para calon imam/religius kita. Di sana-sini ada beasiswa dari pemerintah untuk anak-anak asli Papua untuk studi di mana saja. Apakah kita juga bisa memberikan bantuan kepada anak-anak kita yang menjalani pendidikan dan pembinaan hidup religius?

Akhirnya, kita semua mesti terlibat aktif dalam mewujudkan kehendak Tuhan karena hal itu biasanya dapat diwujudkan melalui keterlibatan kita. Jangan kita lupa bahwa sebagaimana dialami oleh St.Yosep, kita terlibat karena kita percaya bahwa Allah yang menciptakan, memanggil, mengundang, memilih dan mengutus kita menjadi duta-duta Kristus telah terlebih dahulu mengenal kita. Selain itu, kita juga percaya bahwa Tuhan yang sama pula yang akan selalu memberkati kita.

2) Ketaatan sejati sebagai orang merdeka di bawah rahmat Tuhan: Taat pada Allah vs Taat pada ‘raja-raja dunia’

St. Yosep berserah diri dan mengikuti firman dan kehendak Tuhan (taat). Itu berarti dia mengajarkan kepada kita arti ketaatan. Seringkali para penulis alkitab menggunakan istilah takut akan Tuhan untuk menjelaskan arti ketaatan kepada kehendak Yahwe. Ketaatan yang dicontohkan oleh St. Yosep ini ini bukanlah ketaatan semu atau ketaatan yang lahir dari dorongan faktor eksternal seperti ketakutan, ketundukkan atas perintah atasan, ketaatan hierarkial-institutional dan ketaatan alamiah (makan-minum, istirahat, dan buang hajat). Ketaatan yang diperlihatkan oleh bapa angkat dari Yesus ini adalah ketaatan yang muncul atas dasar pengenalan-kesadaran dua arah, dan relasi timbalik, iman-keyakinan personal dan komunal (komunitas bangsa pilihan).

Kardinal Luis Antonio Tagle dalam homilnya pada suatu kesempatan menegaskan bahwa takut akan Allah adalah awal dari kebijaksanaan, kemuliaan, produktifitas dan kreativitas. Kita tahu bahwa ketaatan adalah sesuatu yang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Paus Fransiskus menandaskan bahwa ketaatan adalah anugerah Roh Kudus. “menjadi saksi ketaatan adalah anugerah Roh Kudus: dialah yang melakukannya.”

Kita seringkali jatuh pada dosa ketidaktaatan baik terhadap pasangannya (suami-istri), pekerjaan dan atasannya. Masalah ketaatan yang berhubungan dengan kesetiaan dan kepercayaan menjadi salah satu faktor kunci terjadinya perselingkuhan. Dan hal ini mungkin dibenarkan karena didukung oleh data dari seorang pastor bahwa tingkat perselingkuhan di paroki ‘X” adalah tinggi. Di sisi lain, banyak ASN, pejabat, birokrat, tokoh adat, politisi dan pihak keamanan di kalangan kita yang selalu berusaha menghidupi ketaatan semu atau ketaatan yang lahir dari dorongan faktor eksternal seperti ketakutan, ketundukkan atas perintah atasan dan ketaatan hierarkial-institutional. Mereka harus ‘mencium pantat’ atasan mereka dengan mengikuti apa saja yang diperintahkan tanpa mempertimbangkan konsekuensi logisnya demi memperoleh imbalan tertentu seperti jabatan, kenaikan pangkat, uang dan harta lainnya. Nampaknya mereka menganut pandangan ‘ABS’ (Asal Bapa Senang). Pelbagai saat ini beberapa media dipakai untuk menyebarkan ketaatan palsu mereka. Ketaatan palsu dapat mengubah perilaku dan kebiasaan baik mereka. Selain masyarakat umum, di banyak tempat kami kaum berjubah yang mengucapkan kaul ketaatan seringkali jatuh dalam dosa kesombongan dan keangkuhan. Kami kadangkala mau mengatur diri sendiri, kami tidak mengikuti kata dan perintah serta perutusan pimpinan biara atau unio. Kadangkala kami bisa saja mengikuti perutusan pimpinan namun tidak dengan suatu pengenalan, kesadaran, kesungguhan dan keyakinan penuh. Apakah kita bisa mengikuti teladan St. Yosep yang mengikuti kata dan kehendak Allah daripada menuruti rencana dan tuntutan personal untuk menceraikan Maria?

3) Kemampuan mengenal dan memahami tanda, rencana, rancangan dan maksud Tuhan bagi anda dan keluarga

Santo Yosep memiliki iman, ketulusan, ketaatan dan hubungan yang kuat dan dalam dengan Tuhan. Hal ini memampukannya untuk memahami sepenuhnya memahami dan mengenali tanda-tanda dan sarana yang dipakai Tuhan, cara Tuhan berbicara kepadanya dan bahkan rencana dan kehendak Tuhan baginya lewat mimpi. Apa yang dapat kita lakukan untuk memahami cara Tuhan berbicara kepada kita, serta rencana dan kehendak-Nya bagi kita masing-masing? Mampukah kita menangkap tanda, cara Tuhan berbicara kepada kita dan memahami rencana dan kehendak-Nya atas kita sebagai pribadi, keluarga, Gereja dan masyarakat?

4) Teladan bagi para kepala keluarga yang hidup murni dan sederhana, terbuka menerima sesama tanpa syarat dan tahu menjaga rahasia serta membedakan urusan public dan urusan private

• St. Yosep teladan bagi para kepala keluarga

Kita semua tahu bahwa St. Joseph adalah kepala keluarga kudus. Keluarga Suci adalah gambaran bagaimana kita menjalani hubungan keluarga, kehidupan keluarga dan kehidupan komunitas biara. Dia adalah contoh bagaimana kita membangun dan menjaga rumah kita. Bagi orang awam, rumah Anda adalah suami Anda, istri Anda, anak-anak Anda dan orang tua Anda. Bagi pria dan wanita religius dan imam, komunitasmu adalah rumah/biaramu.

• St. Yosep sebagai teladan kemurunian dan kesederhanaan: Tahu mawas diri dan tidak berbohong lewat janji-janji palsu

Kemurnian di sini tidak hanya menyangkut tiadanya kejahatan dan absent dari seks tetapi juga kemurnian hati, kemurnian pikiran, kemurnian motivasi, dan kemurnian tindakkan. Kemurnian atau kesalehan di sini juga berhubungan dengan sikapnya sebagai seorang yang tulus hati dan utuh dirinya. Cara hidup St. Yosep mengajarkan kita bahwa kita tidak boleh berbohong atau membuat janji dan komitmen palsu dengan Tuhan dan dengan sesama. Dia mengajarkan kepada kita untuk mengatakan apa yang sesungguh ada dalam 3H kita masing-masing; kepala (head) dan hati kita (heart) dan tindakkan kita (hand). Hal ini bisa menantang kita karena akhir-akhir ini banyak orang suka membuat janji tetapi mereka susah menjalankannya. Mereka mudah membuat janji palsu. Banyak janji seperti janji jabatan, janji perkawinan, janji politik, janji selibat dan janji-janji lainnya biasa mudah diingkari karena orang yang melakukannya tidak mengucapkan dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan pikiran dan pertimbangan, hati, intensi dan motif, harapan dan tindakkan yang baik. Lebih dari itu, kemurnian diri dari St. Yosep juga membuka mata kita untuk menghidupi sikap mawas diri. Artinya St. Yosep mengjarkan kita untuk tahu dan menjaga mulut (kata), hati (sikap) dan tangan (perbuatan).

St. Yosep juga mengajarkan kepada kita kualitas kesederhanaan. Apakah kita bisa menjalankan hidup sederhana? Saya melihat akhir-akhir ini, banyak orang suka menampilkan diri sebagai ‘elit-elit lokal’. Banyak orang yang mau menjadi kepala kampung karena motif ekonomi. Kepala kampung di beberapa distrik di wilayah Maybrat seringkali menampilkan diri secara berbeda seolah-olah menjadi ‘big man’ atau ‘rae popot’ padahal mereka tidak menyadari bahwa fasilitas atau agaran yang diberikan adalah milik rakyat. Ada yang juga beberapa orang besar yang mau memberikan sesuatu supaya mendapat pujian dari pihak lain (khususnya pemimpin Gereja). Ada juga petugas/pelayan umat yang mau membangun kerajaan kecil di wilayah pelayanan.

• Berani dan siap menerima sesama

Pesan pertama ialah keberanian dan kesiapsediaan untuk menerima orang lain dengan segala kelebihan, keunikan, persoalan dan kekurangnya. Kita belajar dari St. Yosep yang menerima Maria tanpa memadang situasi kehamilannya dan penilaian masyarakat pada saat itu. Josep menerima Maria dengan tulus melampuai penilaian dan batasan budaya dan agama. Sebagai pribadi, keluarga, Gereja dan masyarakat kita juga harus berani. Dikatakan keberanian dan kesiapsedian kerena umat paroki dituntut untuk membangun sikap tulus hati dan terbuka. Itu berarti umat paroki diajak untuk mewujudkan sikap memahami dan menerima orang lain tanpa mengharapkan imbalan (jabatan, status dan materi) dan melampaui penilaian dan kriteria serta standar ‘kesempurnaa’ atau kebaikan dari komunitas budaya, sosial dan agama tertentu. Selain itu, kemampuan menerima orang lain dengan segala eksistensi diri mereka berarti kita memperlihatkan solidaritas kita dengan mereka. Saya melihat suasana pengungsian akibat konflik bersenjata menjadi contoh yang bagus karena umat memperlihatkan solidaritas dan sikap menerima sesama lain tanpa syarat.

• Tahu menjaga rahasia dan berhati tulus

Pesan kedua adalah kualitas menjaga rahasia (diri sendiri dan sesama) dan tidak merendahkan/menjatuhkan diri sendiri dan orang lain. St. Yosep tahu menjaga rahasia dan dia tidak pernah mencemarkan nama istrinya di muka umum meskipun dia memiliki kesempatan, niat, alasan dan dorongan untuk meninggalkan Maria secara diam-diam. Dia tidak menceriterakan ke publik persoalan yang membuat dia dan keluarganya merasa malu berhubung status kehamilan St. Maria. Dia tidak menceriterakan persoalan itu untuk mencemarkan dan menjatuhkan Maria sehingga dia mendapat simpati dan pembenaran publik, agama dan budaya untuk meninggalkan Maria. Dia tidak membahas persoalan pribadi keluarganya demi mencari-cari alasan perceraian. Yosep tidak melakukan hal itu. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa St. Yosep tahu apa yang menjadi urusan public dan urusan pivate.

St. Yosep juga berhati tulus. Dia menerima Maria secara total tanpa syarat dan dia siap menanggung resikonya. Dalam hal ini dia memiliki hati yang luhur dan murni atau suci. Bagi kita, salah satu ciri orang yang tulus dan suci pada masa kini antara lain adalah orang yang “tidak mencemarkan nama orang lain di muka umum”. Oleh karena itu, di sini saya mengajak para pemimpin, pejabat, tokoh masyarakat, suami, kaum muda, kaum religius/imam atau siapapun untuk meniru St.Yosep.

• Tahu membedakan urusan publik dan urusan prifat dan menggunakan media secara tepat dan efektif

Adalah suatu pandangan umum saat ini bahwa di zaman teknologi ini tidak ada sesuatu yang rahasia. Kadangkala orang tidak membedakan ruang public dan ruang private sehingga sarana public dijadikan tempat mempublikasikan persoalan private. Informasi dan realitas private diumumkan di ruang public. Media komunikasi dan sosial seringkali menjadi sarana untuk menjatuhkan orang lain. Masa kini kiranya cukup banyak orang yang suka mencemarkan nama baik orang lain di media sosial maupun secara langsung. Orang suka menyebarkan aib keluarga orang lain bahkan keluarga sendiri, anggota komunitas sendiri. Pada umumnya orang membicarakan kekurangan, kelemahan dan dosa orang lain. Orang yang berbuat demikian berarti merendahkan orang lain. Kita sering mendengar bisik kurang sedap, baik itu tentang suaminya, istrinya, mertua, kepala sekolah, pimpinan komunitas bahkan sampai pastornya. Kadangkala terjadi meja makan, dapur dan mobil dijadikan sebagai sarana pengadilan in absentia (mengadili orang lain tanpa orang itu hadir). Hal ini kadangkala menjadi tontonan menarik dan konsumsi umum public yang asyik. Padahal orang lain atau sesama itu adalah diriku yang lain.

Keteladan St. Yosep ini mengajarkan kita bahwa kita perlu menceritakan apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada dalam diri sesamanya. Ini yang sangat jarang terjadi. Kita harus yakin dan percaya dalam diri kita masing-masing pasti lebih banyak apa yang baik, indah, luhur dan mulia daripada apa yang buruk, remeh, jorok dan kotor.

D. Penutup

St. Yosep dapat menjadi mitra dalam perjalanan kita untuk menyambut Yesus khususnya dalam masa Pra-Paskah ini. Semangatnya terutama pengenalan, pengabdian total, ketaatan, kepercayaan, iman, dan kejujuran dapat menjadi makanan rohani bagi kita. St. Yosep adalah model iman kita. Sebagai seorang percaya dan orang yang tulus, St. Yosep terlibat dalam rencana Allah karena dia mengenal Tuhan dan dikenal Tuhan; dia menyerahkan diri dan mengikuti kehendak Tuhan (taat); dia menerima Maria dengan tulus melampaui dari semua kriteria budaya, penilaian sosial, dan agama pada masanya; dia berhati murni dan bersikap sederhana; dia mampu memahami cara Allah berbicara kepadanya; dia mengembangkan hubungan yang unik dengan Tuhan, dan dia mengenali tanda-tanda dan sarana Tuhan, serta rencana dan tujuan Tuhan bagi dirinya; dia menerima Maria dengan tulus melampaui dari semua kriteria budaya, penilaian sosial, dan agama pada masanya; dia tidak secara terbuka merendahkan Maria atau keluarganya. Saya percaya bahwa ini adalah beberapa kualitas yang telah dikembangkan selama masa persiapan kita (Pra-Paskah) sehingga kita akan menjadi siap untuk menyambut Yesus dalam kehidupan pribadi dan komunitas kita.

!!Santo Yosep, doankanlah kami!!

San Agustin Center of Studies (SACS)
18 Maret 2024
Filipina
AB