Renungan Harian, 9 September 2025
Bacaan Injil: Lukas 6:20–26
Di tengah situasi dunia sekarang ini, tidak sedikit orang beriman yang menghadapi penolakan, kebencian, bahkan ancaman karena imannya. Ada yang dibungkam karena menyuarakan kebenaran, ada yang dipandang rendah karena memilih jalan hidup yang jujur, dan ada pula yang diasingkan hanya karena berpegang pada nilai-nilai Injil.
Yesus dalam Sabda Bahagia meneguhkan kita: “Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya upahmu besar di sorga.” (Luk 6:22–23).
Kata-kata Yesus ini terasa sangat relevan dengan kondisi kita sekarang. Di tengah dunia yang serba cepat, penuh persaingan, dan terkadang hanya mengejar keuntungan serta popularitas, hidup benar dan jujur sering dianggap “tidak masuk akal.” Orang yang berpegang pada iman kadang diperlakukan sebagai orang yang kolot, ketinggalan zaman, atau bahkan dianggap penghalang. Tetapi justru di situlah panggilan kita diuji: apakah kita tetap setia atau ikut hanyut dalam arus dunia?
Menjadi murid Kristus memang tidak mudah. Mengikuti Yesus berarti siap memikul salib: entah berupa cemooh, penolakan, atau ketidakadilan. Namun salib itu bukan tanda kekalahan, melainkan tanda kesatuan kita dengan Yesus yang juga ditolak, dihina, dan dianiaya. Justru dalam kesetiaan itulah kita sedang mengukir sukacita sejati—sukacita yang tidak ditentukan oleh keadaan dunia, melainkan oleh janji keselamatan dari Allah.
Maka, marilah kita tidak gentar. Jika saat ini kita dibenci karena iman, jangan mundur. Jika kita diasingkan karena berbuat benar, jangan menyerah. Percayalah, bersama Kristus kita akan menerima kekuatan untuk tetap setia. Kesetiaan yang kadang terasa pahit di dunia ini, kelak akan berbuah sukacita abadi di surga.
Tetaplah teguh dalam iman.
Tuhan memberkati. Ave Maria!





