Renungan Harian, 17 Desember 2025
Bacaan I: Kejadian 49:2.8–10
Bacaan Injil: Matius 1:1–17
Cinta dan penyertaan Allah kepada manusia sungguh total dan tak pernah terputus. Sejak awal sejarah keselamatan, Allah setia mengalirkan kasih dan janji keselamatan-Nya, meskipun manusia kerap jatuh, berkhianat, dan berpaling dari-Nya. Namun, ketidaksetiaan manusia tidak pernah memadamkan kesetiaan Allah. Kasih-Nya tetap utuh, bahkan mencapai puncaknya dalam peristiwa inkarnasi: ketika Putera Tunggal Allah menjadi manusia demi keselamatan kita.
Dalam bacaan Injil hari ini, Santo Matius menyajikan silsilah Yesus Kristus. Sekilas, daftar nama ini tampak kering dan membosankan. Namun sesungguhnya, di balik setiap nama tersimpan kisah perjuangan, dosa, pertobatan, harapan, dan kesetiaan Allah. Melalui silsilah ini, Matius hendak menegaskan bahwa keselamatan bukanlah rencana dadakan, melainkan karya Allah yang telah dirancang sejak semula dan diwujudkan secara nyata dalam sejarah manusia.
Yesus lahir dalam garis keturunan manusia yang nyata, dengan segala kelemahan dan ketidaksempurnaannya. Ini menegaskan bahwa inkarnasi sungguh terjadi dalam konteks sejarah manusia. Putera Allah tidak menjelma menjadi manusia secara tiba-tiba atau terpisah dari realitas hidup manusia, tetapi hadir melalui sebuah rangkaian sejarah yang panjang. Dengan demikian, Allah menunjukkan bahwa Ia tidak menjauh dari kehidupan manusia, melainkan masuk dan tinggal di dalamnya. Dialah Imanuel, Allah yang menyertai dan berjalan bersama kita.
Bacaan pertama dari Kitab Kejadian juga menegaskan janji Allah tentang kepemimpinan dan berkat yang kelak terpenuhi dalam diri Mesias. Janji itu diwariskan dari generasi ke generasi, hingga akhirnya digenapi dalam diri Yesus Kristus. Sekali lagi, kita melihat betapa setianya Allah dalam menepati janji-Nya.
Renungan ini mengajak kita untuk menyadari betapa berharganya hidup kita di mata Allah. Kita adalah bagian dari sejarah kasih Allah. Hidup kita tidaklah kebetulan, melainkan berada dalam rencana dan penyertaan-Nya. Oleh karena itu, marilah kita menghayati cinta Allah yang terus mengalir dalam hidup kita, sekalipun kita lemah dan sering jatuh.
Kesadaran akan kasih dan penghargaan Allah ini hendaknya mendorong kita untuk hidup dalam cinta dan saling menghargai. Kita dipanggil untuk memberikan hormat kepada sesama, karena setiap orang adalah pribadi yang sungguh dihargai dan dicintai oleh Allah.
Tuhan memberkati. Ave Maria.





