Mgr. Hilarion Datus Lega Merayakan HUT Ke-6 dan Pelantikan Dewan Praparoki St. Ambrosius, Suswa, Kab. Maybrat

75
Mgr. H. Datus Lega Bersama dengan sebagian umat di Praparoki, St. Ambrosius, Suswa

Suswa. Perjalanan yang menempuh jarak kurang lebih 275 Km dari  kota Sorong ke Suswa memang cukup melelahkan. Setelah memakan waktu kurang lebih 5 jam dari Sorong ke Ayawasi dan 2 jam dari Ayawasi ke Suswa, dengan kondisi jalan yang cukup berat, Mgr. Hilarion Datus Lega, Uskup Manokwari-Sorong, bisa berjumpa dan menyapa dengan penuh kasih umat di Praparoki St. Ambrosius Suswa. 

Hari itu (6/12/2024),  Mgr. Hilarion Datus Lega,  mengunjungi umat Praparoki St. Ambrosius Suswa yang merayakan HUT Praparoki ke-6 dan sekaligus pelantikan Dewan Praparoki yang baru. 

Mgr. H. Datus Lega memimpin Perayaan Syukur HUT ke-6 Praparoki Suswa dan Pelantikan Dewan Praparoki

Perayaan Misa syukur HUT ke-6 Praparoki St. Ambrosius dilaksanakan pada Sabtu, 7 Desember 2024 pada pukul 09.00 WIT. Setelah homili, berdasarkan Surat Keputusan No.22830/A52/XII.24.HDL tentang penetapan Dewan Praparoki St. Ambrosius, Bapak Uskup melantik Dewan Praparoki yang baru.

Hadir dalam perayaan tersebut umat dari Stasi St. Paulus Sun, Stasi St. Petrus Seya dan umat dari Suswa sendiri. Praparoki Suswa memiliki 2 stasi dan 12 lingkungan.

Pada kesempatan itu, Mgr. H. Datus Lega menegaskan bahwa Praparoki Suswa ini merupakan Praparoki yang masih sangat muda. Uskup mengakui bahwa perkembangan, walaupun belum sangat signifikan, tetap ada. Uskup merasa bangga karena dari Sumber Daya Manusia dan segala keterbatasan yang ada, umat terus hidup dalam iman dan membangun Gereja lokal yang sangat baik.

Dewan Praparoki yang baru dilantik oleh Uskup Manokwari-Sorong

Menurut Bapak Uskup, kesulitan utama untuk menjangkau wilayah Suswa adalah transportasi. 

“Sudah lama sekali, jalan darat yang mencapai Suswa ini, baik dari Yokasi maupun dari Ayawasi melalui Konja sangat memprihatinkan,” kata Uskup Datus.

Uskup berharap agar pemerintah Kabupaten Maybrat dapat memberi perhatian terhadap kondisi jalan tersebut demi pembangunan di wilayah Mare.

“Mudah-mudahan pemerintah Kabupaten Maybrat yang baru ini bisa memperhatikan kembali akses jalan yang sangat dibutuhkan untuk pelbagai hal, terutama interaksi dan kemajuan fisik pembangunan di kawasan yang disebut Mare ini,” tegas Uskup Datus Lega.

Praparoki St. Ambrosius Suswa merupakan pemekaran dari wilayah pastoral Paroki St. Yosep Ayawasi. Sebuah Paroki di wilayah Kepala Burung yang pada mulanya, secara geografis, sangat luas dan hanya dilayani oleh satu atau dua pastor saja. Namun saat ini, Paroki Ayawasi telah dimekarkan menjadi tiga Paroki dan satu Praparoki serta dilayani oleh 8 Pastor.

Bapak Uskup menyerahkan hadiah kepada juara lomba Volley antar lingkungam menjelang HUT Prparoki

Anak sulung dari paroki St. Yosep Ayawasi adalah Paroki St. Albertus Agung, Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan yang didirikan pada tahun 2005. Kemudian pada tahun 2008 melahirkan Paroki St. Benediktus, Fef, di Kabupaten Tambrauw. Pada tahun 2015 melahirkan Paroki St. Andreas Ayata di Aifat Timur, Kabupaten Maybrat. Dan pada tahun 2018 melahirkan Praparoki St. Ambrosius, Suswa.

Pemekaran itu berdampak pula pada jumlah imam yang melayani wilayah ini. Saat ini terdapat 8 pastor, yakni dua di Ayawasi, satu di Praparoki Suswa, satu di Komurkek, satu di Paroki Ayata, satu di Paroki Teminabuan dan dua di Paroki Fef. 

Menurut Mgr. Datus, Dewan Pastoral Paroki di lima tempat ini cukup berkembang baik. 

“Dewan Pastoral Paroki di lima tempat ini semua berkembang dengan baik. Semua bisa menjamin apa yang saya katakan dalam misa tadi: kita menjadi lebih bersahabat, kita menjadi lebih terlibat dan menjadi berkat bagi sesama” tegas Uskup.

Sementara itu, Pastor Praparoki St. Ambrosius Suswa, Pater Kris Sasior, OSA mengakui bahwa tantangan paling utama dalam reksa pastoral di tempat ini adalah masalah transportasi. Walaupun akses jalan darat ke stasi-stasi sudah terhubung namun masih sangat berat. Hal ini membuat pelayanan pastoral kurang maksimal. Bahkan, ada satu lingkungan yang masuk wilayah Kabupaten Sorong, Lingkungan St. Elisabet, Masos, harus ditempuh dengan jalan kaki.

Para penari persembahan pada Perayaan Hut Praparoki

Tantangan kedua adalah masalah finansial. Pastor Paroki mengakui bahwa tuntutan menjadi Gereja mandiri dirasa cukup berat. Secara ekonomi, kondisi umat di wilayah ini masih cukup tertinggal. Namun, Pastor Kris tetap optimis dan bersyukur karena karya pastoral masih bisa berjalan walau kurang maksimal. Pastor Kris berharap agar dewan Praparoki yang baru ini dapat bekerjasama untuk membangun Gereja yang mandiri. 

Salah satu tokoh umat Mare, Samuel Bless, menceritakan bagaimana kiprah Gereja Katolik di wilayah Mare. Ia mengakui bahwa Gereja Katolik di wilayah Mare ini bisa disebut sebagai Katolik transisi. Sebab, umat yang masuk wilayah Mare kebanyakan pindahan dari misi Zending.

“Memang Gereja Katolik di wilayah Mare ini disebut dengan Gereja Katolik transisi. Karena umat yang semula Katolik murni (sejak dari misionaris awal) itu sedikit sekali yaitu umat dari Waban. Dan umat dari Waban itu bergabung ke Ases. Lalu kampung Ases menjadi bagian dari kampung Fef,” kata Samuel Bless.

Umat Mengantar Perarakan Uskup dan Imam dengan train

Menurut Samuel Bless, perkembangan Gereja Katolik di wilayah Mare agak  lamban karena masalah geografis dan kelangkaan umat. 

“Pengembangan Gereja Katolik di Mare menjadi lambat karena, pertama, faktor geografis. Kita masih terisolasi dari segi jalan. Jalan belum maksimal. Kedua, kelangkaan umat. Kalau umat Mare di sensus baik mungkin hanya 500an jiwa saja. Kalau dipilah dengan anak yang pergi sekolah maka umat yang tinggal di sini sangat sedikit,” kata Samuel Bless. 

Samuel Bless mengakui bahwa kehadiran Gereja Katolik di wilayah Mare memberikan dampak yang sangat baik bagi umat. Menurutnya, umat di Mare sangat berterimakasih kepada Gereja Katolik.

“Umat sangat berterima kasih kepada Gereja Katolik. Gereja Katolik sangat berjasa. Tanpa Gereja Katolik, kita tidak mungkin jadi orang. Contoh seperti saya, saya dulu tidak mungkin lanjut sekolah kalau tanpa Gereja Katolik. Tanpa Gereja Katolik, kita yang dari pedalaman tidak mungkin berkembang. Misalnya saya, dengan beasiswa Keuskupan Manokwari-Sorong, saya bisa lanjutkan studi ke Universitas Gajah Mada. Anak-anak Mare bisa sekolah di Sorong, Fakfak, Jayapura, dll” tegas Samuel Bless. 

Perayaan HUT Praparoki St. Ambrosius berjalan dengan meriah dan khidmat. Umat bersukacita dalam kebersamaan dengan Gembala Umat, Mgr. H. Datus Lega. Sesudah makan siang, Bapak Uskup kembali ke Sorong melalui Kampung Seni menuju Kambuaya dan Sorong. (FK)