(Rm. Daniel W. Gobai, Pr.)
Komsoskms.org-Mgr. Hilarion Datus Lega, adalah seorang Uskup Gereja Katolik Roma yang ditunjuk oleh tahta suci Vatikan untuk Gereja Keuskupan Manokwari-Sorong (Selanjutnya: KMS) pada Juni 2003 silam. Namanya diumumkan sebagai Uskup KMS tepat pada 29 Juni 2003 dan kemudian ditahbiskan menjadi Uskup KMS pada 7 September 2003. Mgr. Hilarion Datus Lega memiliki cinta dan perhatian yang amat luar biasa bagi para imam dan calon imam. Hal inilah yang kerap membedakan ia dengan uskup lainnya. Ia ramah, menjumpai, merangkul, mengayomi, mengapresiasi, memotivasi dan lainnya. Ia dengan tulus dan iklas mengasihi dan mencintai imam-imamnya maupun calon-calon imamnya.
Penulis beri judul tulisan ini, “Mgr. Hilarion Datus Lega dan Seminari Petrus van Diepen. Dengan demikian, judul ini jelas hendak mencerminkan universalitas kasih dan cinta Mgr. Hilarion Datus Lega bagi Tuhan dan Gereja serta umat manusia di Tanah Papua melalui aneka hidup dan karya-karyanya. Penulis menyadari bahwa, ada banyak karya-karya luar biasa yang dihadirkan oleh Putra Mantan Bupati Kab. Manggarai Alm. Frans Sales Lega di Keuskupan Manokwari-Sorong ini. Namun, di sini kami tidak dapat mencantumkan semua karya Mgr. Hilarion Datus Lega dalam tulisan singkat ini. Untuk itu, sebagaimana kita semua mengetahui bahwa pada tahun 2023 ini, Mgr. Hilarion Datus Lega, akan merayakan 20 tahun masa episkopalnya sebagai Uskup KMS (29 Juni 2003-29 Juni 2023). Berkenaan dengan perhelatan perayaan ini, penulis terpanggil dan tertarik untuk mengetengahkan salah satu karya yang merupakan sebuah master piecenya, atau sebuah maha karya dari uskup kelahiran Kota Kupang 21 Oktober 1956 silam yaitu mendirikan Seminari Menengah Petrus van Diepen (Singkatnya: SPvD).
Mendirikan Seminari Petrus van Diepen
Kesadaran pentingnya, pendidikan seminari di Keuskupan Manokwari-Sorong kini mendapat perwujudannya dengan dibangun dan diresmikan pendidikan seminari menengah, oleh duta Vatikan untuk Indonesia (2005) kala itu, Uskup Agung Malcom Ranjith Petabendige pada tanggal 29 Juni 2005. Seminari menengah ini diberi nama Seminari Menengah Petrus van Diepen, untuk mengabadikan nama Mgr. Petrus van Diepen OSA, sebagai uskup pertama Keuskupan Manokwari-Sorong.
Gagasan Pendirian seminari menengah ini yang diprakarsai oleh Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong, adalah wujud nyata kesadaran umat yang sejalan dengan amanat Konsili Vatikan II, dalam dekritnya tentang pendidikan imam (Optatam Totius) menyatakan bahwa Gereja Universal menyadari penuh bahwa pembaharuan yang diinginkan dalam Gereja, sebagian besar tergantung pada pelayanan imamat yang diilhami Roh Kudus dan sekaligus Gereja menegaskan amat pentinglah pendidikan imamat (Optatam Totius, Introduction).
Dalam catatan sejarah gereja Papua, Seminari Menengah pertama dibuka di Keuskupan Agung Merauke. Uskup Keuskupan Agung Merauke Mgr. Herman Tilemans MSC memprakarsai dibukanya pendidikan seminari “kecil” setingkat SMP di Merauke yang diberi nama Seminari Pastor Bonus (Seminari Gembala yang baik) pada penghujung tahun 1960. Secara statistikal, seminari pastor bonus tidak menelurkan banyak imam tertahbis yang bekerja di tanah Papua, tetapi seminari yang ditutup pada awal tahun 1970-an itu telah mencetak banyak tokoh gereja dan tokoh masyarakat yang tetap berjuang menjadi “pastor bonus” di medan kerja masing-masing (lih. Buletin KMS Ed. Mei-Juni 2005, hal 3). Pendidikan Seminari Menengah kemudian disusul oleh keuskupan lain, dan tahun 2005 KMS membuka Seminari Menengah Petrus van Diepen.
Tidak lama setelah menjadi Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong, Mgr. Hilarion Datus Lega telah berpikir cepat, cerdas dan penuh percaya pada penyelenggaraan Tuhan, akhirnya ia mendirikan Seminari Petrus van Diepen. Dalam salah satu kesempatan di Timika, Mgr. Hilarion Datus Lega menegaskan dimikian di hadapan Para Wali Gereja, Tokoh Katolik dan dihadirat tamu undangan: “Dalam arsip Keuskupan Manokwari-Sorong tercatat nama Seminari Petrus van Diepen. Saat ini memiliki 202 orang siswa. Seminari ini juga menerima murid beragama Kristen/Protestan dan islam. Ada juga murid Perempuan. Seminari memiliki asrama. Dari lulusan SD harus ada yang masuk ke seminari. Tahun 2007 ada 207 anak mendaftar masuk ke Seminari. Padahal hanya dibutuhkan 110 orang saja. Murid-murid seminari diambil dari 23 paroki. tes masuk seminari hanyalah satu syarat saja. Murid seminari diharapkan 70% terdiri dari anak Papua dengan ciri yang hitam keriting. Saat ini baru 63% siswa yang merupakan anak asli Papua. Saya berharap sayalah uskup terakhir dari Indonesia yang bukan asli Papua. Uskup berikutnya hendaknya berasal dari anak Papua asli. Kenapa dari Papua asli belum ada? Karena baik imam maupun uskup tidak dibentuk dari langit. Membentuk dan mempersiapkan SDM Papua melalui pendidikan ini adalah pilihan strategis (Lih. Laporan Mgr, Hilarion Datus Lega dalam Kesepatan Timika, 2007, hal 56-57).
Tahun ini (2023), SPvD memasuki usia yang ke-18 tahun. Usianya relatif muda belia, namun atas perkenanan dan penyelenggaraan Tuhan sejak tahun 2020 SPvD mulai menghasilkan imam. Beberapa imam diosesan dan tarekat, ouput SPvD tersebut antara lain: Pater Daniel W. Gobai, Pr. (Prafi 6 Agustus 2020), Pater Yulianus Korain, Pr (Ayawasi 13 Agustus 2020), Pater Petrus Peterson, Pr. (Prafi 24 Juli 2022), Pater Oktovianus Arianto (Masni 23 September 2022), Pater Yosep Kabalesy (Malanu 28 Oktober 2022), Pater Soterus Pangguem OSA, Pater Patrisius Sutrisno OSA, Pater Paulus Harry Ohoiledwarin (Keerom 30 Januari 2022) dan Pater Daniel Bastian Kelmanutu OSA (Katedral 14 Februaari 2021). Kecuali itu, tahun ini bakal bertambah pula 2 imam diosesan KMS. A. N: Diakon Iventus Ivos Kocu dan Diakon Renold Alexander Laike. Hal ini menandakan betapa besar karya Allah dalam diri Mgr. Hilarion Datus Lega, yang kemudian memprakarsai Pendirian SPvD.
Sudah barang tentu bahwa karya Allah yang luar biasa dalam diri Mgr. Hilarion Datus Lega yang mendirikan SPvD tidak bisa diukur dari satu aspek saja semisal dengan ditahbiskannya imam-imam. Sejak awal pendirian lembaga pendidikan ini memiliki visi mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Bukan hanya tenaga imam yang akan terus dilahirkan dari seminari ini melainkan lembaga ini kita percaya bahwa akan terus menghasilkan pula putri-putri terbaik Papua untuk mengabdi dan melayani bidang pelayanan lainnya. Saat ini lembaga SPvD patut berbangga karena telah melahirkan tenaga penerbang sebagai pilot, pegawai kementerian PUPR, tenaga pendidik dan pengajar sebagai guru dan dosen, insinyur, analis kesehatan, pengusaha, dan lain sebagainya.
Berdirinya Seminari Petrus van Diepen menyimpan pelajaran berharga yang turut menyadarkan kita bahwa betapa besar kepedulian Sang Gembala dan umat KMS untuk perkembangan keuskupan ini. Gerakan Mgr. Hilarion Datus Lega membangun Seminari Menengah Petrus van Diepen merupakan suatu terobosan guna mewujudnyatakan visi Gereja mandiri yang visioner dan misioner.
Uskup yang Peduli Orang Asli Papua
Dalam salah satu pertemuan konsultasi antara pimpinan Gereja dan Tokoh Katolik se-tanah Papua tahun 2007 yang diselenggarakan di Timika 7-9 September 2007, penulis mengutip beberapa keprihatian dasar Mgr. Hilarion Datus Lega bagi tanah dan orang asli Papua. Dalam pertemuan akbar tersebut, dia menegaskan demikian, “Papua hanya dimajukan dengan dikembangkannya pendidikan dasar. Dari 67 SD yang kami miliki, ada yang sudah berdiri sehak 50-60 tahun silam. Kenapa bisa bertahan selama itu? Karena hal itu merupakan bentuk pembelaan yang paling konkrit untuk masyarakat Papua. Di kampung-kampung, di hutan-hutan, di situ banyak anak-anak Papua asli. Daerah pedalaman itu perlu dikunjungi. Kehadiran sekolah-sekolah dasar memberi perhatian kepada masyarakat itu (Lih. Kesepatan Timika, 2007 hal 57”.
Bagi penulis, Mgr. Hilarion Datus Lega merupakan seorang gembala umat yang amat peduli pada Papua. Dia sungguh memberdayakan orang Papua dalam banyak segi. Dia hanya kebetulan lahir sebagai Orang Manggarai namun hati dan jiwanya telah menjadi Papua bahkan lebih Papua dari orang asli Papua sendiri. Dia keluar masuk pedalaman Papua dan Papua Barat tak dapat dihitung. Kecuali mengunjungi daerah pedalaman di wilayah keuskupannya, dia juga mengunjungi pedalaman Papua lainnya semisal daerah Epouto, Modio, Wagete (Paniai), Oksibil, Wamena dll (Keuskupan Jayapura), Tanah Merah, Kimaam, Boven Digul (Keuskupan Agung Merauke). Ia mendatangi dan menjumpai bahkan menyebut yang dijumpainya sesuai nama. Hal inilah yang membuat Mgr. Datus selalu dekat dengan umat dan disayangi umat Allah.
Salah satu bukti konkret, riil dan kasat mata dari kepeduliaan dan kecintaan Mgr. Hilarion Datus Lega pada Orang Asli Papua adalah mendirikan Seminari Petrus van Diepen, yang mana semua siswa dan siswinya, kebanyakan berasal dari pedalaman-pedalaman Papua di seluruh regio Papua. Seminari memang identik dengan laki-laki dan calon pastor namun Mgr. Datus juga memberi peluang kepada putri-putri Papua dan putri-putri non Papua untuk menimba aneka ilmu dan pengetahuan di Seminari Petrus van Diepen. Mereka juga patut mendapat pendidikan yang baik, layak dan benar di seminari. Demikianlah, sering terdengar dari mulut Mgr. Datus ketika ditanya mengapa seminari menerima juga siswa putri.
Mata rantai kebodohan, ketertinggalan, keterbelakangan, kemiskinanlah yang hendak putuskan oleh Mgr. Hilarion Datus Lega melalui pendidikan Seminari Petrus van Diepen agar segala persoalan yang ada di Papua lambat laun dapat teratasi oleh pembangunan kemanusiaan. Kekayaan alam boleh melimpah di Papua, juga dana OTSUS boleh bertriliunan namun tanpa pendidikan yang baik dan benar maka semua itu tidak akan membangun derajat dan martabat orang Papua menjadi insan-insan yang sejati, otentik dan khas.
Mgr. Hilarion Datus Lega sungguh merupakan sebuah nama abadi, karunia terindah Tuhan bagi Gereja dan Orang Papua. Selama 20 tahun hidup sebagai Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong, ia telah menorehkan sejarah peradaban baru bagi tanah dan orang asli Papua yakni dengan merintis serta membangun Seminari Petrus van Diepen yang adalah suatu maha karya beliau demi memutus segala stigma dan hinaan dari suku bangsa lain. Selamat merayakan perhelatan pesta 18 tahun berdirinya Seminari Petrus van Diepen. Semoga Allah melimpahkan segala yang Bapa Uskup harapkan. Kami turut mendoakan demi kebaikan dan kesehatan bapa dan segala teladan baik sungguh menginspirasi kami agar nama Allah senantiasa dimuliakan oleh kita seturut moto episkopat, nomen tuum glorificetur.