Keakraban dengan Tuhan: Jalan Untuk Mengenal-Nya Lebih Dalam

40

HARI MINGGU BIASA XXIV

Minggu, 15 September 2024

 RD. Ardus Endi 

Saudara-saudari terkasih. Sapaan sabda Tuhan pada Hari Minggu Biasa yang ke-24 hari ini (Bacaan I: Yes. 50:5-9a; Bacaan II: Yak. 2:14-18 dan Bacaan Injil: Mrk. 8:27-35), pada dasarnya hendak menyadarkan kita semua bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita berjalan sendirian dan Ia juga tidak pernah membiarkan kita berjuang sendirian. Ia senantiasa hadir dan terus menyertai kita dari waktu ke waktu. Sesungguhnya ada aneka wejangan yang termaktub dalam seluruh narasi bacaan suci hari ini, namun saya hanya fokus pada dua pokok permenungan sebagaimana tergambar jelas dalam perikop Injil Markus.

Pertama, pentingnya membangun relasi personal dengan Tuhan Yesus. Hanya dengan aktif membangun relasi pribadi dengan Tuhan, kita dapat mengenal Allah, dan kita dapat mengenal identitas Yesus yang sesungguhnya. Pengalaman para murid, seperti yang dilukiskan dalam Injil Markus, bisa menjadi bukti yang sangat meyakinkan kita semua bahwa dengan setia membangun relasi yang akrab dengan Yesus, pada akhirnya kita dapat mengenal dan mangalami kehadiran Allah dalam hidup harian kita. Terhadap pertanyaan Yesus perihal identitas diri-Nya, ternyata banyak orang belum mengenal Dia. Hal itu terlihat jelas dari laporan yang disampaikan para murid ketika memberikan jawaban yang berbeda-beda: “Ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis, ada yang mengatakan Elia, dan ada juga yang mengatakan salah seorang dari para nabi” (Mrk. 8:28). Jawaban ini mau menunjukkan bahwa masih begitu banyak orang yang belum mengenal Yesus secara lebih sungguh. Namun, berbeda dari itu, jawaban Petrus yang mewakili para murid yang lainnya, dengan tegas mengatakan: “Aku tahu, Tuhan, Engkau adalah Mesias” (Mrk. 8:29). Jawaban Petrus ini mau memperlihatkan bahwa ia sungguh mengenal identitas Yesus. Di sini menjadi jelas bahwa hanya dengan membangun relasi yang akrab dan dekat dengan Yesus, seseorang dapat mengenal identitas-Nya dan dapat mengalami kehadiran-Nya secara nyata.

Bagi kita orang beriman, usaha untuk membangun relasi pribadi dengan Tuhan dapat dilalui dengan doa dan Ekaristi. Doa merupakan moment berahmat di mana kita bisa berdialog, berkomunikasi dan bahkan curhat dengan Tuhan. Dalam dan melalui doa pula, kita dapat mengenal identitas Yesus yang sebenarnya. Karena itu, kita perlu belajar banyak dari pengalaman para murid yang senantiasa ada dan hidup bersama dengan Yesus. Hanya dengan terus setia untuk selalu dekat dan akrab dengan Yesus, kita akan mampu mengenal identitas Yesus sebagai Mesias sejati, sang Juru Selamat Agung kita.

Saudara-saudari terkasih… hal kedua adalah pentingnya keberanian dan kesiapsediaan kita untuk memenuhi tuntutan kemuridan Yesus. Dalam perikop Injil Markus, Yesus memperlihatkan tiga tuntutan kemuridan itu: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mrk. 8:34). Pertanyaan kita adalah apa arti dan maksud dari tiga tuntutan itu? 

Pertama, menyangkal diri. Dasar dari penyangkalan diri adalah pada pemahaman dan kesadaran bahwa keselamatan hanya berasal dari Tuhan dan tak seorang pun melakukan dengan caranya sendiri. Usaha untuk menyangkal diri dapat ditunjukkan dengan berani menolak “TUNDUK” pada ambisi-ambisi pribadi; berani mengabaikan keinginan dan kepentingan pribadi demi terlaksananya kehendak dan rencana Allah. 

Kedua, memikul salib. Selain berani menyangkal diri dari segala ambisi pribadi, seorang pengikut Kristus harus juga mampu dan bersiap sedia untuk memikul salibnya sendiri. Bentuk nyata dari usaha memikul salib menurut Nabi Yesaya adalah: “Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi” (Yes. 50:6). Yang dimaksudkan Nabi Yesaya adalah bahwa kita harus berani menderita demi kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan sesama. Jadi, ungkapan memikul salib dalam konteks panggilan menjadi pengikut Kristus, sekali lagi lebih berhubungan dengan kesiapsediaan dan keberanian kita untuk menderita demi kebahagiaan sesama dan demi kemuliaan Tuhan, BUKAN demi kesenangan pribadi.

Ketiga, mengikuti Yesus. Keberanian untuk menyangkal diri dan kesiapsediaan untuk memikul salib mesti berujung pada komitmen untuk mengikuti Yesus setiap hari. Menjadi pengikut Yesus berarti berani meneladani pola dan gaya hidup Yesus. Sebagaimana Yesus menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Bapa dan membiarkan Allah berkarya di dalam diri-Nya. Kita pun hendaknya demikian. Selain itu, kita juga meneladani sikap hidup Yesus, yang tidak hanya sebatas mewartakan Sabda, tetapi juga menunjukkan itu dalam perbuatan nyata. Apa yang mau ditekankan di sini adalah soal keseimbangan antara kata-kata dan tindakan nyata, keselarasan antara iman dan perbuatan. Ada harmonisasi antara hak dan kewajiban. Persis hal inilah yang digarisbawahi oleh rasul Yakobus dalam bacaan kedua tadi. “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati” (Yak. 2:17).

Marilah dalam terang Sabda Tuhan hari ini, kita membangun komitmen untuk terus menjalin relasi pribadi dengan Tuhan secara pribadi dalam doa-doa kita dan terus memupuk diri dalam iman akan Yesus, Sang Mesias Sejati. Semoga Tuhan berkenan memberkati kita semua. Amin.