Introspeksi: Sebuah Gerakan Memotret diri

294
ILUSTRASI

RENUNGAN HARIAN, MINGGU, 02 MARET 2025
Bacaan I: Sir. 27:4-7;
Bacaan II: 1Kor. 15:54-58; Injil: Luk. 6:39-45)

Oleh RD. Ardus Endi

Pada hari ini bersama Gereja sejagat, kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-VIII. Dalam bacaan-bacaan pada hari ini, sesungguhnya ada begitu banyak nasihat dan wejangan spiritual.  Namun dalam renungan saat ini saya hanya fokus pada narasi Injil.

Apabila kita membaca dengan seksama, dan mencermati dengan teliti, kurang lebih ada dua pesan utama yang ditekankan Yesus dalam Injil:

Pertama, pentingnya introspeksi diri. Introspeksi adalah sebuah aktus atau tindakan sadar untuk memotret diri sendiri. Introspeksi adalah gerakan menukik lebih dalam dan melihat lebih jauh pada kedalaman diri. Atau dengan kata lain, introspeksi adalah jalan kembali ke dalam diri, jalan pulang untuk kembali menemukan jati diri yang sejati.

https://komsoskms.org/renungan-harian-melepaskan-kesombongan-dan-menerapkan-kerendahan-hati/

Ringkasnya, ajakan untuk mengintrospeksi diri berarti ajakan untuk selalu menoleh, melihat dan mengevaluasi diri kita terlebih dahulu, jauh sebelum kita menilai orang lain.

Hal ini tentu penting agar kita mampu mengenal diri secara lebih baik. Segala kemampuan, aneka talenta, dan berbagai potensi diri, termasuk segala kelemahan dan keterbatasan dapat dilihat dengan jernih hanya ketika kita berani bertolak ke kedalaman diri kita.

Lebih jauh dari itu, inisiatif untuk selalu memotret diri sangat penting agar kita tidak lekas menilai orang lain sebagai yang bukan-bukan.

Inilah yang menjadi inti kritikan Yesus, sebagaimana yang terungkap dalam narasi Injil hari ini: “Mengapa engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?…Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Luk. 6:42).

Hal ini senada dengan pesan yang disampaikan oleh Ebit G. Ade dalam sebait lirik lagunya yang berjudul “Untuk Kita Renungkan”: Tengoklah ke dalam sebelum bicara, singkirkan debu yang masih melekat…ho-o singkirkan debu yang masih melekat.

Frase “tengoklah ke dalam” merupakan sebuah ajakan bagi kita agar lebih mawas diri, dan harus aktif bercermin pada diri sebelum bergegas menilai dan mengoreksi orang lain.

https://komsoskms.org/civitas-akademika-sma-petrus-van-diepen-menggelar-sidang-akademik-bertajuk-ekologi/

Kedua, ajakan Yesus bagi kita untuk menjadi penyalur berkat bagi sesama yang lain, atau dalam bahasa Injil hari ini kita mesti menjadi “pohon yang baik” yang selalu mampu menghasilkan buah yang baik untuk kebahagiaan dan keselamatan orang lain.

Sebagai orang beriman, kita mesti berani dan setia menunjukkan hakikat panggilan kita sebagai murid Kristus. Hal itu ditunjukkan dengan terus bertutur kata yang baik dan bersikap yang bijak kepada sesama.

Perumpamaan tentang “pohon yang baik yang selalu menghasilkan buah yang baik” mau menyadarkan kita semua bahwa menjadi seorang murid Kristus mesti dengan sebuah kesadaran untuk terus menjadi berkat bagi sesama. Kita harus menjadi “pohon yang baik” yang selalu menghasilkan buah yang baik lewat tutur kata dan sikap kita kepada sesama.

Tentang hal ini, Yesus dengan tegas katakan: “Tidak ada pohon baik yang menghasilkan buah yang tidak baik. Dan tidak ada pula pohon tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal dari buahnya” (Luk. 6:43-44).

Apa yang dimaksudkan Yesus dari pernyataan ini terungkap dalam ayat selanjutnya: “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik. Tetapi orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaan hatinya yang jahat. Sebab yang diucapkan mulut, meluap dari hati” (Luk. 6:45).

https://komsoskms.org/orang-muda-katolik-st-pillipo-neri-mengadakan-literasi-digital-bersama-komsos-kms/

Dalam dan melalui Injil hari ini, Yesus menyadarkan kita bahwa segala sesuatu yang kita bicarakan dan lakukan selalu keluar dari perbendaharaan hati kita. Segala yang baik pasti keluar dari perbendaharaan hati yang baik, dan sebaliknya semua yang buruk pasti terpancar dari perbendaharaan hati yang buruk pula.

Sebagai pengikut Kristus, kita mesti punya pilihan sikap yang tegas yakni keberanian untuk selalu berbuat baik. Segala sesuatu yang kita jalankan mesti keluar dari ketulusan hati, bukan atas paksaan.

Setiap kebaikan yang kita taburkan kepada orang mesti dilandasi oleh spirit kasih dan solidaritas bukan karena mau cari tenar dan kehormatan semu.

Kita semua menjadi terhormat di mata Tuhan bukan dilihat dari segi posisi atau jabatan duniawi yang melekat pada diri kita, bukan juga pada takhta atau harta yang kita miliki, tetapi pada hati yang selalu mau berbagi, pada sikap yang baik, dan pada setiap tutur kata yang ramah kasih.

Pada titik inilah, kehadiran diri kita sesungguhnya menjadi bermakna dan bernilai baik di mata Tuhan maupun di mata semua orang. Semoga Tuhan senantiasa memberkati kita semua. Amin.