Dear Rekan-Rekan UNIO Keuskupan Manokwari-Sorong

1088
Dear Rekan-Rekan UNIO Keuskupan Manokwari-Sorong

Sekedar berbagi cerita kemarin dan hari ini. Kemarin siang (Minggu, 28 Mei 2023), seusai misa Hari Raya Pentakosta, saya (Rm. Zepto Triffon Polii, Pr) menempuh sekitar 100 KM (4,5 jam) menuju ke Pastoran Mare di Suswa melalui Frataven, untuk menghormati Pater Benediktus Jehamin, OSA (Pater Benny) yang ditemukan meninggal dunia di kamarnya di Pastoran pada paginya. Ketika itu umat sudah sedang menunggunya untuk misa.

Menurut tenaga medis yang menangani jenazahnya, diperkirakan Pater Benny meninggal pada tengah malam sebelum hari Minggu subuh. Karena itu, ketika kami tiba, kondisi jenazah sudah sangat-sangat membengkak. Saya sendiri nyaris tidak bisa mengenali wajahnya.

Pada malam hari, seusai proses infus formalin, maka bersama para konselebran Pater Felix Janggur OSA (Pastor Ayawasi) dan Pater Martin Werang OSA (dari Biara Tagaste), saya memimpin misa arwah di gereja, sekaligus perpisahan dengan umat PraParoki St. Ambrosius yang digembalakannya beberapa tahun terakhir ini. Seusai misa, dengan sangat haru dan emosional umat melepas jenazah P. Benny yang langsung dibawa ke Sorong untuk kemudian dimakamkan. Untuk itu, kami harus berkendara sekitar 230 KM.

Semua sudah berlalu, namun saat ini, dalam perjalanan ke Sorong, saya “agak memahami” ada beberapa peristiwa aneh sekitar misa Minggu pagi di Teminabuan. Dua lilin paling ujung di altar, redup dan mati pada awal misa. Ini tak pernah terjadi sebelumnya. Bara api thuribullum tiba-tiba mati pada saat konsekrasi padahal ditangani oleh misdinar senior dengan jam terbang yang tinggi. Akh, bisa saja ini hanya kebetulan.

Tetapi, kabar serupa datang dari gereja Ayawasi dan Gereja Emaus di Sorong Pada misa pagi Hari Minggu Pentakosta, misdinar berulang kali menyalakan lilin di altar yang berulang kali mati tanpa sebab. Ini juga kebetulan? Barangkali.

Seorang umat dari Paroki Emaus Sorong melaporkan, pintu bagian dalam sakristi tiba-tiba tertutup dengan bunyi hentakan keras ketika misa Minggu pagi sedang berlangsung. Tanpa sebab. Orang-orang kaget. Lalu, salib altar tiba-tiba jatuh tanpa sebab. Upss…. Mungkin juga ini kebetulan.

Tiga kebetulan dalam misa terjadi pada saat yang hampir bersamaan. Ketika itu umat di Mare sedang menunggu pastornya masuk ke gereja, tapi tidak pernah muncul karena ternyata sudah terbujur kaku di lantai kamarnya. Sepertinya itu sewajarnya dianggap betul bahwa Pater Benny sedang mengirim signal perpisahan dengan umat dan para sahabatnya. Post factum, sesudah terjadi baru bisa dihubung-hubungkan, dan diceritakan.

Saat ini, sudah hari Senin, jam menunjukkan Pkl. 02.30 subuh, kami sedang dalam perjalanan dari Mare menuju Sorong untuk menghantar jenazah. Rombongan kami terdiri dari dua mobil ambulans dan tiga mobil lainnya. Turut dalam rombongan ini, Pater Martin dan dua suster OSF serta sebagian umat dari Ayawasi dan Mare.

Mors subito sors clerico, kematian mendadak itulah nasib bagi para klerus. Pater Benny, meskipun usia imamat yang singkat, hanya lima tahun, menghayati imamatnya dengan setia, hingga akhir, di tengah umatnya, di pedalaman. Mission acomplished. Perutusannya tunai dan tuntas.

Semoga Roh Kudus yang Allah curahkan bagi para rasul dan segenap Jemaat di Yerusalem, juga memenuhi hidup kita untuk tetap bertekun hingga batas hidup kita. Amin. (cerita dari RD. Zepto Triffon Polii, Pastor Paroki Gereja Sto. Albertus Agung Teminabuan)
Sumber: Group WA UNIO KMS