KOMSOSKMS.ORG – Dalam hari-hari ini, 15-17 September 2023, di Kota Sorong sedang berlangsung Konvensi Daerah VII Pembaharuan Karismatik Katolik se-Tanah Papua dalam ayoman Badan Pelayanan Provinsi Gerejawi Merauke. Di tengah eforia (serentak juga barangkali sikap skeptis?) atas aktivitas kelompok Persekutuan Doa Pembaruan Karismatik Katolik, saya terdorong menampikan katekese ringan dan sederhana tentang Roh Kudus seturut jiwa ajaran Gereja Katolik dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) dan gerakan pembaruan ini.
Tentang Roh Kudus, KGK 687 mengajarkan: << “Tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat dalam diri Allah selain Roh Allah” (1Kor 2:11). Roh yang mewahyukan Allah itu, membuat kita mengenal Kristus, Sabda-Nya yang hidup; tetapi Ia tidak berbicara tentang diri-Nya sendiri. Ia, yang “bersabda melalui para nabi”, membuat kita mendengarkan Sabda Bapa. Tetapi kita tidak mendengarkan Dia sendiri. Kita hanya mendengarkan Dia secara tidak langsung, bila Ia mewahyukan Sabda kepada kita dan mempersiapkan kita, menerima-Nya dalam iman. Roh kebenaran yang “mengungkapkan” Kristus bagi kita, tidak berbicara “dari diri-Nya sendiri” (Yoh 16:13). Sikap rendah hati yang ilahi ini menjelaskan, mengapa “dunia tidak dapat menerima-Nya, karena dunia tidak melihat-Nya dan tidak mengenal-Nya”, sedangkan mereka yang percaya kepada Kristus mengenal-Nya, karena Ia menyertai mereka (Yoh 14:17). >>
Lebih lanjut lagi, KGK 688 mengajarkan: << Sebagai persekutuan iman yang hidup, yang meneruskan iman para Rasul, Gereja adalah tempat kita mengenal Roh Kudus: dalam Kitab-Kitab yang diilhami oleh-Nya; dalam Tradisi, dengan para Bapa Gereja sebagai saksi-saksi yang tetap aktual; dalam Wewenang Mengajar Gereja, yang Ia dampingi; dalam liturgi sakramental: oleh perkataan dan lambang-lambang yang dengannya Roh menghubungkan kita dengan Kristus; dalam doa, di mana Ia membela kita; dalam karisma dan tugas-tugas pelayanan, yang olehnya Gereja dibangun; dalam kehidupan apostolik dan misionaris; dalam kesaksian para kudus, di mana Ia menyatakan kekudusan-Nya dan melanjutkan karya keselamatan. >>
(garis bawah dan cetak tebal, dari saya).
Mengakui Roh Kudus
Mendeklarasikan “Aku Percaya” (Credo), baik dinyanyikan maupun didaraskan; dalam bahasa Indonesia, pun dalam bahasa Latin. Itu santapan rutin umat beriman. Umat menghafalnya, bahkan dijadikan semacam prasyarat untuk penerimaan sakramen tertentu. Seringkali pengakuan iman itu berlangsung monoton, kejar-kejaran, dan kurang penghayatan; bahkan cenderung formalistik. Lancar, tapi kering. Nyaris tanpa penghayatan. Bukan bermaksud menuduh, namun barangkali ada dari kita yang berujar dalam hati: “Termasuk saya juga begitu.” Nah, itu sangat disayangkan.
“Aku percaya akan Roh Kudus!” Demikianlah sepotong dari pengakuan iman itu. Dengan lantang kita mengucapkannya, setidaknya setiap hari Minggu. Tetapi, siapakah Roh Kudus itu? Seperti apa atau semacam apakah Roh Kudus itu? Bagaimana kita tahu bahwa Roh Kudus hadir? Demikianlah beberapa pertanyaan yang terus mengiang di benak kita tentang Roh Kudus. Sesungguhnya, masih banyak lagi.
Dalam penghayatan iman Gereja, dengan mengungkapkan “Aku percaya akan Roh Kudus!” sesungguhnya kita mengakui bahwa Roh Kudus itu ada, bahwa Roh Kudus ada bersama dengan Bapa, dan ada bersama Sang Putra; bahwa Roh Kudus bersama dengan Bapa dan Putra adalah satu Allah. Dan, bahwa Dialah yang memberikan kehidupan kepada semua yang ada. Rasa-rasanya katekese tentang Roh Kudus agak sulit dicerna. Memang! Karena tentang Allah, khususnya tentang Roh Kudus, kita berbicara tentang realitas metafisik, realita yang melampaui unsur kebendaan, juga melampaui bentuk-bentuk kongkrit. Roh Kudus bukanlah realitas fisik yang tercerap indera, juga tak berbentuk sebagaimana makhluk fisik lainnya.
Siapakah Roh Kudus itu?
Roh Kudus adalah Allah, sebagaimana Bapa dan sebagaimana Putra. Roh Kudus-lah yang sejak awal mula menciptakan segalanya. Roh Kudus-lah yang berbicara melalui para nabi. Melalui Roh Kudus-lah Maria menjadi Bunda Allah. Roh Kudus-lah yang turun kepada Yesus ketika dibaptis di Sungai Yordan. Roh Kudus-lah yang, pada hari Pentakosta, menghalau ketakutan dari para Rasul. Roh Kudus-lah yang membawa keilahian ke dalam Gereja, Umat Allah. Roh kudus-lah yang menjadikan kita kediaman Allah, tempat Allah tinggal.
Seperti apa atau Semacam Apakah Roh Kudus itu?
Tentang hal ini, kita tidak tahu. Tak seorangpun yang pernah melihat Roh Kudus. Akan tetapi, kita dapat merasakan kehadiran-Nya; kita dapat mengalami campur-tangan-Nya. Kitab Suci menggambarkan Roh Kudus dalam banyak penggambaran yang menakjubkan dan berkekuatan, juga penuh kelembutan dan kehalusan.
Roh Kudus digambarkan perkasa bagaikan api yang membakar, namun juga lembut seperti seekor burung merpati. Roh Kudus digambarkan menawan bagai angin yang bertiup, juga lembut seperti suara angin sepoi-sepoi basah.
Bagaimana kita bisa tahu bahwa Roh Kudus hadir?
Kita dapat melihat karya-karya Roh Kudus dalam sukacita yang diberikan-Nya. Karya Roh Kudus juga kita alami dalam bentuk keberanian dan kekuatan yang dikaruniakan-Nya kepada kita. Roh Kudus menginspirasi kita dengan ide-ide yang baik; dan bagaikan arus yang membuat air sungai bergerak, demikianlah Roh Kudus mendesak dan menggerakkan kita untuk segera mewujudkannya.
Hari Pentakosta. Itulah pertama kalinya para Rasul mengalami Roh Kudus. Mulanya mereka bersembunyi karena takut. Namun, tiba-tiba Roh Kudus datang dalam rupa lidah-lidah api yang turun ke atas mereka. Ketakutan mereka sirna. Hilang. Berganti dengan sukacita. Sukacita yang besar memenuhi mereka. Kitab Suci mengajarkan bahwa para Rasul mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa yang lain, seperti yang diberikan oleh Roh Kudus kepada mereka untuk dikatakan (Lih. Kis 2:4.6). Sungguh luar biasa hasilnya: lebih dari tiga ribu orang memberi diri untuk dibaptis. Demikian banyak orang menjadi percaya kepada Allah!
Pada hari Pentakosta Roh Kudus membawa ke dalam dunia suatu kegelisahan yang kudus. Orang-orang didesak dan merasa tidak tentram bila belum atau tidak mewujudkan kehendak-Nya. Roh Kudus terus-menerus mengerjakan karya-karya mengagumkan. Dia mencurahkan rahmat-Nya kepada segala bangsa di seluruh dunia.
Kadang-kadang Roh Kudus itu bagaikan api yang membakar kita demi kebaikan-kebaikan. Pada kesempatan lain, kita mengalami Roh Kudus hadir dalam kesadaran kita dan sedang mendorong kita dengan berkata: “Lakukanlah sesuatu! Tolonglah! Turutlah terlibat!” Dan, pada kesempatan lain lagi, Roh Kudus itu seperti tamu yang secara diam-diam datang dan tinggal dalam jiwa kita, mengubah kita dari dalam, dan menjadikan kita umat yang baru.
Roh Kudus selalu Menggerakkan
Gereja Dalam KGK 737 Gereja mengajarkan:
<< Perutusan Kristus dan Roh Kudus terlaksana di dalam Gereja, Tubuh Kristus dan kanisah Roh Kudus. Perutusan bersama ini membuat umat beriman masuk ke dalam persekutuan Kristus bersama Bapa-Nya dalam Roh Kudus. Roh menyiapkan manusia dan mendahului mereka dengan rahmat-Nya, supaya menarik mereka kepada Kristus. Ia mewahyukan kepada manusia tentang Tuhan yang telah bangkit, mengingatkan mereka akan perkataan-Nya, dan membuka bagi roh mereka arti kematian dan kebangkitan-Nya. Ia menghadirkan bagi mereka misteri Kristus, terutama dalam Ekaristi, supaya mendamaikan mereka dengan Allah, mempersatukan mereka dengan Dia dan dengan demikian menyanggupkan mereka untuk “berbuah banyak” (Yoh 15:5.8). >>
Roh Kudus membantu dan meneguhkan Gereja untuk memahami hakekat dirinya sendiri, kemudian mengutus Gereja untuk menghasilkan buah-buah. Perutusan merupakan karya Roh Kudus, serentak identitas Gereja. Roh Kudus selalu menggerakkan. Tentang hal ini, baiklah kita bercermin dari kisah Nabi Yunus.
Nabi merupakan utusan Allah; dia terhubung dengan Allah, dan berbicara atas nama Allah bagi umat-Nya. Nabi menjalankan fungsi kepengantaraan: dia menjadi penerus pesan dan ajaran Allah kepada manusia, juga menjadi penyampai keluhan dan permohonan manusia kepada Allah.
Kisah Nabi Yunus hanyalah satu dari sekian banyak kisah tentang bagaimana Roh Kudus bekerja: menggerakkan. Yunus dipanggil Allah untuk menyerukan pertobatan orang Niniwe. Meski sebelumnya Yunus sempat menghindari panggilan Allah, namun atas cara yang khusus kehendak Allah pada akhirnya terwujud. Nabi Yunus berhasil mempertobatkan orang Niniwe. Semua itu semata-mata adalah karya Roh Allah.
Roh Kudus menggerakkan baik Yunus maupun orang Niniwe, untuk taat dan bertobat. Roh Kudus selalu menggerakkan orang untuk melakukan kehendak-Nya, hidup dalam ketetapan-Nya, dan bahwa kehendak-Nya terarah hanya kepada kebaikan demi kebaikan: Allah dimuliakan di tengah manusia.
<< Roh Kudus yang dialirkan Kristus, Kepala, ke dalam anggota-anggota-Nya, membangun, menjiwai, dan menguduskan Gereja. Gereja merupakan sakramen persekutuan antara Tritunggal Mahakudus dan manusia. >> (KGK 747).
Pembaharuan Karismatik Katolik
Pembaruan Karismatik Katolik (Catholic Charismatic Renewal – CCR) merupakan gerakan internasional dan merupakan bagian utuh dari Gereja Katolik, Umat Allah. Hirarki Gereja dari tahun ke tahun memberikan peneguhan akan hal ini. Sebagai sebuah semangat hidup, atau dari sisi spiritualitas, gerakan ini hendak menegaskan salah satu ciri Gereja yang hidup dan digerakkan oleh Roh Kudus. Identitas ini sudah ada sejak awal Gereja: Hari Pentakosta, ketika Roh Kudus turun atas para Rasul.
Namun, sebagai sebuah gerakan yang terorganisir, gerakan ini baru dimulai pada tahun 1967 di Universitas Duquesne, Pittsburg, Amerika Serikat. Ketika itu sejumlah orang Katolik mengikuti pelayanan doa Gereja Protestan dan mengaku telah mengalami baptisan dalam Roh Kudus. Memang, harus diakui bahwa dalam perkembangan awalnya, gerakan ini sangat banyak dipengaruhi oleh Protestantisme Amerika, khususnya Gereja Pentakostal Evangelis. Mereka sangat menekankan tiga hal: aspek hubungan pribadi dengan Yesus, pengalaman emosional yang mendalam, dan karunia Roh Kudus.
Gerakan Internasional
Seorang kardinal diberikan oleh Gereja Universal untuk mendampingi dan mengarahkan pertumbuhan Pembaruan Karismatik Katolik. Mulanya: Kardinal Leo Joseph Suenens dari Belgia, seorang ahli teologi, filsafat dan hukum Gereja dan salah satu dari empat kardinal penting di balik pelaksanaan Konsili Vatikan II. Kardinal Suenens menggambarkan pertumbuhan karismatik demikian: Ini bukanlah suatu gerakan khusus; pembaruan ini bukanlah suatu gerakan dalam pengertian sosiologis pada umumnya; ia tidak memiliki pendiri, tidak bersifat homogen, dan realitasnya sungguh beragam; itu adalah aliran kasih karunia, hembusan baru dari Roh Kudus. Pengajaran Kardinal Suenens ini sangat sejalan dengan posisi teologis Gereja bahwa Roh Allah berhembus ke mana saja Dia mau, seturut dengan kehendak hati-Nya.
Dalam perjalanan waktu gerakan-gerakan ini menjamur dalam berbagai bentuk. Pada tingkat internasional terdapat dua wadah besar, yaitu: Pelayanan Pembaruan Karismatik Katolik Internasional (International Catholic Charismatic Renewal Service) dan Persaudaraan Komunitas dan Persekutuan Perjanjian Karismatik Katolik (Catholic Fraternity of Charismatic Covenant Communities and Fellowships). Kantor-kantor resmi internasional berada di Roma dan mewadahi ribuan kelompok dan komunitas doa di segala penjuru dunia.
Pada tahun 2017, dirayakanlah Yubileum Emas 50 tahun gerakan Pembaruan Karismatik Katolik. Paus Fransiskus turut terlibat. Dan pada tahun 2018 secara resmi organisasi-organisasi yang mewadahi gerakan Pembaruan Karismatik Katolik dilebur dalam satu badan baru, yaitu CHARIS, yang kemudian diwadahi dalam kementrian kepausan: Dikasteri Awam, Keluarga, dan Kehidupan.
Paus Fransiskus menunjuk Kardinal Renairo Cantalamessa sebagai pendamping resmi Gereja (ecclesiastical assistant) bagi CHARIS. Kardinal Cantalamessa mengajarkan bahwa Yesus Kristus bukanlah semata-mata dogma atau doktrin; Yesus bukan lagi sekedar objek penyembahan dan kenangan. Yesus merupakan kenyataan yang dihidupi dalam Roh Kudus.
Hirarki Gereja Turut Terlibat
Di Indonesia, Pembaruan Karismatik Katolik diakomodir oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Selain menegaskan peran penting otoritas Gereja setempat, yaitu para bapa uskup dan uskup agung, dalam membina dan mendampingi pertumbuhan Pembaruan Karismatik Katolik dalam wilayah pelayanannya masing-masing, KWI juga secara rutin-periodik menunjuk seorang uskup untuk menjadi penasehat resmi (episcopal advisor) bagi pertumbuhan gerakan ini di tingkat nasional.
Bila sebelumnya Uskup Hilarius Moa Nurak dari Pangkalpinang, lalu kemudian Uskup Hendrikus Pidyarto Gunawan dari Malang, kini Uskup Frans Tuaman Sasfo Sinaga dari Sibolga ditunjuk oleh KWI sebagai episcopal advisor. Dan, di masing-masing tingkatan baik nasional, provinsi gerejani dan keuskupan-keuskupan juga ditunjuk seorang imam untuk menjadi moderator bagi gerakan ini.
(Menjadi) Bagian Utuh dari Gereja Universal
Gerakan Pembaruan Karismatik Katolik merupakan bagian utuh Gereja Katolik, dan ada dalam pengayoman para gembala Gereja. Kecuali harus diterima juga harus didukung, bukan hanya oleh hirarki, tetapi juga semua umat beriman. Untuk itu, barangkali pada pelbagai tingkatan Gereja: keuskupan, wilayah pastoral/kevikepan, paroki, stasi/lingkungan tetap terus dibutuhkan sosialisasi yang sehat dan benar tentang anugerah-anugerah Roh Kudus dan gerakan-gerakan pembaruan ini. Ini penting untuk menghindari pelbagai prasangka keliru dan pelbagai tuduhan palsu tentang gerakan Pembaruan Karismatik Katolik ini.
Selain itu, pemurnian sifat ke-Katolik-an dari gerakan ini harus tetap dijaga dan dibina, agar tetap sejalan dengan ajaran resmi Gereja Katolik. Katekese yang sehat dan penegasan Roh mutlak perlu dan tak bisa ditawar-tawar. Ini sungguh perlu bukan hanya pada tataran doktrinal dan posisi teologis, tetapi juga pada tataran peribadatan dan pastoral-praktis. Tentu ini dibutuhkan bukan pertama-tama supaya gerakan pembaruan ini semakin dikagumi dan diterima oleh banyak imam dan umat, tetapi terutama supaya: nama Tuhan semakin dimuliakan dan kasih karunia Allah semakin dialami oleh semakin banyak orang. Selamat ber-Konvenda! Tuhan memberkati.
Wa Shaloom
P. Zepto-Triffon POLII
Teminabuan