Sekilas Kenangan Tentang P. Frans Yerkohok. Pr

719
Sekilas Kenangan Tentang P. Frans Yerkohok. Pr
P. Frans Yerkohok. Pr

Fransiskus Katino, Pr

Pagi ini rasanya tak secerah seperti biasanya! Tatkala mata masih setengah terpejam dan kesadaran pun belum benar-benar pulih, saya dikejutkan oleh sebuah berita yang diposting oleh Ketua Unio Keuskupan Manokwari Sorong, RD. Emanuel Tenau Pr, di group WhatsApp Unio KMS: “Selamat pagi rekan2 semua, P. Frans Yerkohok, Pr, pukul 3.48 WIT menghembuskan napas terakhir di RS. Pertamina Sorong”.

Sebuah berita yang sangat mengejutkan dan seakan tak percaya. Seorang sahabat seimamat Keuskupan Manokwari-Sorong telah pergi ke rumah Bapa dalam keheningan. Sungguh sangat menyedihkan!! Spontan saya menuliskan: “Aduh Tuhan…!! Pater Frans Yerkohok, beristirahatlah dalam damai. Sungguh dukacita yang mendalam! Semoga Pater bahagia di Surga!”.

Saya mengenal sosok Frans Yerkohok, Pr semenjak kuliah di STFT “Fajar Timur”. Pada waktu itu beliau menjalanan studi Program Pasca Sarjana dan saya masih kuliah strata satu. Namun, walaupun demikian, kedekatan kami sebagai kakak dan adik sekeuskupan sangat kuat. Kami selalu bersama-sama dalam semangat confater unio Keuskupan Manokwari-Sorong.

Sosok Pater Frans adalah seorang yang sangat tenang dan cenderung pendiam. Rasa-rasanya saya tidak banyak menjumpai dirinya berkelakar atau “baku ganggu” sebagaimana yang dilakukan oleh teman-teman yang lain. Dia sosok yang cukup tenang dan serius! Walaupun dirinya kadang sering diganggu oleh teman-teman namun dia tetap kelihatan tenang. Dan dalam bercerita pun selalu dengan pilihan diksi yang santun.

Memang dirinya cukup serius dan lebih banyak mendengar ketimbang berbicara.

Hal itu menunjukkan kepribadiannya sebagai seorang yang cukup serius dalam menjalankan tugas dan pelayanan. Dia dengan segala keterbatasan selalu fokus dengan apa yang dipercayakan kepadanya. Melayani dengan penuh kesetiaan dan tanggung jawab tanpa banyak kata!

Pater Frans juga seorang sahabat yang selalu berpenampilan rapi. Jarang bahkan nyaris tidak pernah saya melihat dia berpenampilan “acak-acakan”. Dia selalu berpenampilan elegan! Baju selalu dimasukkan dan ke mana saja pergi selalu bersepatu. Sungguh, dia selalu menampilkan diri dengan rapi.

Penampikan ini sesungguhnya juga menunjukkan kepribadiannya yang selalu mau hidup secara teratur. Mau membawakan diri secara lebih elok dimanapun ia berada. Inilah sesungguhnya jiwa yang mau selalu hidup dalam keteraturan. Dan memang, dia adalah sosok orang yang selalu hidup teratur dan rapi.

Sejauh pengenalan saya, Frans Yerkohok Pr juga merupakan seorang yang peduli dengan pendidikan anak-anak Papua. Dengan segala kesederhanaan dan kekurangannya ia selalu membantu anak-anak Papua, khususnya dari pedalaman, untuk menempa ilmu demi masa depan mereka. Seingat saya, ketika dia bertugas sebagai Pastor Paroki di Paroki St. Fransiskus Xaverius, SP 3, Sorong, ia menampung anak-anak Papua untuk mengenyam pendidikan di sekitar wilayah tersebut. Hal ini menunjukkan keprihatin dan sekaligus harapannya untuk kemajuan anak-anak Papua. Dia memiliki kerinduan bahwa orang Papua harus menempa ilmu setinggi mungkin.

Harapan inilah yang menjadi spririt dan terus dihidupi dalam dirinya. Walaupun dalam usia yang tidak muda lagi, dia penuh tetap semangat untuk menempa ilmu. Dia melanjutkan studi strata dua di universitas Brawijaya, Malang. Semangat ini sesungguhnya membuktikan dan sekaligus menunjukkan keyakinannya bahwa Papua hanya bisa maju melalui pendidikan.

Selamat jalan sahabatku, Pastor Frans Yerkohok, pengabdianmu sebagai seorang imam Tuhan di Tanah Papua, secara khusus di Keuskupan Manokwari -Sorong, telah membuahkan banyak nilai kehidupan. Benih – benih Sabda yang telah kau taburkan di atas Tanah ini telah betumbuh dan akan tetap subur demi kemajuan Tanah Papua yang kau idamkan.

Memang usiamu belumlah sangat tua untuk meninggalkan dunia ini! Namun pengabdianmu, nilai-nilai kebaikan yang telah kau taburkan, melebihi seberapa panjang umurmu! Saya sungguh meyakini sebagaimana adaqium yang diungkapkan oleh Seneca, seorang filsuf dan pujangga Roma pada abad ke 3, yang mengatakan, “Quam bene vivas refert, non quam diu”. The important thing isn’t how long you live, but how well you live. Yang terpenting adalah bukan seberapa lama engkau hidup, tetapi seberapa baik kamu hidup.

Cinta Ilahi kini merangkulmu dalam keabadian! Tak ada rangkaian kata yang lebih luhur untuk mengucapkan limpah terima kasih atas pengabdianmu dan juga kebersamaan kita, selain untaian doa, “Requiescat in Pace”, semoga ia beristirahat dalam damai!
Selamat jalan kawan, surga adalah tempatmu! Doakan kami yang masih berziarah di dunia ini!

Fransiskus Katino, Pr
Seminari Tinggi TOR Lo’o Damian, Atambua, Timor.