(Dkn. Iven Kocu, Pr)
Komsoskms.org-Dalam kalender liturgi Gereja Katolik, tanggal 02 April 2023 merupakan hari Minggu Palma. Sebagai umat Katolik, ketika kita merayakan Minggu Palma berarti kita memperingati masuknya Yesus ke kota Yerusalem, tempat di mana Yesus disambut dengan meriah sebagai raja. Pada saat itu, seperti yang kita simak dalam bacaan injil Matius 21:1-11, bahwa Yesus menunggangi seekor keledai dan orang-orang banyak membentangkan baju-baju serta ranting dan dedaunan palma di jalanan yang hendak dilewati Yesus. Bangsa Yahudi mengira bahwa Yesus adalah sosok revolusioner; tokoh religius dan sekaligus politis. Dia sebagai pembebas bangsa Yahudi [dari jajahan Romawi] yang dinanti-nantikan selama itu. Akan tetapi kehadiran Yesus tidak seperti yang dikira oleh bangsa Yahudi.
Oleh karena itu, ada dua hal yang amat kontras di sini, yakni: Pertama, dengan menunggang keledai muda, Yesus menyiratkan bahwa Ia tidak punya cita-cita revolusioner. Keledai sebagai simbol kelemah-lembutan; dan kedamaian. Yesus memperlihatkan bahwa Dia adalah raja yang lemah-lembut, raja damai. Kedatangan Yesus ke Yerusalem adalah untuk menggenapi nubuat para nabi, dan untuk menjalankan ketaatan-Nya kepada Bapa di Surga, yakni mengambil rupa manusia dan menanggung penderitaan hingga wafat di salib untuk menyelamatkan manusia.
Sebagaimana yang digambarkan dalam surat Paulus kepada jemaat di Filipi, “Walaupun dalam rupa Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik-Nya yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp. 2:6-9).
Kedua, menurut tradisi bangsa Yahudi, pohon palem berfungsi sebagai simbol nasionalisme. Orang-orang Yahudi pada zaman Makabe menggunakan ranting-ranting palem dalam pelbagai perayaan setelah mereka berhasil mengalahkan para musuhnya. Itu artinya, daun dan ranting palem adalah juga simbol kemenangan, kedamaian, dan kesejahteraan. Secara turun-temurun, penggunaan ranting-ranting palem oleh orang banyak, merupakan suatu acuan kepada kemenangan Makabis. Maka selama beberapa periode di era Perjanjian Lama dan di era Perjanjian Baru ranting dan daun palem ditampilkan dalam koin Yahudi.
Ketika Yesus memasuki Yerusalem, orang-orang Yahudi menyambut Dia dengan penuh antusias. Antusiasme tersebut menyiratkan bahwa mereka memandang Dia sebagai mesias revolusioner, sehingga tempat yang Dia lalui atau lewati itu tak hanya dialasi dengan pakaian-pakaian, tetapi juga ranting dan dedaunan dari pohon palem. Dan muncullah teriakan serta sahut-sahutan dari orang-orang Yahudi kepada Yesus, “Hosana-hosana-hosana”, yang berarti “Selamatkanlah kami sekarang” [tersirat maksud, dari penjajahan romawi].
Kedatangan Yesus, sekali lagi, merupakan perjalanan dalam menyelesaikan misi-Nya yakni menyelamatkan umat manusia seturut agenda dan rencana Allah dengan cara sengsara, wafat disalib, dan Bangkit. Maka, tak heran jika suara dan sahut-sahutan “hosana-hosana-hosana” berubah menjadi “salibkanlah Dia-Salibkanlah Dia-Salibkanlah Dia” (Mat. 26:14-27:66).
Memahami apa yang menjadi kehendak Allah itu memang tidaklah mudah. Bahkan cara Allah menyelamatkan manusia dengan cara harus menderita, wafat dan kemudian bangkit itu tidaklah masuk akal bagi orang yang tidak beriman. Akan tetapi, segala sesuatu tidak ada yang mustahil bagi Allah. Allah yang kita imani di dalam diri Kristus, telah menunjukkan teladan bagi kita.
Ia menderita sebagai manusia dan memanggul salib-Nya hingga mencapai puncak golgota, begitu pun kita yang saat ini menjadi murid-Nya. Sebagai murid yang belajar dari Kristus, kita mesti sadar bahwa tantangan, kesulitan dan penderitaan yang kita alami adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan. Mari kita belajar dari Yesus, untuk taat dan setia kepada kehendak Allah dengan memanggul salib hidup kita masing-masing.
Selamat memasuki pekan suci. Tuhan Yesus memberkati!