Renungan Harian: Kerendahan Hati dan Kesetiaan dalam Menjawab Panggilan Allah

102

Renungan Harian – 20 Desember 2026
Bacaan I: Yesaya 7:10–14
Bacaan Injil: Lukas
1:26–38

Kerendahan Hati dan Kesetiaan dalam Menjawab Panggilan Allah

Kerendahan hati dan kesetiaan selalu menjiwai orang-orang yang sungguh beriman. Iman sejati tidak pernah berhenti pada kata-kata, tetapi nyata dalam sikap hati yang mau merendahkan diri dan menyerahkan seluruh hidup kepada Allah. Orang beriman percaya bahwa Allah tahu apa yang terbaik, bahkan ketika rencana-Nya melampaui pengertian dan perhitungan manusia.

Dalam bacaan pertama, melalui nabi Yesaya, Allah menjanjikan sebuah tanda keselamatan: seorang perawan akan mengandung dan melahirkan seorang anak yang dinamai Imanuel—Allah beserta kita. Janji ini menegaskan bahwa Allah setia pada umat-Nya dan hadir untuk menyelamatkan, bukan dengan cara yang megah menurut ukuran manusia, tetapi melalui jalan yang sederhana dan penuh misteri kasih.

Janji keselamatan itu digenapi secara nyata dalam Injil hari ini melalui pribadi Bunda Maria. Maria adalah gambaran sempurna dari kerendahan hati dan kesetiaan. Ia bukan orang besar menurut ukuran dunia, melainkan seorang gadis sederhana dari Nazaret. Namun justru dalam kesederhanaan itulah Allah berkarya secara luar biasa. Ketika malaikat menyampaikan rencana Allah yang besar dan penuh risiko, Maria tidak lari, tidak menolak, dan tidak menuntut jaminan. Ia membuka hati, merenung, lalu menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah.

Jawaban Maria, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Luk 1:38), menjadi puncak iman yang hidup. Kesediaan dan kesetiaan Maria bukan hanya membawa sukacita bagi dirinya, tetapi juga menghadirkan keselamatan bagi seluruh umat manusia. Dari rahimnya, Sang Juruselamat lahir ke dunia.

Renungan ini mengajak kita untuk bercermin: sejauh mana kita berani merendahkan diri di hadapan Allah? Apakah kita sungguh setia menjalankan tugas perutusan yang dipercayakan kepada kita—dalam keluarga, pelayanan, pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari? Sering kali kita ingin mengikuti kehendak Tuhan, tetapi dengan syarat-syarat kita sendiri. Maria mengajarkan bahwa keselamatan dan sukacita sejati lahir dari penyerahan total kepada penyelenggaraan kasih Allah.

Menjelang Natal, marilah kita belajar dari Bunda Maria untuk berkata “ya” kepada Allah dengan tulus. Mari kita mempersembahkan seluruh hidup kita—sukacita dan pergumulan, harapan dan ketakutan—ke dalam tangan-Nya. Dalam kerendahan hati dan kesetiaan itulah Allah akan berkarya dan menghadirkan keselamatan bagi banyak orang melalui hidup kita.

Tuhan memberkati. Ave Maria.