Renungan Harian: Orang malas sulit mendapatkan kepercayaan, sebab ia sendiri tidak mampu menghargai apa yang dipercayakan kepadanya

105

Renungan Harian, 19 November 2025
Bacaan I: 2Mak 7:1.20–31
Bacaan Injil: Luk 19:11–28

Setiap orang yang bertanggung jawab biasanya akan menerima kepercayaan yang lebih besar. Mengapa? Karena tanggung jawab melahirkan kesetiaan, ketekunan, dan hasil yang nyata. Sebaliknya, kemalasan tidak pernah menghasilkan apa-apa selain kekecewaan. Orang malas sulit mendapatkan kepercayaan, sebab ia sendiri tidak mampu menghargai apa yang dipercayakan kepadanya.

Injil hari ini berbicara tepat tentang hal tersebut. Yesus menanggapi anggapan orang bahwa Kerajaan Allah segera datang dengan memberikan perumpamaan tentang uang mina. Dalam perumpamaan itu, para hamba diberi sejumlah uang untuk dikelola selama tuannya pergi. Ada yang mengembangkan dengan tekun sehingga menghasilkan lebih banyak, tetapi ada pula yang menyimpan uang itu tanpa berbuat apa-apa karena takut.

Yesus mengajar bahwa Tuhan tidak menuntut hasil spektakuler, tetapi Ia melihat kesungguhan hati, tanggung jawab, dan kerja keras kita dalam mengembangkan karunia yang Ia berikan. Yang Tuhan lihat bukanlah seberapa besar hasil akhirnya, tetapi seberapa besar usaha dan kesetiaan kita.

Sayangnya, kita sering seperti hamba yang malas: takut, ragu, cepat putus asa, atau bahkan terlalu memikirkan risiko sehingga tidak berbuat apa-apa. Kita bisa saja berkata, “Saya takut gagal,” tetapi pada kenyataannya, ketakutan itu membuat kita menyia-nyiakan kesempatan dan talenta yang Tuhan percayakan. Ketakutan yang tidak diolah dengan iman hanya akan memandulkan karya.

Yesus menegaskan prinsip ilahi: “Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi; tetapi siapa yang tidak mempunyai, daripadanya akan diambil juga apa yang ada padanya.” (Luk 19:26)

Artinya, orang yang bertanggung jawab, setia, dan mau berjuang akan semakin diberkati—baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hidup rohani. Sebaliknya, mereka yang menolak bertindak, yang malas dan tidak mau mengembangkan diri, lambat laun kehilangan kepercayaan, peluang, bahkan rahmat yang tersedia baginya.

Bacaan pertama tentang ketujuh anak bersama ibunya yang berani mempertahankan iman hingga mati mengingatkan kita bahwa kesetiaan dan tanggung jawab iman bahkan lebih penting daripada hidup itu sendiri. Sang ibu menguatkan anak-anaknya bukan dengan ketakutan, tetapi dengan keyakinan akan kesetiaan Tuhan. Sikap ini mengajarkan bahwa iman sejati selalu melahirkan tanggung jawab dan keberanian.

Maka hari ini kita diajak untuk: Bertanggung jawab atas karunia yang Tuhan percayakan. Tidak malas, tidak menunda, dan tidak menyerah pada ketakutan. Mengembangkan talenta sekecil apa pun, dengan kesetiaan dan ketekunan. Mengingat bahwa setiap usaha dalam Tuhan tidak pernah sia-sia.

Dengan demikian, hidup kita akan semakin dipercaya Tuhan, dan rahmat-Nya pun akan dicurahkan berlimpah dalam perjalanan hidup kita.

Tuhan memberkati dan Ave Maria!